Pertanyaan
Saya mau bertanya, apa yang dimaksud/arti dari ayat 1 Korintus 7:13-14 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia,janganlah ia menceraikan laki-laki itu. 14 Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.- Dan satu masalah lagi dimana saya memang merokok dan sekali-kali kalau pergi ke acara pesta dimana pada acara pesta tersebut biasanya menyediakan bir(maklum tradisi etnis tionghoa)dan saya meminumnya tapi tidak sampai mabuk(kemabukan seseorang relatip).- Mengenai hal diatas saya pernah dinasehati oleh teman dan dia menunjukkan ayat 1 Korintus 3 : 16-17 Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu ? 17 Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.- Mohon penjelasan dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih.- Salam, Andre
Jawaban
Shalom Andre, Terima kasih atas pertanyaannya tentang perkawinan dan serta apakah merokok dan minum bir. Mari kita membahasnya satu persatu.
I. Perkawinan: 1 Kor 7:13-14, dimana dikatakan “13 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. 14 Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.” Dari ayat-ayat ini kita dapat menyimpulkan beberapa hal: 1) Kita harus melihat keseluruhan dari 1 Kor 7:1-16, yang membahas tentang perkawinan. Ayat 1-9 menyatakan hubungan antara suami dan istri. Di Ayat 10-11 terkandung pesan tentang perkawinan yang tak terceraikan, yang kemudian dilanjutkan dengan ayat 12-16 tentang “Pauline privilege” atau hak istimewa Paulus. 2) Pada ayat 10-11 dikatakan “Kepada orang-orang yang telah kawin aku–tidak, bukan aku, tetapi Tuhan–perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya.Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.” Di sini, rasul Paulus menegaskan kembali pengajaran dari Kristus tentang apa yang dipersatukan oleh Tuhan tidak dapat diceraikan oleh manusia (lih. Mt 19:6). Dan hal ini terus dilaksanakan oleh Gereja Katolik, dimana suami-istri dipersatukan dalam perkawinan yang sah (valid) tidaklah terceraikan. 3) Pada ayat 12 dikatakan “Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia.” Di sini, rasul Paulus dengan terang Roh Kudus memberikan suatu aplikasi bagaimana prinsip perkawinan yang tak dapat terpisahkan diterapkan dalam kondisi-kondisi yang sangat khusus. (lihat The Navarre Bible, the Letter of St. Paul, Scepter Publishers – New York, p. 227-228)
a) Kita harus mengerti bahwa kondisi pada waktu itu, lebih mudah untuk cerai secara hukum sipil. Dan menurut hukum Yahudi pada waktu itu, seorang kafir yang menjadi Yahudi dan disunat, maka dia juga berkewajiban untuk melaksakan seluruh hukum Musa, termasuk untuk tidak melakukan hubungan suami-istri dengan istri yang bukan Yahudi (kafir), karena hal itu dianggap najis (uncleanness). Jika sang istri menolak untuk menjadi seorang Yahudi, maka, perkawinan tersebut dapat dikatakan batal. Dalam situasi seperti inilah, rasul Paulus memberikan solusi yang bersifat praktis, yaitu kalau pasangan yang belum mau menjadi Kristen dan tetap mau mempertahankan perkawinan, maka pasangan yang menjadi Kristen (setelah menikah) harus juga tetap mempertahankan perkawinan. Namun kalau pasangan yang bukan Kristen ingin bercerai dan menghujat Tuhan dalam derajat yang tidak dapat ditolerir lagi, yang berakibat bahwa pasangan yang Kristen sama sekali tidak dapat menjalankan agamanya, maka ikatan perkawinan tersebut dapat diputuskan, dalam hal ini oleh Uskup sebagai pihak otoritas Gereja. Hal ini diatur di dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1143-1147, yang disebut “privilegium paulinum“. Namun harus digarisbawahi, bahwa ini adalah permasalahan untuk perkawinan sebelum keduanya menerima Baptisan. Sedangkan jika sebelum perkawinan, salah satu dari pasangan sudah dibaptis, maka ketentuan yang berlaku adalah Perkawinan Campur, yang diatur dalam KHK, 1124-1128.
