JAKARTA – Terpilihnya Paus Fransiskus  sebagai pemimpin Katolik se-dunia memunculkan optimisme dengan semakin kuatnya kerja sama dan persaudaraan antarumat beragama terutama di negara berkembang seperti Indonesia. “Paus Fransiskus  berasal dari negara berkembang. Dia berpengalaman sebagai individu yang berasal dari negara yang cenderung tertinggal dari Barat sehingga akan lebih mengerti tentang negara seperti di Asia Tenggara,” kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid, seperti dilansir Antara.

Ketua organisasi kepemudaan Islam Nahdlatul Ulama (NU) itu mengatakan terpilihnya Paus baru dari daratan Amerika Selatan menjadi menarik karena kawasan tersebut memiliki sejarah yang mirip dengan negara berkembang layaknya Indonesia.

Di negara tersebut perjalanan demokrasi berasal dari penjajahan yang tidak jauh dengan negara berkembang lainnya. Begitu juga dengan kelas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang hampir serupa, kata anggota Komisi XI DPR itu.

Nusron mengharapkan kepemimpinan Paus Fransiskus mampu memberikan manfaat yang baik terhadap dunia Timur terlebih dalam kerukunan antarumat beragama. “Selama ini sejumlah Paus banyak berasal dari Barat atau negara-negara maju. Saya menilai Paus Fransiskus memiliki rasa kepekaan terhadap dunia Timur yang lebih baik dari Paus sebelumnya. Terutama kepekaan terhadap mereka yang kurang mampu,” kata dia.

Kesederhanaan Jorge Kardinal Bergoglio memang diakui banyak pihak ketika dia memilih naik kendaraan umum dibanding menaiki mobil limosin yang telah disediakan untuknya.

Lebih lanjut, Nusron mengharapkan dalam semangat terpilihnya Paus yang baru di Vatikan memberikan semangat toleransi antarumat beragama yang lebih baik lagi. ***

9 COMMENTS

  1. Shalom Romo Santo,

    Dalam lingkungan saya masih mengikuti penanggalan jawa dan kepercayaannya. Sebagai seorang katolik, dan sebagai seorang pendatang, saya kadang merasa bimbang untuk bersikap.

    Ambil saja satu contoh. Di lingkungan saya mempercayai istilah ‘wasitahun’ yang dimana berpatokan pada tanggal 1 suro, dimana hari itu kami tidak boleh memulai pekerjaan (meneruskan pekerjaan sebelumnya tidak apa-apa), membeli barang, memperbaiki barang, dsb. Jika 1 suro jatuh pada hari (aboge jawa) jumat, maka setiap jumat kami disini tidak melakukan hal-hal yang saya sebut diatas tadi.

    Setiap wasitahun, saya pun merasa bimbang. Satu sisi, saya tidak setuju dengan wasitahun karena kemana-mana saya hanya ‘membawa’ Gusti Yesus dalam hidup. Di sisi lain, jika saya tidak mengikuti wasitahun, saya takut akan menjadi batu sandungan bagi tetangga sekitar.

    Hal lainnya seperti tahlilan. Mereka tahu pasti saya seorang katolik, namun tetap mengundang saya, mungkin dengan alasan jalinan silaturahmi. Saya tetap datang, walau hanya duduk bersila dan diam membisu diantara amin amin amin kumpulan orang. ~_~”

    Perlu diketahui romo, saya & anak istri adalah satu-satunya katolik di desa ini.

    Menurut panjenengan, bagaimana saya harus bersikap? Haruskah iman saya menjadi batu sandungan bagi tetangga sekitar?

    Terima kasih sebelumnya romo Santo, berkah dalem.

