Pengantar dari editor:
Pastor Felix Supranto, SS.CC yang setia menuliskan sharing pelayanan imamatnya kepada umat Tuhan di dalam kolom artikel “Pelayanan”, kali ini ingin berbagi pengalaman olah batin menandai akhir tahun 2013 dan akhir tahun iman yang diperuntukkannya bagi kita semua. Terima kasih Pst Felix, semoga karya dan perjalanan iman Pastor terus disempurnakan Tuhan dalam meneguhkan iman, kasih, dan harapan kami kepada Allah di peziarahan kehidupan dunia ini menuju kepadaNya
Di dalam jiwaku ada tekad untuk mengadakan sebuah retret pribadi yang menandai akhir tahun 2013 dan akhir tahun iman dengan memanfaatkan liburan tahunanku. Retret pribadi ini bukan di rumah retret yang sunyi, tetapi di dalam perjalanan ke tempat-tempat ziarah dari Jawa Tengah sampai Jawa Barat dengan menyetir jip tuaku sebagai salah satu bentuk matiragaku. Aku yakin di tempat-tempat itu aku merenungkan Sangkan Paraning Dumadi (Asal dan Tujuan Hidup). Tempat-tempat itu bukan sembarang tempat, tetapi tempat ziarah setelah terjadi olah batin tingkat tinggi dari para umat Allah yang terpilih.
Ada lima tempat ziarah yang aku jadikan sarana untuk lebih bersatu dengan Tuhan.
Pertama: Aku mengunjungi Gua Maria Sriningsih yang terletak di Dusun Gayamharjo-Klaten, pada hari Sabtu tanggal 28 Desember 2013. Pandangan sebuah bukit yang indah di mana Gua Maria berada membuat perjalananku penuh dengan antusias untuk mencapainya. Pematang sawah di pinggir jalan dan teduhnya pohon-pohon menetramkan hati setelah bergulat dengan panasnya perjalanan dari Yogyakarta. Ketika menaiki tangga menuju Gua Maria, aku melihat pohon-pohon beringin yang tua yang mengalirkan rasa merinding, bukan magic, tetapi aliran Roh yang menandai kesucian Bunda Maria. Aku berlutut berdoa di hadapan arca Bunda Maria Sriningsih, yang berarti Pengantara Berkat. Berkat yang dianugerahkan Allah adalah ketentraman hati atau batin.
Kedua: Ketentraman hati itu berasal dari Hati Kudus Yesus yang aku renungkan di Candi Hati Kudus Yesus Ganjuran di Yogyakarta. Sabda Tuhan Yesus “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu” (Matius 11:28)” terus menerus terdengar di dalam hatiku saat aku berdoa.
Ketiga: Ketentraman hati terjadi melalui kesetiaan dalam panggilan hidup yang aku renungkan di depan pemakaman Romo Sandjaya Pr di Muntilan pada hari Minggu tanggal 29 Desember 2013. Romo Sandjaya setia sebagai imam sampai wafat sebagai seorang martir.
Keempat: Kesetiaan terjadi ketika batin dan jiwa dikuatkan dengan Roti Kehidupan dalam adorasi kekal di Gua Maria Kereb di Ambarawa yang aku lakukan pada tanggal 29 Desember malam. Gua Maria Kereb mencerminkan kesetiaan Bunda Maria dan kedekatannya dengan Tuhan Yesus Kristus, Puteranya. Aku merenungkan kedekatan Bunda Maria dengan Puteranya itu dengan berdoa di depan patung Tuhan Yesus Kristus yang membuat mukjizat perubahan air menjadi anggur. Perubahan air menjadi anggur melambangkan perubahan kehidupan lama yang penuh dengan dosa menjadi kehidupan yang kudus yang memberikan sukacita.