b) Dari konteks yang telah dijelaskan di atas, maka Baptisan bukan alasan untuk bercerai, namun dapat memperkuat tali perkawinan sehingga tidak terceraikan. Dan kalau dalam tradisi Yahudi, pasangan yang belum mau menjadi Yahudi dianggap najis, maka menurut ajaran Gereja, pasangan yang telah dibaptis dapat menguduskan seluruh anggota keluarga. Pertobatan seseorang dapat membawa anggota keluarga turut merasakan buah-buah pertobatan, sehingga pada akhirnya mereka juga suatu saat dapat dibaptis dan memperoleh keselamatan.
II. Untuk pertanyaan tentang moral: Untuk hal merokok, saya telah menjawabnya disini (silakan klik). Dan tentu saja ini juga berlaku untuk minum bir. Namun, seperti yang dikatakan oleh Andre, bahwa kemabukan seseorang adalah relatif. Jadi walaupun tidak sampai mabuk namun minum terlalu banyak, mungkin akan mengganggu kesehatan dan tidak menerapkan kebajikan penguasaan diri. Jadi, saya ingin mengusulkan untuk tetap berpartisipasi dalam kegembiraan pesta, namun membatasi diri sehingga minum birnya tidak terlalu banyak. Dengan itu, kegembiraan tetap ada, kesehatan tidak terganggu, dan kebajikan penguasaan diri tetap terjaga. Demikian jawaban yang dapat saya berikan. Semoga dapat berguna. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, stef – www.katolisitas.org
selamat siang romo,
saya wanita berusia 25 tahun, saya memiliki seorang kakak laki-laki 1 orang saja,.dia menikah dng wanita kristen secara katolik. Mereka meliki 2 orang anak. saat istrinya bertugas ke luar kota selama 3 bulan, dia selingkuh dengan teman kerjanya disana,kakak saya mengetahui dari keluarga istrinya, namun karn cinta kk saya, ia tetap memaafkan, hingga ia melihat sendiri kejadian memalukan istrinya bersama pria lain….
mereka sudah pisah kurang lebih 3 tahun, saya ingin bertanya apakah kakak saya dapat melakukan pembatalan pernikahan???
mohon penjelasannya,,terima kasih romo.
Shalom Nitta,
Mohon dipahami bahwa pembatalan perkawinan itu tidak sama dengan perceraian. Sakramen Perkawinan yang sudah sah diberikan tidak dapat dibatalkan. Maka permasalahan (dalam hal ini perselingkuhan) yang terjadi setelah perkawinan tidak dapat otomatis menjadi alasan sehingga perkawinan dapat dibatalkan. Pembatalan perkawinan dapat dilakukan hanya jika dapat dibuktikan bahwa perkawinan sudah tidak sah sejak awal mula, oleh suatu halangan atau cacat konsensus yang sudah terjadi sebelum ataupun pada saat perkawinan diteguhkan.
Silakan untuk membaca penjabaran ringkas tentang tiga hal yang membatalkan perkawinan, menurut Hukum Gereja Katolik, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Selamat siang Romo,
Romo, saya adalah seorang wanita Katolik dewasa. Saat ini saya sedang menjalin hubungan dengan seorang pria Budhist yang usianya dua tahun lebih muda dari saya. Dia mengaku kepada saya bahwa sebelumnya dia pernah menjalin hubungan intim dengan mantan pacarnya namun tidak sampai mempunyai anak. Saya bisa menerima kenyataan ini dan tidak mempermasalahkan, karena saya pikir itu adalah kesalahan/dosa dia di masa lalu, asalkan dia sungguh menyesali dan bertobat. Bagaimana pandangan Gereja Katolik mengenai hal ini dan apa yang harus kami dan dia lakukan? Jikalau dia bersedia, apakah bisa mengaku dosa di hadapan Pastor? Atau jika tidak, dapatkah dia mengakui dosa menurut agamanya sendiri? Apakah kami tetap dapat melakukan pemberkatan pernikahan yang sah di gereja Katolik? Mohon penjelasannya Romo, karena saya bingung dengan masalah ini. Saya ingin melanjutkan hubungan ini tapi juga takut menjadi berdosa karena hanya menuruti keinginan sendiri. Terima kasih Romo. Tuhan Memberkati!
