Pertanyaan:

Di kampus pernah ditanyakan begini :
Bagaimana menerapkan hukum kasih dalam konteks persodaraan di Indonesia? padahal di Indonesia banyak perbedaan dari suku,budaya,dan agama.
terimakasih. – Rani

Jawaban:

Shalom Rani,
Terimakasih atas pertanyaannya yang bagus. Memang Indonesia terdiri dari banyak sekali suku, budaya, dan agama. Oleh karena itu menjadi tantangan tersendiri untuk menerapkan hukum kasih. Mari sekarang kita melihat definisi kasih dan setelah itu baru kita melihat penerapannya.

  1. Pertama kita melihat dari hakikat kasih itu sendiri. Kasih bergembira melihat kebaikan yang ada di dalam diri seseorang dan kasih juga mengharapkan sesuatu yang terbaik terjadi untuk diri orang tersebut. Dengan definisi ini, maka kasih sebenarnya mengatasi segala perbedaan suku, budaya, dan agama. Manifestasi kasih yang bisa lihat lihat pada jaman kita adalah kasih yang ditunjukkan oleh yang terberkati Ibu Teresa dari Kalkuta.
  2. Kasih juga merupakan yang terbesar dari tiga theological virtue, yang terdiri dari iman, pengharapan, dan kasih (1 Kor 13:13). Dan tiga hal ini kita dapatkan pada waktu kita dibaptis. Jadi sebenarnya dengan pembaptisan, kita telah dilengkapi oleh rahmat Tuhan untuk dapat melakukan kasih. Dan kasih yang kita lakukan kepada sesama adalah didasarkan kepada kasih kita kepada Tuhan. Inilah yang menyebabkan Bunda Teresa dari Kalkuta sanggup untuk melakukan pelayanannya bersama dengan orang-orang miskin.
    Kalau kita membaca tentang mazmur kasih di 1 Korintus 13:1-13, kita akan melihat kedalaman pengertian kasih. Tanpa kasih, maka iman dan pengharapan, serta semua karunia adalah sia-sia.

Jadi bagaimana kita menerapkan kasih ini dalam masyarakat yang heterogen?

  1. Pertama kita harus menyadari bahwa untuk dapat menerapkan kasih, bukan berarti kita harus mengaburkan identitas kita, sehingga kita dapat masuk dalam masyarakat, atau komunitas tertentu. Kita tidak usah takut untuk menunjukkan identitas kita sebagai seorang Katolik yang baik. Tentu saja bukan dengan berteriak-teriak, mamun dilakukan secara bijaksana. Bunda Teresa yang melayani masyarakat yang heterogen di India mengatakan, orang lain mungkin mempunyai kepercayaan yang berbeda-beda ada yang Hindu, Islam, dll, namun bagi saya agama Katolik adalah pilihan saya dan saya mengasihi Yesus dan Gereja-Nya.
  2. Jadi untuk menerapkan kasih, kita dituntut untuk menunjukkan kasih mulai dari diri kita sendiri, yaitu mengasihi Tuhan lebih daripada apapun di dunia ini. Dari situ kita dikuatkan oleh Tuhan untuk mengasihi sesama kita. Kita mulai dari yang terdekat di sekitar kita, seperti keluarga, saudara-saudara kita, teman-teman di kampus, komunitas di sekitarnya, dll. Namun semua penerapan kasih bersumber pada kasih kita kepada Yesus.
  3. Hal yang paling nyata untuk menerapkan kasih adalah dengan hidup kudus. Karena kekudusan ini menjadi refleksi dari Yesus sendiri. Dengan hidup kudus berarti kita menjalankan misi khusus yang dikumandangkan di Alkitab juga di dalam Konsili Vatikan II. Kita percaya bahwa kebaikan akan menyebar dengan sendirinya atau “bonum diffusivum sui“. Dengan kita hidup kudus, maka orang akan melihat apa yang mendasari sikap hidup kita, yang pada akhirnya akan membawa orang kepada Sang Kebenaran, yaitu Kristus.
  4. Kita juga jangan menunggu untuk melakukan sesuatu yang besar, namun mulailah dari hal-hal yang kecil. Seperti Santa Teresia kanak-kanak Yesus mengatakan bahwa lakukanlah hal-hal yang kecil namun dengan didasari kasih yang besar kepada Yesus. Lihatlah dalam keluarga kita masing-masing, teman-teman kita, mungkin ada yang sedih, marah, kesepian, dll. Kesepian adalah kemiskinan yang lebih parah daripada kemiskinan jasmani. Hiburlah mereka, luangkan waktu untuk mendengarkan keluh kesah mereka, bawa mereka dalam doa harian, dll.
  5. Kesimpulannya, dengan semakin mendasarkan kasih kita kepada Yesus dan iman Kekatolikan kita, maka kita akan semakin dapat menerapkan kasih kepada sesama kita walaupun dalam masyarakat yang heterogen. Tanpa dasar kasih kita kepada Tuhan, maka apa yang kita lakukan adalah hanyalah suatu kerja atau karya sosial, yang tidak mempunyai karakter supernatural. Dan pada akhirnya, perbuatan kasih yang kita lakukan akan membawa orang kepada Sang Sumber Kasih itu sendiri, Yesus.