    • Salam Bimomartens,

      Rasul St Paulus memberikan inspirasi bagaimana bersikap dalam pergaulan dengan orang yang berkeyakinan lain. Misalnya di tengah pandangan akan daging persembahan berhala, dalam 1 Kor 8:1-13, St Paulus berusaha tidak membuat sandungan bagi saudara-saudara. Saya kira para tetangga juga tahu siapakah Anda ini sebenarnya. Namun mereka menganggap Anda sekeluarga sebagai saudara sekampung, maka Anda dilibatkan dalam acara bersama. Baguslah sikap dasar mereka. Surat Ibrani bab 12 ayat 14 bisa Anda jadikan referensi pula dalam pergaulan dengan mereka. Tetaplah bergaul dengan damai namun dengan tetap mengingat tujuan akhir kita yaitu kekudusan. Bergaul dengan damai akan memberi kesempatan untuk mewartakan kebenaran iman. Pada saat itu, warta keselamatan atau kesaksian dari Anda akan mereka pahami dengan baik karena Anda bergaul dengan damai. Bisa jadi, suatu saat Anda mengadakan syukuran di rumah, maka Anda bisa mengundang mereka untuk mendoakan dengan gaya mereka, namun juga mereka akan tahu bahwa umat Katolik berdoa dengan cara Katolik. Dengan demikian pergaulan yang damai dan sehat akan memperluas wawasan mereka. Seperti St Paulus mengajari orang Athena mengenai “Allah yang Tidak Dikenal” (Kis 17:16-34) semoga suatu saat kesempatan datang pada Anda pula.

      Salam
      RD. Yohanes Dwi Harsanto

  2. Apakah yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus dalam petikan 1 Korintus bab 13 : 9 – 10? Terima kasih.

    • Salam dari Sabah,

      1 Kor 13:9-10 menuliskan “Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.” Ayat ini mengungkapkan bahwa pengetahuan kita akan Tuhan tidaklah sempurna, karena memang kita memahami Tuhan berdasarkan perbandingan, kontras, dan juga pengalaman-pengalaman kita. Namun, karena Tuhan adalah tak terbatas dan kita adalah terbatas, maka bagaimana hebatnya pengetahuan dan pengalaman kita akan Tuhan, kita tidak akan dapat mengerti dan mengalami Tuhan sebagaimana adanya dia. Pengalaman untuk melihat Allah muka dengan muka ini hanya terjadi kita bersatu dengan Tuhan di dalam Kerajaan Sorga.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. Solidaritas Katolik dalam Idul Adha
    1.Kristianitas tidak lagi mengimani daging kurban sebagai silih dosa karena Kristus sendiri sebagai Anak Domba Allah mengorbakan diri-NYa demi keselamatan kita.
    2.Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa paroki berpartisipasi dalam menyumbangkan hewan korban pada peristiwa Idul Adha.
    3.Agar tidak menjadi batu sandungan, bagaimana memaknai kesetiakawanan gereja Katolik tersebut dalam terang kristianitas?

    • Salam Herman Jay,

      Supaya tidak membuat sandungan, tentu saja seksi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Paroki mesti menjelaskan maksud dan tujuan program tersebut kepada umat melalui media-media paroki. Saya duga keras, program tersebut melulu untuk membina hubungan baik dengan tetangga sekitar yang beragama Islam. Kalaupun mau diterangi dengan ajaran iman Kristen Katolik mengenai korban, cukuplah dari penjelasan no 1 yang Anda tulis. Bisa ditambahkan bahwa praktek kurban dalam Perjanjian Lama ialah antisipasi (kerinduan) bagi kurban Kristus dalam Perjanjian Baru dan Kurban Kristus dalam Perjanjian Baru sudah merangkum semua, menyempurnakan semua kurban perjanjian lama. Makna Korban yang dilakukan Abraham ialah juga tanda iman yang kuat kepada Allah karena mau mengorbankan anak lelakinya. Bagi kita, pengorbanan Ishak mengantisipasi kurban Kristus putra Allah. Anggap saja, yang dilakukan umat Muslim ialah melakukan apa yang dilakukan Abraham dalam Perjanjian Lama tersebut dan semoga bantuan itu membuat relasi sebagai anak-anak Abraham Bapa Kaum Beriman tetap baik atau makin baik.