Viony Yth
Setiap orang bisa jatuh dalam dosa seperti yang anda ceritakan, karena itu Tuhan yang penuh belaskasih memberikan pengampunan jika manusia bertobat. Asalkan dia bertobat dan tidak mengulangi lagi dan hanya pada anda pasangan setelah resmi menikah, Oleh karena itu, jika pasangan anda sudah bertobat dan mengaku dosa serta berjanji hidup lebih baik, dia bisa menjadi pasangan anda. Namun karena dia bukan Katolik, maka ada halangan beda agama. Halangan bisa diatasi dengan dispensasi dengan berbagai syarat yang harus anda dan dia sepakati. Silakan anda ke Pastor Paroki. Setiap orang Katolik wajib hukumnya menikah secara kanonik. Pertimbangkan dengan baik apakah dia dapat diajak hidup selamanya dengan anda, mencintai anda, dapat saling menerima dan memberi dalam segala hal untuk membangun hidup keluarga? Silakan pertimbangkan jika anda memastikan dengan dia, ajak ke Pastor Paroki di mana anda tinggal untuk melakukan penyelidikan kanonik.
salam
Rm Wanta
Shalom saudara/i yg dihormati dlm Kristus. Aku perlukan sikit pertolongan di sini harap kepada mereka yang di dalam katolisitas boleh bantu :
1) Kalau seorang Katolik berkawin dgn seorang Protestan, bolehkah ibadat/Misa penuh diberikan atau hanya pemberkatan perkawinan saja ?
2) Pemberkatan kawin itu satu sakramen atau tidak ? Kalau bukan sakramen apakah kudus perkahwinan itu & kalau ia suatu sakramen kenapa Misa tidak penuh ?
3) Kalau dulu telah berkawin di gereja Protestan dengan pasangan Protestan, apakah boleh berkawin semula tapi kali ini di gereja Katolik dengan pasangan Katolik pula setelah bercerai secara sah di mahkamah dgn pasangan Protestan itu ?
Soalan ini saya forwardkan dari seorang teman..thx
Salam damai dari Malaysia.
Premus Yth
Perkawinan antara orang terbaptis yang sah (yang baptisannya diakui oleh Gereja Katolik) adalah sakramen, maka perayaan perkawinan mereka bisa diadakan dengan misa, jika pihak yang non- Katolik dapat menghormati perayaan Misa Kudus. Namun sebaiknya, jika pihak yang non- Katolik tidak dapat menerima makna perayaan Ekaristi sebagai penghadiran kembali kurban Tubuh dan Darah Kristus atas kuasa Roh Kudus [umumnya mereka hanya menerima bahwa itu hanya simbol saja], maka sebaiknya yang diadakan hanya pemberkatan perkawinan dengan ibadat sabda. Untuk keterangan selanjutnya, silakan membaca keterangan dari Romo Boli di sini, silakan klik.
Perkawinan beda Gereja bisa disebut sebagai sakramen atau tidak, tergantung dari apakah baptisan gereja Protestan/ non Katolik tersebut sah atau tidak menurut pandangan Gereja Katolik (Gereja Katolik berpegang kepada daftar gereja -gereja yang tergabung dalam PGI).
Perkawinan dua kali tidak sah dan tidak diperkenankan. Perkawinan harus dilakukan oleh sepasang pria dan wanita yang keduanya berstatus bebas. Karena itu jika masih ada ikatan perkawinan sebelumnya harus dibereskan dulu halangan itu. Setelah memiliki status bebas dari halangan baru dapat pemberkatan perkawinan di Gereja Katolik. Untuk mengetahui dapatkah seseorang yang sudah pernah menikah di agama/ gereja lain dan bercerai, menikah lagi di Gereja Katolik, silakan membaca di sini, silakan klik.
salam
Rm Wanta
apa itu semenda?