Kelima: Sukacita kekal dianugerahkan di surga setelah menjalani dengan setia kehidupan yang sulit. Sukacita surga itu dicapai melalui renungan Jalan Salib di Gua Maria Sawer Berkat (Bunda Maria Terberkati/mencurahkan berkat Allah), di atas bukit Totombok Cisantana – Kuningan – Jawa Barat yang aku jalani pada hari Selasa tanggal 31 Desember 2013. Jalan salib menuju puncak di tempat Gua Maria, sangat tinggi kira-kira 700 m, dan berat karena jalan cukup licin apalagi hari itu hujan rintik-rintik. Sebelum memasuki jalan salib, aku berlutut di Taman Getsemani bersama Tuhan Yesus Kristus yang memilih kehendak Bapa-Nya setelah pergulatan yang sangat berat: “Ya, Bapa-Ku, jikalu sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari padaKu, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Matius 26:39). Aku merasa sangat bahagia ketika sampai di puncak bukit di mana salib besar tertancap di sana dengan pohon-pohon rindang seakan-akan menjadi payung salib itu. Di depan salib itu, mataku terheran-heran karena tiba-tiba cahaya matahari yang indah bersinar di tengah hujan dan kabut di sela-sela pepohonan-pepohonan itu. Cahaya matahari tersebut mengingatkan aku akan Bunda Maria yang disebut sebagai perempuan berselubungkan matahari: “Maka tampaklah suatu tanda besar di langit : seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” (Wahyu 12:1).
Lokasi Gua Maria Sawer Rahmat berada di bawah salib itu. Ketika sedang berjalan menuju gua itu, aku terpeleset dan jatuh persis di depan perhentian keempatbelas “Yesus dimakamkan”. Aku menghayati kejatuhanku itu sebagai Tuhan telah memakamkan kegagalan dan dosaku selama hidupku sehingga aku mudah-mudahan bisa menyawerkan berkat-Nya. Di depan patung Bunda Maria, aku bersimpuh atas berkat keselamatan yang telah diberikan Tuhan kepadaku. Aku bersyukur di puncak bukit Totombok ini: “Tuhan, terimakasih atas penguatan-Mu sehingga aku bisa mengakhiri tahun 2013 dan tahun iman dengan perjalanan rohani”. Bukit merupakan simbol dari Tuhan sendiri sehingga keberadaanku di atas bukit ini aku alami sebagai berada bersama Tuhan: “Ya Tuhan, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku !” (Mazmur 18:3).
Sukacita di atas bukit harus aku bawa turun ke bawah, tempat kehidupan biasa, yaitu untuk berbuat baik. Berbuat baik dalam tahun pelayanan ini merupakan cara untuk mencapai ketentraman hati. Tiga hal yang akan aku usahakan dalam tahun pelayanan ini untuk berbuat baik, yaitu : “Yen kenceng aja nglancangi” yang artinya jika cepat jangan mendahului; “Yen landep aja natoni” yang artinya jika tajam jangan melukai; “Yen pinter aja ngguroni” yang artinya jika pintar jangan menggurui. Ketiga wejangan itu berisi sikap nglembah manah dan andhap asor, yaitu sikap rendah hati serta tak meremehkan orang lain. Ketentraman jiwa terwujud dalam sikap yang tidak congkak, pongah, serta sombong. Seberapapun kemampuan yang aku miliki, aku harus tetap memposisikan sepadan dan sejajar dengan sesama. Tuhan Yesus telah mengajarkan hal ini : “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Matius 11:29).
Pesan dalam perjalanan rohani ini dapat aku simpulkan: Di dalam keheningan tempat-tempat ziarah, aku diingatkan akan Tuhan Allah, Sang Sumber Kehidupan. Allah senantiasa ingin mencurahkan berkat-Nya, yaitu ketentraman jiwa. Ketentraman jiwa diperoleh melalui kesetiaan dalam menjalani panggilan hidup. Kesetiaan ditopang dengan Roti Kehidupan. Ketentraman sejati adalah bersatu dengan Tuhan yang harus dicapai melalui ketekunan dalam menjalani salib kehidupan. Ketentraman jiwa harus dibagikan kepada sesama dengan bersikap rendah hati dalam memperlakukan mereka.
Tuhan Memberkati
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC