[Hari Minggu Biasa XXXIII: Mal 4:1-2; Mzm 98:5-9; 2Tes 3:7-12; Luk 21:5-19]
Keadaan dunia akhir-akhir ini mungkin dapat membuat kita sejenak menarik nafas panjang. Keruwetan tak hanya terjadi di negara kita, tetapi juga di negara-negara lain. Sepertinya silih berganti, berita tentang konflik, kekerasan, kejahatan. Konon demi kebaikan, orang membunuh atau membuat rusuh. Orang zaman ini tak enggan membuat teori sendiri tentang spiritualitas yang ujung-ujungnya menempatkan manusia sebagai ‘Tuhan’ bagi dirinya sendiri. Mengacu kepada energi dan cakra yang digabungkan dengan doa-doa dalam nama Yesus, orang memperkenalkan ‘Akulah Dia [Tuhan]’ (Luk 21:8) dengan cara-cara baru yang asing dan tidak dikenal dalam tradisi Gereja. Belum lagi kalau kita bicara tentang kemerosotan moral. Apa yang dulu dianggap tabu, di zaman ini dianggap ‘biasa’. Film-film menampilkan lakon utama yang selingkuh, seolah mau menggiring opini publik bahwa selingkuh dalam kondisi tertentu OK saja. Perselisihan ataupun perselingkuhan dianggap alasan yang sah untuk perceraian. Sejumlah orang mendorong pihak-pihak tertentu agar menyetujui perkawinan sesama jenis. Aborsi dianggap sebagai jalan keluar, jika dipandang sang ibu atau ayahnya belum siap jadi orangtua. Penggunaan alat kontrasepsi dianggap wajar, supaya penggunanya terlepas dari konsekuensi akan kemungkinan adanya kehidupan baru…. dan seterusnya. Di negara-negara tertentu, isu-isu ini bahkan sudah menjadi isu yang cukup menyudutkan Gereja Katolik, yang karena teguh berpegang kepada prinsip ajaran Kristus dan para rasul, dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Namun kalau kita membaca firman Tuhan hari ini, kita mengetahui bahwa Kristuslah yang telah menubuatkan semua kekacauan itu yang akan terjadi sebelum Ia datang kembali di akhir zaman. Tetapi, “Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu” (Luk 21:19). Sebab terang memang akan nampak makin bersinar di tengah kegelapan. Kekacauan itu diizinkan ada oleh Tuhan, untuk menguji iman kita. Nabi Maleakhi sekitar 400 tahun sebelum Kristus bernubuat tentang orang-orang yang taat pada Tuhan sampai akhir: “Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya” (Mal 4:2). Di tengah dunia ini, yang menawarkan banyak hal agar kita berpaling dari Allah, kita diingatkan oleh janji Tuhan, bahwa jika kita bertahan untuk tetap taat setia kepada-Nya, kita akan memperoleh kehidupan kekal. Firman Allah mengatakan bahwa menuruti dan melakukan perintah-perintah-Nya, memang adalah tanda bukti kasih kita kepada-Nya (1Yoh 5:2-3). Dan oleh perbuatan yang sesuai dengan firman-Nya itu, kita akan diadili (lih. Mat 16:27, 1Ptr 1:17, Rm 2:6). Karena itu, setiap kali mendengar firman Tuhan tentang kedatangan-Nya di akhir zaman, kita diingatkan untuk memiliki sikap berjaga-jaga. Artinya agar selagi hidup, kita jangan gegabah dan mengikuti arus dunia, sehingga berbuat fasik seolah pengadilan Tuhan tidak ada. Sebab jika kita hidup sedemikian, kita akan hangus seperti jerami pada hari Tuhan itu (lih. Mal 4:1). Sebaliknya, kita diingatkan untuk “tetap tenang melakukan pekerjaan kita” (2Tes 3:12). Yesus sendiri mengingatkan tentang tanda-tanda sebelum kedatangan-Nya itu, “jangan sampai kamu disesatkan… janganlah kamu terkejut… tetap teguhlah di dalam hatimu” (Luk 21:8,9,14).
Maka, sikap berjaga-jaga yang diajarkan oleh Gereja bukan sikap yang pasif menunggu, tetapi yang aktif berkarya. Dalam setiap pekerjaan dan kegiatan kita sehari-hari, kita dipanggil untuk menjadi saksi-saksi iman. Artinya, orang-orang yang berani dan konsisten untuk hidup sesuai dengan iman kita. Sebab iman yang dijalankan dengan baik akan berbuah kasih sejati, yang tidak hanya berorientasi kesenangan di dunia ini, tetapi kepada keselamatan kekal. Kita dipanggil untuk terus berkarya menjunjung tinggi keutuhan keluarga dan perkawinan. Terus memusatkan perhatian kepada karya-karya nyata yang menjunjung kesejahteraan rohani dan jasmani. Memupuk nilai-nilai kerja keras, kejujuran, keadilan, kesederhanaan, kemurnian, belas kasih, dan… ya, pertobatan dan pengampunan. St. Jose Maria Escriva mengatakan, “Kita perlu mencabut dari hidup kita masing-masing, semua hal yang merintangi kehidupan Kristus di dalam kita: yaitu keterikatan kita kepada kenyamanan kita, godaan menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, kecenderungan diri menjadi pusat dari segalanya… Melalui karya-karya kita, melalui pergaulan kita, kamu harus menunjukkan kasih Kristus dan ungkapan nyata persahabatan, pengertian, perhatian kasih persaudaraan dan damai sejahtera…” (St. Jose Maria Escriva, Christ is passing by, 158, 166). Karena itu, bagi umat Kristiani, karya dan pekerjaan menjadi kesempatan mengejar kekudusan, dan membawa sesama kepada Kristus. Kita dipanggil untuk mengubah pekerjaan kita menjadi doa, dengan hanya mencari kemuliaan Tuhan dan kebaikan sesama, ketika kita mempersembahkan seluruh pekerjaan kita di awal hari dan mengucap syukur kepada Tuhan saat kita menyelesaikannya, dan jika kita memohon pertolongan Tuhan saat kita menghadapi tantangan dan kesulitan. Melalui profesi kita masing-masing, kita diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menyebarkan pesan keselamatan Kristus, melalui pembicaraan kita, tanggapan kita terhadap suatu masalah/ rintangan, kemauan kita untuk mendengarkan dan peduli pada kesusahan orang lain. Maka, “Pekerjaan adalah sarana yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Maksudnya adalah untuk mengisi hari-hari kita dan membuat kita menjadi pengambil bagian dalam kuasa Tuhan yang mencipta dan kreatif. Pekerjaan memampukan kita memperoleh nafkah, dan di saat yang sama, memetik buah-buah kehidupan kekal (Yoh 4:36)… [Maka], pekerjaan lahir dari kasih; merupakan pernyataan kasih dan diarahkan kepada kasih. Kita melihat tangan Tuhan… dalam pengalaman kita di pekerjaan dan usaha. Maka pekerjaan menjadi doa dan ucapan syukur, sebab kita tahu bahwa kita ditempatkan di dunia oleh Tuhan, supaya kita dikasihiNya dan dijadikanNya ahli waris bagi janji-janji-Nya” (St. Jose Maria Escriva, Friends of God, 57; Christ is passing by, 48). Apakah janji-janji Tuhan itu? Rasul Paulus menjawabnya, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu… lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu” (Flp 4:8-9). Karena itu, jika kita tetap bertahan, setia melakukan apa yang benar dan mulia, Tuhan akan menyertai kita. Dan Tuhan yang menyertai kita itu, akan membebaskan dan menyelamatkan kita. Terpujilah nama-Nya!