Pertanyaan:
Salam Bpk Stev
Ijinkan saya bertanya
Apakah ada hubungannya atau bisa dihubungkan tidak 7 Dosa pokok dengan dosa terhadap 10 perintah Allah? Ada 10 perintah, berarti kalau dialanggar ada 10 pelanggaran/dosa, kmudian dimanakah posisi 7 dosa pokok ini?
Salam,
Dela
Jawaban:
Shalom Dela,
Nampaknya memang tidak ada hubungan langsung antara ke-10 perintah Allah dengan ke-7 dosa pokok (capital sins).
1. 10 Sepuluh Perintah Allah
Ke-10 perintah Allah disusun atas dasar kedua hukum kasih yang diajarkan oleh Tuhan Yesus (Mat 22:34-40; Mrk 12:28-34; Luk 10:25-28) yaitu: kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan kasih kepada sesama (perintah 4-10). Urutan ke-10 perintah Allah tidak diberikan atas dasar kebetulan, tetapi menurut St. Thomas Aquinas, memang ada alasannya tergantung dari tingkatan prioritasnya:
Perintah 1-3: Kasih kepada Allah
1. Karena hanya ada Satu Allah, maka hanya Dia yang patut disembah oleh manusia. Karena itu, Allah melarang manusia membuat patung berhala untuk disembah sebagai allah lain (perintah pertama).
2. Berhubungan dengan Tuhan, yang ada di dalam hati/ pikiran manusia, adalah nama-Nya yang kudus. Nama Tuhan harus dihormati sehingga tidak boleh disebut dengan sia- sia (kedua).
3. Tuhan menetapkan satu hari dari ketujuh hari sebagai peringatan akan Diri-Nya, dan hari ini harus dikuduskan (ketiga).
Perintah 4-10: Kasih kepada sesama seperti kasih kepada diri sendiri
4. Di antara sesama, yang terutama adalah orang tua, yang melahirkan dan memelihara keturunannya. Tuhan memberikan kuasa kepada para orang tua untuk menjadi wakil Tuhan, dalam membimbing dan mengkoreksi anak- anak mereka. Karena itu, anak- anak harus menghormati orang tua (keempat).
5. Kehidupan diri sendiri dan sesama harus dihargai (kelima).
6. Tubuh harus dihormati, demikian juga dengan kemampuannya untuk menyalurkan kehidupan (keenam).
7. Harta milik sesama harus dihormati (ketujuh).
8. Nama baik sesama harus dihormati (kedelapan).
9. Untuk menjaga hak- hak sesama, terutama hak- haknya sebagai keluarga (kesembilan).
10. Hak sesama atas harta miliknya harus dihargai (kesepuluh).
2. Tujuh Dosa pokok
Katekismus mengajarkan tentang ketujuh dosa pokok sebagai berikut:
KGK 1866 Kebiasaan buruk dapat digolongkan menurut kebajikan yang merupakan lawannya, atau juga dapat dihubungkan dengan dosa-dosa pokok yang dibedakan dalam pengalaman Kristen menurut ajaran Santo Yohanes Kasianus dan Santo Gregorius Agung (Bdk. mor 31,45). Mereka dinamakan dosa-dosa pokok, karena mengakibatkan dosa-dosa lain dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang lain. Dosa-dosa pokok adalah kesombongan, ketamakan, kedengkian, kemurkaan, percabulan, kerakusan, kelambanan, atau kejemuan [acedia].
Ketujuh dosa pokok tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan kasih, namun berhubungan langsung dengan sifat- sifat kelemahan manusia. Walaupun tidak disebutkan urutannya persis dalam Kitab Suci, namun Kitab Suci menyebutkan secara langsung ataupun tidak langsung, ketujuh dosa tersebut. Ketujuh dosa pokok itu adalah untuk dilawan dari ketujuh kebajikan pokok (Kesombongan dengan kerendahan hati; ketamakan dengan kemurahan hati; iri hati/dengki dengan kasih; kemarahan dengan kebaikan; nafsu dengan pengendalian diri, kerakusan dengan kesederhanaan/ke- bersahaja-an, kemalasan dengan kerajinan).
Dengan demikian kita melihat bahwa walaupun nampaknya tidak berhubungan langsung dengan ke-10 perintah Allah, namun terdapat kemiripan antara ke-7 dosa pokok dan ke-10 perintah Allah. Misalnya dosa pokok percabulan berhubungan dengan perintah ke-6 dan 9; dosa pokok ketamakan dengan perintah ke-7 dan 10, dst. Menurut hemat saya, Gereja Katolik mengajarkan kedua hal ini (10 perintah Allah dan 7 dosa pokok) untuk melihat dosa dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang Allah (melalui perintah-Nya), dan dari sudut pandang manusia. Harapannya adalah dengan mengenali keduanya, manusia dapat memeriksa batinnya dengan lebih baik, sehingga dapat mengakui segala dosanya dan berusaha memperbaikinya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom tim katolisitas
Saya mau tnya, bagaimana ya caranya agar lepas dari dosa kemalasan?
