[Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus: Ul 8:2-3, 14-16; Mzm 147: 12-20; 1Kor 10:16-17; Yoh 6:51-58]
Hari Pentakosta belum lama berlalu. Dan di Minggu pertama setelah peringatan hari ulang tahun Gereja itu, kita diajak merenungkan tentang dasar ajaran iman kita, yaitu Allah Tritunggal Mahakudus. Sebab dengan menyadari bahwa Allah yang adalah Kasih (1Yoh 4:8) itu adalah Allah yang satu dalam Tiga Pribadi, maka kitapun menyadari bahwa kita, yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, juga dipanggil untuk mengikuti teladan-Nya dalam mengusahakan kesatuan kasih itu. Bagi yang menikah, kita dipanggil untuk setia terhadap pasangan kita, sesuai dengan janji perkawinan kita. Bagi yang hidup membiara demi Kerajaan Allah, juga dipanggil untuk setia kepada Allah dengan memegang teguh kaul hidup membiara. Apapun panggilan hidup kita, kita semua dipanggil untuk mengambil bagian dalam kesatuan Allah itu, sebab tujuan akhir hidup kita adalah bersatu dengan Allah, sehingga “Allah menjadi semua di dalam semua” (1Kor 15:28).
Di hari Minggu ini kita masuk lebih dalam lagi dalam permenungan tentang kesatuan dengan Allah itu. Ibaratnya, Minggu lalu kita merenungkan tentang asal dan tujuan akhir hidup kita -yaitu di dalam Allah Tritunggal Mahakudus, namun Minggu ini kita merenungkan bagaimanakah caranya, agar kita dapat sampai ke sana. Bagaimana agar kita dapat sampai kepada kehidupan kekal, di mana kita akan tinggal di dalam Allah dan Allah di dalam kita, sampai selama-lamanya? Untuk itu kita mengacu kepada perkataan Yesus sendiri, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh 6:54-56). Betapa kita perlu memohon Roh Kudus untuk senantiasa membimbing agar kita dapat semakin menghayati sabda Yesus ini. Tuhan Yesus telah membuktikan kasih-Nya dengan menyerahkan Tubuh dan Darah-Nya untuk menyelamatkan kita, dan Ia menghendaki agar kita mengenang-Nya dengan merayakan peristiwa ini. Jika kita sungguh ingin melaksanakan kehendak-Nya ini, maka kita akan semakin menghargai dan merindukan Komuni kudus. Kita akan lebih bersungguh-sungguh menyiapkan batin sebelum menerima Ekaristi. Kita akan rindu untuk menyambut-Nya lebih sering daripada hanya seminggu sekali. Kita akan berusaha agar seluruh anggota keluarga kita dapat pula menyambut-Nya dalam Ekaristi, agar kelak kita semua berkumpul kembali dalam kehidupan kekal, di dalam Kristus yang telah mempersatukan kita di dalam Tubuh dan Darah-Nya, Jiwa dan ke-Allahan-Nya! Sebab di dalam kesatuan dengan Kristus, kita disatukan pula dengan Allah Bapa dan Roh Kudus.
Pesta Tubuh dan Darah Kristus ini pertama kali diadakan bagi seluruh Gereja atas prakarsa Paus Urbanus IV di tahun 1264. Maksudnya adalah untuk membangkitkan devosi terhadap kehadiran Yesus yang nyata di dalam Ekaristi. Namun meskipun kita merayakan pesta Tubuh dan Darah Kristus hanya setahun sekali, sesungguhnya Gereja sudah selalu merayakan kebenaran ini sejak abad- abad awal, setiap hari dalam perayaan Ekaristi. Setiap hari, Kristus memberikan diri-Nya bagi Gereja-Nya, menjadi santapan rohani bagi kita umat-Nya, sebagai sumber kekuatan dan pengharapan akan kehidupan kekal yang telah dijanjikan oleh-Nya. Setiap saat Kristus hadir dalam setiap Tabernakel dalam gedung gereja Katolik, untuk menyatakan kesetiaan-Nya kepada umat-Nya yang masih berziarah di dunia ini. Kristus juga dimuliakan di dalam prosesi ataupun adorasi sakramen Mahakudus, dalam penghormatan dan doa-doa yang kita panjatkan di hadapan sakramen Mahakudus tersebut. Di hari yang berbahagia ini, mari kita renungkan perkataan St. Josemaria Escriva, “Sembahlah Kristus dengan penuh hormat…, dalam hadirat-Nya, perbaharuilah persembahan kasihmu yang tulus. Jangan takut untuk mengatakan kepada-Nya bahwa engkau mengasihi-Nya. Bersyukurlah kepada-Nya karena Ia telah memberikan bukti belas kasih-Nya setiap hari, dan doronglah dirimu sendiri untuk menyambut Komuni dengan hati yang penuh iman…. ‘Di sinilah Tuhan mencari hatiku untuk menjadikannya tahta-Nya…’” (Christ is passing by, 161) . Mari, Tuhan Yesus, bertahtalah di dalam hatiku! Bantulah aku masuk lebih dalam lagi dalam misteri kasih-Mu yang selalu menyertai, dalam Ekaristi.
Pak Stef,
Jika demikian maka bolehkah dikatakan bahwa orang kristen nonkatolik lebih mempertaruhkan keselamatn jiwanya (risiko tidak selamatnya lebih besar) bila dibandingkan dengan orang orang nonkristen karena mereka sebenarnya mengenal ajaran Yesus namun tidak melaksanakannya, sementara orang orang nonkristen bisa dibilang tidak mengenal Kristus?
Shalom Ysumarno,
Pada dasarnya semua orang akan dihakimi, dan penghakimannya berdasarkan “Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” (Luk 12:48). Jadi, bagi umat Katolik, kalau dia tidak bertumbuh dalam kasih, walaupun telah menjadi anggota Gereja Kristus, maka dia juga tidak dapat diselamatkan. Hal ini disebabkan karena orang yang telah menjadi anggota Gereja Katolik sesungguhnya tidak mempunyai alasan untuk tidak bertumbuh dalam kekudusan, karena kelengkapan ajaran dan sarana kekudusan. Silakan membaca Lumen Gentium 14.
Sebaliknya bagi yang berada di dalam Gereja non-Katolik mereka juga mempunyai tantangan, karena walaupun mereka memiliki unsur unsur kebenaran, namun mereka tidak mempunyai kepenuhan kebenaran. Dalam kondisi ini, kalau mereka tahu bahwa Gereja Katolik adalah didirikan oleh Kristus dan penting untuk keselamatan, namun tidak mau untuk masuk di dalamnya, maka mereka telah mengeraskan hatinya dan membahayakan keselamatan jiwanya. Lihat juga Lumen Gentium 14,15.
Untuk yang non-Kristen, silakan melihat Lumen Gentium 16. Dokumen Lumen Gentium dapat Anda baca di sini – silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Pak Stef,
Banyak terima kasih atas jwaban yg prinsipial ato mendasar ini.
Sebenarnya saya mengharapkan jawaban yg tegas “ya” atau “tidak”, namun memang tidak mungkin krn ini bukan soal hitam putih. Tapi prinsipnya saya tangkap.
Shalom Yusuf,
Tentu saja orang yang mengenal Kristus dan berada dalam persatuan dengan Gereja Katolik – Gereja yang didirikan oleh Kristus – mempunyai keuntungan yang lebih, karena telah mendapatkan kepenuhan kebenaran dan sarana keselamatan yang lengkap. Jadi, kita memang harus bersyukur dan sekaligus menjadi tanggung jawab kita untuk turut mewartakan kepenuhan kebenaran ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Jujur Komunio atau Sakramen Ekaristi merupakan yang paling sakral, saya juga kalau tidak menerima komunio rasanya seperti ada yang kurang dalam diri saya dan sampai ada kerabat saya yang sakit berat karena di guna-guna (maaf) dan dia pada waktu sakit, dia ingin sekali untuk ke gereja hanya sekedar melihat-lihat gereja. mungkin karena dia pada waktu itu tidak pernah ke gereja.