Setiap orang punya bagian masing-masing untuk menerapkan kasih. Rani, dan juga teman-teman di kampus mempunyai tantangan yang besar untuk menunjukkan kasih kepada teman-teman di kampus, yang hanya Rani maupun teman-teman Rani yang dapat melakukannya, karena pastor atau suster mungkin tidak dapat menjangkau mereka. Mari kita sama-sama menjalankan bagian kita masing-masing, sehingga kita dapat semakin menyenangkan hati Yesus dan membawa orang-orang di sekitar kita kepada Yesus.

Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Rani.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://katolisitas.org

4 COMMENTS

  1. Syalom Katolisitas
    Saya mau bertanya..

    Saya pernah mempertanyakan apakah mungkin jika suatu negara hanya memakai hukum kasih dalam pemerintahannya. Tentu hal itu tidak mungkin, karena sesuai hukum kasih maka semua pelanggaran yang terjadi harus diampuni. Tidak akan ada hukuman bagi pelanggar aturan. Faktanya di masyarakat hal ini juga memang tidak pernah terjadi. Selalu ada hukum negara yang mengatur kehidupan masyarakat suatu negara. Gereja tidak menyalahkan hukum negara yang mencoba menegakkan keadilan. Menurut saya ini mungkin karena Yesus sendiri mengajak pengikutnya untuk membayar pajak, mematuhi hukum negara, memberikan apa yang seharusnya diberikan kepada negara.

    Kemudian saya melihat bahwa kasih itu bertolak belakang dengan keadilan. Atau kasih itu memang tidak adil, sehingga tidak boleh dipakai hukum utama.

    Contohnya, dalam perumpamaan anak yang hilang, si sulung kemudian merasa tidak adil dengan perlakuan bapanya. Si sulung merasa tidak adil dengan perlakuan bapanya adalah karena dia belum bisa mengasihi seperti bapanya yang mengasihi adiknya. Si sulung memang salah, dia tidak mengasihi seperti bapanya. Tapi yang lainnya si sulung adalah benar, tanpa memahami kasih, kita juga akan menyadari bahwa itu adalah sebuah ketidak adilan. Ketidak adilan tersebut ditutupi oleh kasih. Ketidak adilan tersebut hilang karena alasan mengasihi.

    Contoh lagi, Yesus yang tidak berdosa harus mati di kayu salib. Tanpa kasih, semua yang dilakukan Yesus tentu adalah hal yang sangat sangat tidak adil bagi Yesus. Tapi karena alasan kasih, maka semuanya itu dijelaskan sebagai hal yang wajar bagi Yesus. Karena dengan alasan kasih, Yesus harus merasakan ketidak adilan tersebut.

    Saya juga pernah membaca penjelasan bahwa pada hakikatnya Allah Maha Kasih dan Maha Adil. Menurut saya hal ini saling bertentangan, jika Allah mengasihi maka ketidak adilan akan tertutupi. Jika Allah mengadili maka kasih akan terabaikan. Bagaimana saya seharusnya memahami hal ini dengan benar?

    Terima kasih.
    Mohon tanggapannya.
    Tuhan memberkati.

    • Shalom Donny,

      Walaupun bagi manusia, sepertinya keadilan bertentangan dengan kasih, namun pada Allah tidaklah demikian. Sebab tidak ada pertentangan dalam diri Allah, Allah tidak mungkin menyangkal diri-Nya sendiri (lih. 1 Tim 2:13).

      1. Tentang perumpamaan Anak yang hilang.

      Dalam kisah itu, sepertinya kita perlu melihat bahwa sang bapa tidak berbuat yang tidak adil kepada si  sulung. Sebab apa yang menjadi milik bapanya juga adalah milik si sulung. Bapanya tidak pernah mengambil hak si sulung, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa ia tidak adil terhadap anaknya itu. Apakah kasih bapa dinilai dari memberikan kesempatan untuk ‘sekali-kali berpesta’ kepada si sulung? Mungkin jika si sulung memintanya, juga sang bapa akan mengizinkan, tetapi memang hal itu tidak dibahas dalam perikop itu. Namun yang jelas, bahwa pesta yang diberikan kepada adiknya yang bungsu, adalah untuk menyatakan sukacita bapanya, atas kembalinya si bungsu ke rumah. Seandainya si sulung memiliki kasih dan kesatuan hati dengan bapanya, maka seharusnya ia juga mengalami suka cita yang sama dengan bapanya, dan menganggap bahwa pesta itu juga adalah pestanya juga.

      Namun, pesta sang bapa menyambut anak bungsu yang kembali itu, dimaksudkan untuk menggambarkan adanya sukacita yang besar di surga jika ada seorang pendosa yang bertobat. Seluruh isi surga, para malaikat dan para orang kudus di surga, yang memiliki kesatuan hati dengan Allah Bapa, akan bersuka cita menyambut pertobatan orang itu. Pandangan para orang kudus mungkin tidak sama dengan pandangan orang-orang dunia terhadap pertobatan ini, yang mungkin saja masih menyimpan iri hati seperti si sulung, jika melihat orang lain bertobat dan mengalami pemulihan.