Jujur saja, saya ingin jd penulis, cm tiap kali mau nulis selalu saja kalah dgn malas
Mohon sarannya dear tim katolisitas, supaya saya bsa lepas dari dosan ini
Terima kasih
Shalom AndyKur,
Silakan membaca artikel di atas, silakan klik, dan tanya jawab di bawahnya. Dosa kemalasan, seperti halnya dosa pokok lainnya harus dilawan dengan kebajikan lawannya. Dalam hal ini, dilawan dengan kebajikan keperkasaan (fortitude). Katekismus mengajarkan:
KGK 1808 Keperkasaan (fortitude) adalah kebajikan moral yang membuat tabah dalam kesulitan dan tekun dalam mengejar yang baik. Ia meneguhkan kebulatan tekad, supaya melawan godaan dan supaya mengatasi halangan-halangan dalam kehidupan moral. Kebajikan keperkasaan memungkinkan untuk mengalahkan ketakutan, juga ketakutan terhadap kematian dan untuk menghadapi segala percobaan dan penghambatan. Ia juga membuat orang reIa untuk mengurbankan kehidupan sendiri bagi suatu hal yang benar. “Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku” (Mzm 118:14). “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh 16:33).
Dalam kasus Anda, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah kemalasan Anda itu membawa pengaruh yang besar lainnya dalam perkembangan kepribadian dan kehidupan Anda? Sebab malas menulis pada orang yang mempunyai talenta untuk menulis tentu berbeda bobotnya dengan orang yang malas menulis, tetapi ia memang tidak mempunyai bakat menulis. Atau kemalasan menulis bagi seorang yang mata pencahariannya adalah penulis/ wartawan, berbeda bobotnya dengan kemalasan menulis bagi orang yang hanya menulis karena mengisi waktu luang. Sebab malas menulis bagi seorang yang mencari nafkah sebagai penulis, artinya adalah malas bekerja, yang dapat berakibat menelantarkan diri sendiri dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.
Para Santa/ santa menganjurkan kita untuk mengatasi kecenderungan dosa tertentu dengan kebajikan lawannya. Jadi kemalasan harus dilawan dengan kerajinan/ keperkasaan. Ini dapat dicapai antara lain dengan, bangun lebih pagi, mencari inspirasi untuk menulis, membangkitkan keinginan menulis dengan membaca kembali karya-karya Anda yang dulu, atau karya-karya penulis yang Anda kagumi, dst. Dan, terutama, mohonlah pertolongan Tuhan untuk bangkit dari kemalasan. Dan katakanlah kepada diri sendiri, “Tuhan, aku mau melawan kemalasanku ini, sebab aku mengasihi Engkau. Engkaulah kekuatanku, ya Tuhan, tolonglah aku untuk mengalahkan kelemahanku.”
Sejujurnya pergumulan Anda kurang lebih juga menjadi pergumulan setiap orang untuk melawan kelemahannya masing-masing. Mari berjuang bersama untuk mengalahkan kelemahan kita, dengan pertolongan rahmat Tuhan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya menulis karena ingin mencari penghasilan tambahan bu
Terima kasih bu Inggrid utk sarannya
Tuhan memberkati Anda selalu. ;)
Syalom ibu Ingrid,
Dalam 10 perintah Allah ‘Kuduskan hari sabat’bagai mana kita yang bekerja pada hari minggu,dan bagai mana kutipan pada Injil Luk 14 1-6 Yesus yang menyembuhkan orang yang kena busung air
Maksih,GBU
Shalom Fransiskus Dany,
Perintah untuk menguduskan hari Sabat, pada intinya adalah untuk mengkhususkan hari tersebut untuk Tuhan, dan menjadikannya sebagai hari istirahat.
KGK 2173 Injil memberitakan kejadian-kejadian, di mana Yesus dipersalahkan karena Ia melanggar perintah Sabat. Tetapi Yesus tidak pernah melanggar kekudusan hari ini (Bdk. Mrk 1:21; Yoh 9:16). Dengan wewenang penuh Ia menyatakan artinya yang benar: “Hari Sabat diadakan untuk manusia, bukan manusia untuk hari Sabat” (Mrk 2:2). Dengan penuh belas kasihan Kristus menuntut hak, supaya melakukan yang baik daripada yang jahat dan menyelamatkan kehidupan daripada merusakkannya pada hari Sabat (Bdk. Mrk 3:4). Hari Sabat adalah hari Tuhan yang penuh kasih dan penghormatan Allah (Bdk. Mat 12:5; Yoh 7:23). “Jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat” (Mrk 2:28).
Oleh karena prinsip inilah, maka Kristus menyembuhkan seorang yang sakit busung lapar pada hari Sabat (Luk 14:1-6), sebab menolong sesama yang menderita merupakan salah satu wujud nyata perbuatan kasih kepada sesama, atas dasar kasih kepada Tuhan. Dengan demikian perbuatan yang dilakukan Yesus adalah penggenapan hukum Sabat dan bukan pelanggaran atas hukum Sabat.
Demikianlah, penggenapan hukum Taurat oleh Kristus tidak selalu sama dengan yang secara harafiah dipahami oleh bangsa Yahudi. Kristus menggenapinya dengan memberikan makna yang baru pada hukum Sabat (oleh karena itu disebut Perjanjian Baru) dengan kebangkitan-Nya pada hari pertama dalam minggu, yaitu pada hari Minggu, dan karenanya menandai hari Tuhan dengan hari pertama penciptaan, sebab mereka yang percaya kepada Kristus adalah ciptaan yang baru.
KGK 2174 Yesus telah bangkit dari antara oang mati pada “hari pertama minggu itu” (Mat 28:1; Mrk 16:2; Luk 24:1; Yoh 20:1). Sebagai “hari pertama”, hari kebangkitan Kristus mengingatkan kita akan penciptaan pertama. Sebagai “hari kedelapan” sesudah hari Sabat (Bdk. Mrk 16:1; Mat 28:1), ia menunjuk kepada ciptaan baru yang datang dengan kebangkitan Kristus. Bagi warga Kristen, ia telah menjadi hari segala hari, pesta segala pesta, “hari Tuhan” [he kyriake hemera, dies dominica], “hari Minggu”.
“Pada hari Minggu kami semua berkumpul, karena itulah hari pertama, padanya Allah telah menarik zat perdana dari kegelapan dan telah menciptakan dunia, dan karena Yesus Kristus. Penebus kita telah bangkit dari antara orang mati pada hari ini” (Yustinus, apol. 1,67).
KGK 2175 Hari Minggu jelas berbeda dari hari Sabat, sebagai gantinya ia – dalam memenuhi perintah hari Sabat – dirayakan oleh orang Kristen setiap minggu pada hari sesudah hari Sabat. Dalam Paska Kristus, hari Minggu memenuhi arti rohani dari hari Sabat Yahudi dan memberitakan istirahat manusia abadi di dalam Allah. Tatanan hukum mempersiapkan misteri Kristus dan ritus-ritusnya menunjukkan lebih dahulu kehidupan Kristus (Bdk. 1Kor 10:11).
“Mereka yang hidup menurut kebiasaan lama sampai kepada harapan baru dan tidak lagi menaati hari Sabat, tetapi hidup menurut hari Tuhan, pada hari mana kehidupan kita juga diberkati oleh Dia dan oleh kematian-Nya…” (Ignasius dari Antiokia, Magn. 9, 1).
KGK 2176 Perayaan hari Minggu berpegang pada peraturan moral, yang dari kodratnya telah ditulis dalam hati manusia: memberikan kepada Allah “satu penghormatan yang tampak, yang resmi dan yang teratur sebagai peringatan akan perbuatan baik dan umum, yang menyangkut semua manusia” (Tomas Aqu., s.th. 2-2,122,4). Perayaan hari Minggu memenuhi perintah yang berlaku dalam Perjanjian Lama, dengan mengambil irama dan semangatnya, di dalam merayakan Pencipta dan Penebus umat-Nya setiap minggu.
Di samping sebagai hari rahmat, hari tersebut juga merupakan hari istirahat:
KGK 2184 Sebagaimana Allah berhenti pada hari ketujuh, setelah Ia menyelesaikan seluruh pekerjaan-Nya” (Kej 2:2), demikianlah kehidupan manusia mendapat iramanya melalui pekerjaan dan istirahat. Adanya hari Tuhan memungkinkan bahwa semua orang memiliki waktu istirahat dan waktu senggang yang cukup untuk merawat kehidupan keluarganya, kehidupan kultural, sosial, dan keagamaan (Bdk. GS 67,3).
KGK 2185 Pada hari Minggu dan hari-hari pesta wajib lainnya, hendaknya umat beriman tidak melakukan pekerjaan dan kegiatan-kegiatan yang merintangi ibadat yang harus dipersembahkan kepada Tuhan atau merintangi kegembiraan hari Tuhan atau istirahat yang dibutuhkan bagi jiwa dan raga (Bdk. KHK, kan. 1247). Kewajiban-kewajiban keluarga atau tugas-tugas sosial yang penting memaafkan secara sah perintah mengikuti istirahat pada hari Minggu. Tetapi umat beriman harus memperhatikan bahwa pemaafan yang sah tidak boleh dijadikan kebiasaan yang merugikan penghormatan kepada Allah, kehidupan keluarga, dan kesehatan.
“Kasih akan kebenaran mendorong untuk mencari waktu senggang yang kudus; kasih persaudaraan mendesak untuk menerima pekerjaan dengan sukarela” (Agustinus, civ. 19,19).
KGK 2186 Warga Kristen yang mempunyai waktu luang, harus ingat akan saudara dan saudarinya, yang mempunyai kebutuhan dan hak yang sama, namun karena alasan kemiskinan dan kekurangan tidak dapat istirahat. Di dalam tradisi kesalehan Kristen, hari Minggu biasanya dipergunakan untuk karya amal dan pengabdian rendah hati kepada orang sakit, orang carat, dan orang lanjut usia. Orang Kristen hendaknya juga menguduskan hari Minggu dengan memperhatikan sanak-saudara dan sahabat-sahabatnya yang kurang mendapat perhatian mereka pada hari-hari lain dalam minggu. Hari Minggu adalah hari untuk permenungan, keheningan, pembinaan, dan meditasi yang memajukan pertumbuhan kehidupan Kristen.
KGK 2187 Pengudusan hari Minggu dan hari-hari pesta menuntut usaha bersama. Seorang Kristen harus berhati-hati, supaya jangan tanpa alasan mewajibkan seorang lain melakukan sesuatu yang dapat menghalang-halanginya untuk merayakan hari Tuhan. Juga apabila kegiatan-kegiatan (umpamanya yang bersifat olahraga dan ramah-tamah) dan kepentingan-kepentingan sosial (seperti pelayanan umum) menuntut, agar orang tertentu bekerja pada hari Minggu, tiap orang harus mencari waktu luang yang cukup untuk dirinya. Orang Kristen hendaknya berusaha dengan tenang dan penuh kasih, supaya menghindarkan kekacauan dan kekejaman, yang biasanya timbul dalam pergelaran-pergelaran massa. Kendati ada tuntutan ekonomi, para penguasa harus mengusahakan bagi para warganya waktu yang diperuntukkan bagi istirahat dan ibadat. Para majikan mempunyai kewajiban yang serupa terhadap karyawannya.
KGK 2188 Orang Kristen harus berusaha agar hari Minggu dan hari-hari pesta Gereja diakui sebagai hari libur umum, sambil memperhitungkan kebebasan beragama dan kesejahteraan umum bagi semua. Mereka harus memberi teladan publik mengenai doa, penghormatan, dan kegembiraan, dan membela adat kebiasaan mereka sebagai sumbangan yang sangat bernilai untuk kehidupan rohani dari masyarakat manusia. Seandainya perundang-undangan negara atau alasan-alasan lain mewajibkan orang bekerja pada hari Minggu, namun hari ini hendaknya tetap dirayakan sebagai hari penebusan kita, yang membuat kita mengambil bagian pada “suatu kumpulan yang meriah”, pada “jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di surga” (Ibr 12:22-23).
Dengan demikian, yang terpenting adalah, pada hari Minggu kita merayakan hari penebusan kita. Jika memungkinkan, maka Gereja menganjurkan agar kita beristirahat dari pekerjaan kita selama seminggu itu, dan mengkhususkan hari itu untuk Tuhan, untuk meluangkan waktu bagi keluarga dan sesama, dan untuk beristirahat. Jika karena satu dan lain hal kita terpaksa harus bekerja pada hari Minggu, tetap harus dipenuhi kewajiban kita untuk menguduskan hari Tuhan, yaitu dengan mengikuti perayaan Ekaristi pada hari Minggu, atau Sabtu malam sebelumnya. Selanjutnya silakan tetap diperhatikan ketentuan untuk menyediakan waktu untuk beristirahat dan memperhatikan sesama, terutama anggota keluarga. Mereka yang mempunyai karyawan perlu memperhatikan hal ini, yaitu untuk tidak menghalangi jika karyawan mereka mau beribadah pada hari Tuhan dan untuk memberikan hari istirahat kepada karyawannya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bu Ingrid, saya mempunyai kasus tentang saudara saya yg sudah lama tidak ke Gereja karena disuruh orang tua angkatnya untuk membantu di tempat usahanya. Dia sudah lama tinggal bersama orang tua angkatnya yaitu kakak dari ayahnya (om-nya). Ayah dia sudah meninggal, kondisi ibunya sudah tidak bisa bekerja lagi karena sakit stroke dan diurus oleh kakak perempuannya yang sudah menikah. Karena kasihan, om-nya mengajak dia untuk tinggal bersamanya. Kondisi om-nya (kebetulan non-Kristiani) memiliki usaha yang sangat sibuk dan dapat dikatakan orang kaya, sehingga selain memberikan penghasilan untuk dia juga meringankan beban pekerjaan om-nya. Saking maju usahanya, hari Minggu pun tidak ada bedanya seperti hari biasa, malahan lebih ramai karena yang lain tutup. Ketika saya bertemu dengan dia, dan menanyakan kenapa gak kelihatan ke Gereja lagi. Dia jawab, sebetulnya dia ingin ke Gereja namun kasihan melihat om-nya yang kerepotan dengan usahanya. Selain itu pernah suatu kali dia ke Gereja, namun tantenya menasihatinya katanya “Sebaiknya kamu gak ke Gereja, bantuin om kamu, kasihan sudah tua.”
Bagaimana kasus tersebut menurut Ibu Ingrid?
Shalom Renni,
Sesungguhnya yang dapat dilakukannya adalah mengikuti Misa Minggu pada hari Sabtu sore, sebab dengan demikian ia sudah memenuhi juga kewajiban untuk mengikuti Misa pada hari Minggu. Semoga saudara Anda itu dapat memperoleh izin dari Oom dan tantenya untuk melakukan hal ini, jika tidak memungkinkan baginya untuk mengikuti Misa pada hari Minggu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Setelah menganjurkan anjuran Ibu, sepertinya di daerah dia tinggal tidak ada Misa Sabtu. Karena tinggal di kota kecil, dia memberi tahu hanya ada satu kali Misa yaitu Minggu pagi. Yah, semoga saja Tuhan mengubah hati mereka agar tidak mengekang orang lain untuk beribadah.
[Dari Katolisitas: Tidak ada salahnya menanyakannya terlebih dahulu. Jika memang Minggu pagi adalah satu-satunya Misa, yang mungkin jalan terbaik adalah meminta izin kepada Oom dan Tantenya. Namun demikian, ada baiknya juga dipikirkan jalan ataupun cara lain untuk tetap menunjukkan perhatian yang lebih kepada Oom-nya yang sudah tua itu, agar jangan sampai hal mengikuti Misa hari Minggu menjadi batu sandungan bagi Oom dan Tantenya itu. Jika secara fakta saudara Anda itu tetap dan bahkan lebih memperhatikan Oom dan Tante-nya, maka semoga mereka dapat memberi izin dengan kelapangan hati, karena mengetahui bahwa saudara Anda itu mengasihi mereka.]
Salam bpk Stef / Ibu Inggrid,
Mengenai 10 Perintah Allah yg ketiga, mohon dijelaskan penerapan riil-nya seperti apa dalam kehidupan? Dari situs Kristen yg lain ada yg menuliskan banyak hal detil seperti tidak boleh nonton TV, tidak boleh mengeluarkan uang selain untuk persembahan, tidak boleh mengeluarkan uang selain utk persembahan, tidak ke mall, tidak main game, tidak rekreasi, tidak boleh mengunjungi keluarga kalau hanya sekedar ngobrol/silaturahmi,aktifitas yg diperbolehkan pada hari minggu hanya untuk ke gereja, berdoa, baca firman, puji-pujian & membantu orang lain.
Bagaimanakah menurut ajaran iman Katolik?
trima kasih sebelumnya.. Tuhan memberkati..
Shalom Yosef,
Perintah ke-3 dalam sepuluh perintah Allah berbunyi “Kuduskanlah hari Tuhan” Contoh penjabaran dari perintah ini adalah sebagai berikut:
Berikut ini saya kutipkan dari Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1284-1288) sebagai berikut:
Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Saya ingin bertanya
Saya anak kls 9 smp
Kalau pengendalian diri itu bagaimana caranya?
saya masih bingung bagaimana caranya menerapkan hal itu.
Shalom Randy,
Untuk mengendalikan diri, kita harus meminta rahmat dari Tuhan, agar kita diberi kemampuan untuk dapat mengendalikan diri kita dan pada saat yang bersamaan kita harus bekerjasama dengan rahmat Tuhan. Masa prapaskah ini adalah saat yang tepat untuk melatih pengendalian diri. Pada pagi hari kita minta agar kita diberikan kekuatan untuk dapat mengendalikan diri (baik dari menyantap makanan yang berlebihan, godaan untuk berbuat curang, marah, berfikir yang jelek terhadap teman, berontak terhadap orang tua, berkata-kata dengan tidak sopan, tidak jujur, dll). Ketika godaan itu muncul pada saat-saat tertentu, maka kita belajar untuk mengendalikan diri kita untuk berkata tidak terhadap semua hal di atas. Kita mengingatkan diri kita bahwa walaupun tidak ada orang yang melihat, namun Tuhan melihat perbuatan kita dan kita juga mengingat bahwa kegagalan untuk mengendalikan diri dapat menyedihkan hati Tuhan.
Contoh sederhana adalah seperti seseorang yang tahu bahwa karena ada ulangan esok hari, maka seseorang dapat mengendalikan dirinya untuk tidak main game atau bermain dengan teman-teman, sehingga dia dapat mengerjakan ulangan dengan baik. Contoh lain adalah seseorang yang ingin mengurangi berat badan harus dapat mengendalikan diri untuk tidak makan terlalu banyak dan tidak makan yang terlalu berlemak. Kalau dua contoh di atas mempunyai motivasi yang bersifat sementara (duniawi), maka hal yang sama dapat kita terapkan dengan motivasi untuk kehidupan spiritual kita. Kalau pengendalian diri ini dilakukan terus-menerus, maka karakter kita akan terbangun dan kehidupan spiritual kita akan menjadi lebih baik. Mari, kita belajar bersama-sama untuk mengendalikan diri.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom mb Ingrid..
saya mau tanya..
kenapa ya, kalau sdh telanjur masuk dalam dosa percabulan, orang kebanyakan susah untuk menghindarinya?
di dalam hati ingin berhenti dan bertobat, tapi pelaksanaannya terasa susah sekali..
kalau sdh berbuat dosa, rasanya sangat menyesal dan takut..
solusinya gmn ya, biar bisa benar2 keluar dari jerat dosa itu?
memang benar, dosa itu bs memunculkan dosa2 yg laen, seperti berbohong..
trima kasih sebelumnya..
Shalom Teaa,
Untuk agar lepas dari dosa percabulan ini, memang dibutuhkan rahmat Tuhan, namun rahmat Tuhan ini juga memerlukan kerja sama dari orang yang bersangkutan. Silakan membaca di jawaban ini, untuk membaca langkah- langkah yang perlu dilakukan silakan klik.
Di atas semua itu mungkin perlu diketahui bahwa dosa percabulan tersebut adalah pelanggaran berat yang dapat membawa efek hilangnya keselamatan kekal dari orang yang bersangkutan, sebab dengan memilih untuk melakukan dosa percabulan, sebenarnya yang dilakukannya adalah menolak Allah dengan memilih dosa. Ia tidak lagi menjadikan tubuhnya sebagai Bait Allah Roh Kudus, dan dengan demikian ia memilih sendiri penghukuman atas dirinya, karena ia tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.
Sabda Tuhan mengatakan demikian:
“Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak! Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: “Keduanya akan menjadi satu daging.” Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia. Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, –dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Kor 6:15-20)
“Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu seperti yang telah kubuat dahulu bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” (Gal 5:19-21)
Demikian, semoga sabda Tuhan ini dapat menegur dan mendorong siapapun yang sedang bergumul dengan dosa percabulan untuk meninggalkan cara hidup yang lama, untuk hidup baru bersama Kristus. Meninggalkan dosa percabulan itu dapat terasa berat bagi yang menjalaninya, karena melibatkan keputusan untuk “mati terhadap diri sendiri”, agar dapat hidup seturut kehendak Tuhan. Mati terhadap keinginan diri inilah yang sering sulit dilakukan karena pengaruh faktor cinta diri, yang terikat pada keinginan dunia yaitu keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (lih. 1 Yoh 2:16). Namun baik untuk diingat bahwa segala kesenangan daging sifatnya adalah sementara, dan tidak menghantar kepada kehidupan kekal. Mari kita memohon rahmat Tuhan agar beroleh hati bijaksana, agar tidak terbuai kesenangan sesaat dan mengabaikan kebahagiaan kekal.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Kalo zinah, mengapa akar dosa?? Dosa apa yang bisa disebabkan jika berbuat zinah??
Shalom Vonia,
Zinah dapat menimbulkan dosa- dosa yang lain, misalnya berbohong karena malu, atau misalnya jika perzinahan itu membuahkan janin, lalu jika sang ibu atau ayah dari janin itu tidak menginginkannya, lalu mengaborsi anak itu, maka ibu atau ayahnya itu melakukan dosa pembunuhan. Belum lagi jika zinah itu ternyata membuat orang itu semakin masuk dalam ketergantungan terhadap dosa perzinahan, lama- kelamaan ia menjadi semakin menjauh dari Tuhan, dan bahkan dapat menjadi tidak peduli dengan Tuhan, atau tidak peduli dengan kesakralan sakramen, jika dalam keadaan demikian, tanpa bertobat ia tetap menerima Ekaristi, ini melanggar perintah Tuhan yang pertama.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya mau tanya.. Kenapa malas merupakan akar dosa?? Dosa apa saja yang bisa dihasilkan jika malas???