Pelajaran dan renungan yang sangat-sangat berharga..seringkali kita melupakan hal ini..
Shalom, Pak Stef & Bu Inggrid.
Saya ingin membagikan renungan yang didapat dari homili di Gereja Katedral Bandung pada hari ini.
Bicara tentang hari raya Tubuh dan Darah Kristus, kita tidak boleh melupakan suatu hal yang disebut makan.
Makan adalah proses pencernaan makanan dan minuman, yang bertujuan untuk memberikan energi dan membantu pertumbuhan makhluk hidup. Makan adalah kegiatan yang baik adanya, untuk menjaga kesehatan dan mencegah manusia mati dari kelaparan.
Zaman sekarang, manusia kurang memberikan perhatian yang cukup akan kegiatan yang dinamakan dengan makan. Mulai dari usia balita – atau kanak-kanak(4-8th), ketika makan, mereka tidak berfokus pada makan. Mereka memiliki keinginan untuk bermain, sehingga sulit bagi para orangtua untuk memberikan mereka makan. Pada usia remaja, sering juga mereka tidak lagi makan dengan penuh kesadaran bahwa mereka sedang makan. Mereka cenderung makan, sambil bermain komputer, menonton tv, dll. Tidak berhenti pada usia remaja, ketika menginjak usia dewasa (bahkan menjadi orang tua) kita juga sering lupa bahwa kita tidak lagi fokus ketika sedang makan. Kita makan sambil membaca koran, kita makan sambil bermain HP, dll.
Kita tidak fokus dalam kegiatan yang dinamakan makan.
Apakah makan itu penting?
Ya, makan itu penting. Kita juga harus menyadari, apa yang sedang kita makan. Jenis makanan, kebersihan makanan, dan berbagai variabel lainnya sangat berpengaruh bagi kesehatan kita. Maka, kita harus memilih makanan, dan memakannya dengan penuh kesadaran. Apa yang terjadi ketika kita tidak fokus ketika makan? Umumnya, tersedak. Hal ini menimbulkan rasa yang tidak enak.
Maka, kita harus berfokus pada makan. Kita sadar apa yang kita makan, kita mengecap, mengenyam, dan menikmati apa yang sedang kita makan. Dengan demikian, kita tahu rasa dan apa yang sedang kita makan.
Ketika Yesus berkata, “Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya…” bdk. Yoh 6:51, sebenarnya kita juga diundang untuk makan bersama-sama dia pada saat perayaan ekaristi.
Apakah kita makan hanya pada saat dibagikan tubuh Kristus pada saat perayaan ekaristi?
Tidak.
Kita makan, mulai dari saat kita masuk kedalam gereja, mendengarkan bacaan, hingga akhirnya menerima tubuh Kristus. Bacaan sendiri merupakan firman Allah, yang merupakan Allah sendiri(bdk. Yoh 1:1), sehingga ketika kita mendengarkan sabda Tuhan, kita wajib mengecap, mengeyam, dan menikmati apa yang sedang kita dengarkan. Hal ini sesungguhnya tercermin pada sikap kita saat mengikuti perayaan ekaristi di gereja.
Adakah saudara-saudari yang mendengarkan bacaan sembari bermain HP/SMS? Atau bacaan tersebut didengarkan sambil mengobrol? Atau bahkan ngantuk saat bacaan?
Inilah, hal yang perlu kita cermati. Tidak cukup hanya dengan itikad datang ke gereja sebagai sebuah kewajiban untuk “setor muka”, tapi kita disini berkumpul bersama sebagai umat yang beriman, untuk mencapai kesatuan sebagai Gereja. Kita diundang untuk makan, untuk memahami apa yang disabdakan oleh Kristus. Kita tidak diharapkan untuk datang terlambat, lalu pulang paling cepat. Dengan alasan-alasan seperti : macet, mobil saya menutupi mobil lain sehingga susah keluar, seharusnya keterlambatan kita bisa diantisipasi.