      Kisah serupa dalam perumpamaan yang lain juga menggambarkan hal ini, yaitu perumpamaan tentang para pekerja yang sudah menerima kesepakatan pembayaran satu dinar sehari (lih. Mat 20:2). Majikan itu bukannya tidak adil, karena ia sudah membayar berdasarkan kesepakatan. Hanya saja bahwa ia lalu bermurah hati, kepada pekerja yang bekerja lebih singkat waktunya, namun diberinya upah yang sama. Adapun perikop ini sebenarnya bermaksud menggambarkan bahwa Allah memberikan upah pengampunan dan keselamatan bagi setiap orang yang bertobat dan percaya kepada-Nya. Entah pertobatan itu dilakukan pada masa orang itu masih muda, atau tua atau menjelang ajal, upahnya sama, yaitu pengampunan dan keselamatan kekal. Maka Allah bukannya tidak adil, namun Ia bukan saja hanya adil, tetapi berbelas kasih kepada semua orang yang mau bertobat dan percaya.

      2. Tentang penyaliban Kristus.

      Tentang kasih dan keadilan Allah yang dinyatakan dalam pengorbanan Kristus, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.

      Bahwa di dunia sekarang ini kadang kasih dipertentangkan dengan keadilan atau sebaliknya, itu menunjukkan bahwa memang di dunia segala sesuatunya masih belum sempurna. Namun kita mengharapkan segala sesuatunya nanti akan disempurnakan di dalam Kristus, di saat akhir zaman, yaitu saat Ia menjadikan langit dan bumi yang baru. Di saat itulah keadilan dan kasih Allah akan sama-sama dinyatakan, dan semua ciptaan akan mengakui betapa Allah itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya (Mzm 145:17). Saat itu, Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka dan maut tidak akan ada lagi; tidak ada lagi perkabungan atau ratap tangis atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Why 21:4).
      Sementara menantikan saat itu, kita Gereja-Nya diberi tugas oleh Tuhan Yesus untuk mewartakan kasih Allah, dan mengusahakan keadaan dunia agar menjadi semakin lebih baik, lebih adil dan lebih mencerminkan kasih. Taat kepada hukum negara adalah kewajiban kita sebagai warga negara, namun di atas semua itu, tetap melaksanakan kasih sebagaimana diajarkan oleh Kristus.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Memang bila melihat hal tersebut melalui sudut pandang kasih, maka dalam hal tersebut tidak ada masalah. Seperti pendapat saya diatas, ketidakadilan tersebut tertutupi oleh kasih.

        Tapi hal yang saya lakukan adalah mencoba melihat hal tersebut tanpa kasih, maka kita akan mampu melihat ketidakadilan tersebut. Anak sulung melihat ketidakadilan tersebut adalah karena dia tidak bisa mengasihi seperti bapanya. Yesus yang tidak berdosa wafat di kayu salib adalah hal yang sangat tidak adil, karena saya melihat tanpa kasih.

        Seperti penjelasan Bu Inggrid, “Dunia sekarang kadang kasih dipertentangkan dengan keadilan. Itu menunjukkan bahwa di dunia segala sesuatunya masih belum sempurna.” Nah, masalahnya sekarang menurut saya adalah karena kita manusia di dunia ini kurang mengamalkan kasih. Kita saat ini lebih sering menuntut keadilan daripada mengasihi.

        Ketika kita tidak mengasihi, kita akan melihat ketidakadilan. Ketika kita mengasihi, semuanya terlihat adil, ketidakadilan tertutupi. Itu jugalah sebabnya saya beranggapan bahwa kasih itu tidak adil.

        [Dari Katolisitas: Mungkin lebih tepatnya adalah, kasih melampaui batas-batas keadilan, tetapi kasih berdiri di atas prinsip keadilan. Sebab kita baru bisa mengasihi dengan sungguh jika prinsip keadilan dipenuhi (hak-hak masing-masing yang paling mendasar diakui), namun pihak yang mempunyai/ menerima lebih kemudian dengan sukarela memberikan apa yang menjadi haknya ataupun miliknya, kepada yang berkekurangan atas dasar kasih. Keadaan ini tidak dapat terjadi jika secara mendasar hak-hak masing-masing tidak diakui, seperti hak untuk hidup, hak untuk diperlakukan sebagai manusia sesuai dengan martabat manusia, hak untuk mempunyai kepemilikan pribadi, dst. Pengakuan atas keadaan mendasar ini sering disebut sebagai hak-hak azasi manusia,dan prinsip keadilan harus menjamin hal ini, sebelum kita dapat menerapkan hukum kasih yang menyempurnakan.]

  2. Di kampus pernah ditanyakan begini :
    Bagaimana menerapkan hukum kasih dalam konteks persodaraan di Indonesia? padahal di Indonesia banyak perbedaan dari suku,budaya,dan agama.
    terimakasih.
    [dari katolisitas: telah dijawab – silakan klik]

Comments are closed.