Shalom Vonia,
Malas adalah akar dosa, karena daripadanya bisa menghasilkan dosa- dosa lainnya. Ambil contoh saja, seorang yang malas berdoa dan malas bangun pagi pada hari Minggu. Lalu dosa berikutnya adalah tidak ke gereja dan menguduskan hari Tuhan (melanggar perintah ketiga dalam sepuluh perintah Allah). Lalu akibatnya lama- lama ia menjadi jauh dengan Tuhan dan tidak lagi mempedulikan Tuhan dalam hidupnya, dan lebih memperhatikan kesenangannya sendiri. Jika berlarut- larut, kesenangannya (entah nonton TV, tidur, bermalas malas, terlalu asyik dengan hobby dst) bisa menggeserkan tempat Tuhan di dalam hidupnya. Ini bisa melanggar perintah pertama yaitu untuk menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam hidup ini, dan agar jangan sampai ada allah- allah lain di hadapan Allah.
Atau orang yang malas bekerja untuk mencari nafkah, terutama jika ini terjadi pada seorang ayah/ kepala keluarga. Akibatnya, anak istri terbengkalai. Lalu jika keluarga menyampaikan protes/ keberatan, dan sang ayah ini masih tetap malas lalu bisa saja istri menjadi marah. Kemarahan ini bisa juga ditanggapi dengan kemarahan lagi, atau jika sampai parah, adalah perceraian. Perceraian ini juga dapat berbuntut panjang, misalnya perzinahan. Demikianlah, awalnya dari kemalasan, namun buntutnya bisa menyangkut banyak dosa yang lain.
Semoga Tuhan membantu kita agar tidak jatuh ke dalam dosa kemalasan ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
saya mau bertanya ?
7 dosa pokok itu apa saja ?
jika dijelaskan disitu saya tidak mengerti penjelasnnya…….
saya anak kelas 6 sd
memohon pejelasan yang lebih jelas
Shalom Mira Tania,
Dosa pokok itu maksudnya adalah dosa awal yang sering menimbulkan dosa lainnya, semacam akar pada tanaman, kalau dibiarkan tumbuh maka bisa menjadi batang dan ranting- ranting. Gereja Katolik mengajarkan ada tujuh macam dosa akar itu, yaitu:
1. Kesombongan
2. Keserakahan
3. Iri hati/ dengki
4. Kemarahan
5. Percabulan (melakukan perbuatan yang tidak senonoh)
6. Kerakusan (dalam hal makanan)
7. Kemalasan
Nah, misalnya seseorang yang sedang marah, lalu ia dapat juga berkata- kata kasar ataupun melukai orang lain, bahkan kalau ia kalap, lalu dapat membunuh orang lain. Maka dosa awalnya adalah kemarahan, namun bisa mengakibatkan dosa- dosa lainnya, bahkan pembunuhan.
Atau seorang yang serakah, lalu karena keserakahannya ia mencuri, lalu setelah ketahuan, dapat saja ia berbohong. Nah di sini terlihat dosa awalnya adalah keserakahan, tapi bisa mengakibatkan dosa- dosa yang lain, misalnya pencurian dan penipuan.
Semoga menjadi lebih jelas, ya Mira.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam bpk Stef / Ibu Inggrid,
Bisakah dijelaskan lebih lanjut pengajaran Katolik tentang dosa kemalasan/kelambanan/kejemuan? Sudah agak lama saya merasa jenuh dengan pekerjaan saya. Akibatnya kurang bisa bersemangat dalam hidup sehari-hari dan tidak maksimal dalam pekerjaan. Penyebab utamanya mungkin 1) jenis pekerjaan yang tidak cocok. Pekerjaan saya dalam manajerial banyak berhubungan dengan pengaturan SDM, administrasi, penjadwalan sedangkan saya cepat jenuh dengan rutinitas. 2) Gaji yang rendah. Saya tidak bermaksud serakah, tapi menurut saya, pekerjaan dengan gaji rendah berarti kontribusi riil terhadap masyarakat juga sedikit.
Saya sudah mengutarakan hal ini pada pimpinan perusahaan, dan ybs nampaknya mengerti. Terkait kecocokan dengan pekerjaan, ybs juga berpendapat saya mungkin lebih cocok di dept lain seperti R&D. Tapi masalahnya, tampaknya ybs tidak segera mencari pengganti posisi saya dalam waktu dekat, kemungkinan ybs baru mencari pengganti setelah kontrak kerja saya habis, yang masih sekitar 1 tahun lagi. Terkait gaji, memang skala perusahaan itu sendiri termasuk kecil.
Apakah kejemuan dalam bekerja seperti kasus saya merupakan juga kemalasan/kelambanan/kejemuan yang dijelaskan pada artikel di atas?