      Menurut saya, aksi sosial menyumbangkan hewan kurban tersebut mesti dilihat sebagai tindakan baik Gereja untuk membina kerukunan dengan cara membantu pengurus masjid terdekat dalam pengadaan sarana mereka berhari raya. Hal yang sama bisa pula terjadi dengan paroki yang membantu pengurus jemaah Islam setempat dalam mendirikan bangunan masjid, walaupun kita tidak mengimani isi doa sholat dan isi teologis bangunan masjid, kita membantu pula. Atau, hal yang sama terjadi ketika umat Islam berpuasa, dan Gereja membantu menyediakan hidangan buka puasa agar saudara muslim yang sedang berada di dekatnya bisa segera berbuka walau kita tidak mengimani puasa dalam paham mereka.

      Dalam hal ini, kita tidak masuk ke ajaran iman, melainkan sosial. Bagi Gereja Katolik hal ini tidak masalah secara teologis karena membantu sesama selalu merupakan wujud cinta kasih, apalagi jika bantuan kita diharapkan dan diterima dengan baik dan rasa terimakasih. Memang, pada beberapa kasus, jika bantuan tersebut justeru tidak diterima, sebaiknya tidak usah diteruskan, karena masalah muncul bukan dari pihak kita yang membantu, dari yang dibantu, yaitu tidak rela dibantu. Namun selama bantuan diterima (bahkan mungkin diharapkan), maka tidak masalah sama sekali.

      Salam
      RD. Yohanes Dwi Harsanto

      • Salam damai Kristus Romo,

        Kalau memakan daging korban boleh tidak ya? Mengingat dalam kitab didakhe ada larangan untuk memakan makanan yg dipersembahkan pada allah lain.

        Mohon jawabannya ya Romo.

        Terimakasih dan Tuhan memberkati

        • Salam Bernardus Aan,

          Tuhan Yesus sudah menegaskan mengenai makan bahan persembahan (dalam konteks boleh dan tak boleh melakukan sesuatu pada hari Sabat, Mat 12: 1-8) sbb: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan baik oleh ia maupun mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?” (Ay 3-4). Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” (Kisah Daud yang makan bahan persembahan yang dilarang dimakan itu ada di 1Sam 21:1-6).

          Jelas bahwa orang Katolik yang telah disatukan oleh Kristus ke dalam diri-Nya karena iman dan baptisan, mengatasi hukum persembahan ala Taurat. Mengenai sikap sosial terhadap persembahan ini kita berprinsip seperti St Paulus dalam suratnya kepada umat Korintus (lihat 1Kor 8: 1-13). Konteks sosial kemasyarakatan setempat silahkan diperhatikan.

          Waktu tinggal di pastoran sebuah paroki di Jogja, saya dikirimi “daging kurban” dari Panitia Idul Kurban masjid terdekat. Konteks sosialnya ialah demi persaudaraan antar sesama warga kampung, dan juga praktis untuk segera menghabiskan daging kurban yang banyak itu, karena tak ada orang miskin di kampung kami. Mengenai “daging kurban” dari para sahabat Muslim, kita pun harus mengingat bahwa “konsep kurban hewan” menurut Islam bukan seperti konsep kurban hewan menurut Yahudi. Kurban hewan menurut Islam lebih ke soal ketaatan iman / ketakwaan pada perintah Allah seperti Abraham yang takwa taat/ setia/ patuh pada perintah Allah yang mau menyembelih anak lelakinya. Bukan persembahan daging hewan agar Allah menyelamatkan. Konsepnya lain.

          Salam
          RD. Yohanes Dwi Harsanto

          • Terimakasih atas penjelasannya Romo….Puji Tuhan bisa saya mengerti dengan baik.

            Tuhan memberkati,

            Shalom,
            Aan Yunanto Prasetyo Bernardus

Comments are closed.