Ketika kita menyadari, apa yang kita ucapkan, dengarkan didalam perayaan Ekaristi, maka kita sesungguhnya sedang ikut makan bersama-sama dengan saudara seiman, untuk mencapai kesatuan dengan Allah sendiri. Sikap kita, motivasi kita, mencerminkan siapa kita. Apa yang kita makan, menunjukkan siapa diri kita.
Diakhir baacaan Injil, seringkali dibacakan “Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran, dan hidup kami”. Ketika kita tidak benar-benar makan, apakah kita benar-benar mengimani apa yang kita ucapkan?
-apabila ada yang salah/tidak berkenan, mohon kesediaannya bagi para editor katolisitas untuk melakukan perubahan-perubahan sehingga sesua-
#umatKatedralBandung
Pak Stef, berdasarkan ayat ini: “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman”, saya bertanya apakah itu bisa diartikan bahwa barangsiapa tidak makan daging dan minum darahNya, ia otomatis TIDAK mempunyai hidup yang kekal dan TIDAK dibangkitkan pada akhir zaman?
Jika sabda Yesus itu tidak bisa diartikan seperti pertanyaan saya di atas, maka bagaimana kita harus mengartikannya?
terima kasih
Shalom Ysumarno,
Kalau kita mau melihat konsep keselamatan, maka kita harus menerima semua perintah Kristus yang menegaskan hal-hal yang menjadi kunci keselamatan, seperti: iman (Ibr 11:6); baptisan (Mrk 16:16); dinyatakan dalam kasih (Gal 5:6); makan tubuh dan minum darah Kristus (Yoh 6:54), masuk dalam Gereja-Nya (Kol 1:18; Ef 5:22-23; Mat 16:16-19). Dengan demikian, kalau Kristus sendiri bersabda bahwa makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya adalah penting untuk keselamatan, maka hal ini tidak untuk dipertentangkan dengan pentingnya iman, baptisan, kasih, Gereja. Semuanya harus kita jalankan. Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Pak Stef,
Maksud saya bagaimana saya atau kita bisa jelaskan bila ada yg bertanya, ” apakah itu berarti orang orang selain orang katolik, yg tdak makan tubuhNya, tidak akan memperoleh kehidupan kekal?”
Mohon penjelasan. Terima kasih
Shalom Ysumarno,
Dalam diskusi, tentu saja kita harus melakukannya secara bertahap. Sebelum masuk ke dalam diskusi tentang Roti Hidup, tentu saja diskusi tentang pentingnya Gereja juga harus dipertimbangkan. Namun, seseorang dapat tergerak hatinya melalui topik diskusi yang berbeda-beda. Salah satu yang cukup banyak menarik umat dari gereja non-Katolik ke Katolik adalah tentang Roti Hidup. Mereka melihat bahwa Yesus sungguh-sungguh mengajarkan agar kita makan tubuh dan minum darah-Nya. Dalam diskusi, Anda bisa menanyakan kepada mereka, demikian: Kalau Yesus memerintahkan kepada kita untuk makan tubuh dan minum darah-Nya (lih. Yoh 6), yang diwujudkan dalam Perjamuan Terakhir (lih. Mat 26) dan diperkuat oleh rasul Paulus tentang arti literal ini (lih 1 Kor 11), namun tidak mau makan dan minum tubuh dan darah Kristus, maka disebut apakah orang seperti ini? Kalau orang ini tidak tahu, tentu saja dapat diberitahu lebih lanjut. Namun, kalau dia telah tahu namun mengeraskan hatinya, maka orang ini sebenarnya membahayakan keselamatan kehidupan kekal.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Comments are closed.