Shalom Lukas,
Yang dimaksudkan dengan kejemuan di sini terutama adalah sifat pemalas, sehingga orang tidak mempunyai semangat di dalam hidup, malas bekerja, padahal dari segi fisik/ jasmani, tidak ada yang menghalanginya untuk dapat bekerja mencari nafkah, entah bagi dirinya sendiri ataupun keluarga yang menjadi tanggungjawabnya.
Maka agaknya, diperlukan kebijaksanaan untuk menilai apakah tingkat ‘kejemuan’ yang anda alami masih dalam batas- batas wajar, atau tidak. Sebab memang dapat dikatakan manusia mempunyai kecenderungan merasa jemu, jika harus melakukan pekerjaan yang sama setiap kali, namun pekerjaan itu tidak disukai. Tetapi yang baik di sini adalah, minimal anda mau bekerja, dan dengan demikian tidak masuk dalam katagori orang yang mengalami kejemuan total, sehingga malas melakukan pekerjaan apapun. Juga adalah suatu yang positif bahwa anda mendiskusikannya dengan atasan anda, yang nampaknya juga mau membantu anda, walau anda harus bersabar menunggu hingga masa kontrak kerja anda selesai. Jika kondisi ini tidak memungkinkan untuk diubah, maka memang nampaknya anda memang harus menunggu. [Kecuali anda punya pilihan lain, misalnya ada orang lain yang mempunyai kualifikasi seperti anda yang bersedia menggantikan pekerjaan anda, dan anda dapat memperoleh pekerjaan lain, namun semua ini atas ijin juga dari atasan anda, sesuai dengan etika kerja]. Namun jika belum ada, maka sambil menunggu, silakan anda memotivasi diri anda sendiri, agar anda tidak lekas jemu. Mungkin anda dapat mengingat ajaran Rasul Paulus, agar pada saat anda bekerja, anda dapat dengan segenap hati melakukan pekerjaan itu sebagai tugas menunaikan kehendak Allah, dan dengan rela menjalankan pelayanan anda seperti melayani Tuhan dan bukan manusia (lih. Ef 6:6-7). Sebab jika anda dapat memusatkan hati kepada Tuhan, maka pelaksanaan tugas sehari- hari juga dapat menjadi lebih ringan.
Lagipula, anda dapat pula menganggap ‘masa penantian’ ini sebagai masa Tuhan mempersiapkan anda untuk tugas yang lebih besar di kemudian hari. Sikap konsisten, kerja keras dan dedikasi yang tinggi, harus dimiliki di dalam pekerjaan apapun. Walaupun pekerjaan yang anda harapkan di R&D nampaknya lebih bervariasi dan tidak monoton/ rutin, tetapi saya percaya tetap ada dari segi pekerjaan itu yang juga bersifat rutin, karena pada dasarnya setiap pekerjaan yang kita lakukan setiap hari akan mempunyai sifat rutinitas. Bahkan kehidupan keluarga dan hubungan suami istri juga dapat terjebak menjadi ‘rutinitas’ jika kita tidak menghayati dengan sungguh panggilan hidup kita dan pandai- pandai mengisinya dengan hal- hal yang menyegarkan. Agaknya, kita semua, termasuk anda dan saya, harus membiasakan diri untuk mengatasi perasaan rutinitas ini. Mari kita hayati bahwa segala yang rutin belum tentu buruk dan membosankan. Sebab tarikan nafas kita adalah sesuatu yang rutin, demikian lupa rutinitas kita berdoa, bangun dan tidur, makan, mandi, dst., juga adalah kegiatan rutin, tetapi toh kita butuhkan setiap hari, dan kegiatan itulah yang menopang kehidupan kita setiap harinya. Maka sepanjang kita masih dapat melakukan kegiatan tersebut setiap harinya, kita patut bersyukur kepada Tuhan, sebab artinya kita masih hidup dan sehat. Kedua karunia ini adalah karunia yang sangat berharga namun seringkali kurang diingat orang, justru karena nampak sangat ‘sederhana’, maka sering baru disadari ketika kedua hal ini tidak lagi dimiliki.
Demikian, semoga uraian di atas mengingatkan kita bahwa setiap kesempatan di dalam hidup kita adalah kesempatan kita untuk bersyukur kepada Tuhan atas segala yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Mungkin dengan sikap penuh syukur seperti ini, kita dapat menjalani kehidupan dengan lebih positif dan tidak lekas menjadi jemu dan bosan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Bpk Stev
Ijinkan saya bertanya
Apakah ada hubungannya atau bisa dihubungkan tidak 7 Dosa pokok dengan dosa terhadap 10 perintah Allah? Ada 10 perintah, berarti kalau dialanggar ada 10 pelanggaran/dosa, kmudian dimanakah posisi 7 dosa pokok ini?
Salam
[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.