Ekatom Yth
Semenda dalam pengertian sama dengan sepupu baik oleh hubungan darah atau karena perkawinan. Sepupu termasuk halangan hubungan darah lapis ke empat, semenda dalam garis lurus seperti misalnya anak dari kakak/ adik dapat mengagalkan perkawinan dalam tingkat manapun.
salam
Rm wanta
Romo Yth,
setelah mencari cari informasi yang dibutuhkan, nemu web ini.
Romo, saya ada rencana menikah 1-2 tahun ke depan. saat ini pasangan masih dalam proses katekumen di lampung( masih 2 jam dari kota bandar lampung).
Yang saya mau tanyakan apa prosedur gereja terbaru saat ini apakah pasangan wajib sudah krisma untuk menjalani sakramen perkawinan ? karena kondisinya saat ini saya sudah krisma tapi pasangan masih belum, info dari katekisnya krisma di lampung diadakan setiap 5 tahun sekali, dan apabila di jakarta ada pelajaran krisma tidak memungkinkan juga tiap minggu belajarnya di jakarta, karena ada usaha yang diurus di sana.
apabila sampai waktunya nanti pasangan saya belum krisma, apa bisa dilakukan sakramen perkawinan tersebut? karena pingin sekali nantinya bisa sakramen perkawinan di jakarta, tapi setau saya paroki saya agak ketat, harus sudah krisma dari info yang didengar.
mohon masukan dan pencerahan dari pastor.
Terima kasih.
klementina
Klementina Yth
Karena calon baptis dewasa maka dapat diberikan sakramen inisiasi sekaligus (sakramen baptis, krisma dan ekaristi/komuni kudus). Kewenangan hal ini ada pada pastor paroki dimana dia akan dibaptis. Maka sampaikan ke katekis dan ke rama paroki di Lampung bahwa dapat diberikan sakramen inisiasi. Hal penting katekumenat/calon baptis disiapkan dengan sungguh-sungguh. Mohon dicatat di buku adminstrasi sakramen sakramen yang ada di Paroki. Oleh karena itu tidak perlu menunggu 5 tahun.
salam
Rm Wanta
maaf saya mau bertanya lagi ya romo..
kalau sakramen inisiasi yang romo sebutkan di atas sudah termasuk krisma, jadi romo paroki daerahnya tersebut boleh melakukan sakramen krisma sekaligus pada saat pembaptisan kepada calon baptis ya romo? karena pengetahuan saya yang awam ini , krisma hanya boleh dilakukan oleh Uskup.
terima kasih.
Klementina Yth
Jawabannya penerimaan sakramen inisiasi bisa dilakukan oleh pastor paroki.
salam
Rm Wanta
Romo saya mau meminta petunjut……….,saya menikah tahun 2006, memiliki seorang putra, sejak menikah kami tinggal di rumah orang tua saya, karena papa sudah almarhum…dan adik saya cuma 1,itu juga kerjanya keluar kota,2 mgg sekali baru pulang,di rumah cuma ada mama,saya istri dan 1 anak saya,…permasalahannya adalah sbb: mama dan istri sy sering cekcok, dan sudah beberapa kali ini di damaikan, dana pada suatau hari kejadian itu terulang lg…..kemudian istri saya memberontak, dan pada akhirnya istri saya pulang ke rumah orang tuanya, dan sekarang tidak mau lagi tinggal di rumah org tua saya, inilah yg membuat saya menjadi bingun Romo bagaimana sy haru8s mengambil tindakan yg benar?, jika saya keluar juga dari rumah, berarti mama saya hidup seorang diri di rumah, jika saya tetap tinggal di rumah org tua saya berarti saya berpisah dengan istri dan anak saya……jalan apa yang harus saya tempuh?, di saat perekonomian saya pun sedang terpuruk….mohon petunjuknya Romo, terima kasih.
Didi Yth
Saya memahami persoalan hidupmu. Bagi saya lebih mementingkan keluarga. Ibumu bisa dicarikan seorang pembantu atau orang yang dapat menemaninya dari keluarga. Karena apa? Ketika kita memilih panggilan hidup berkeluarga kita telah pamit dan minta doa restu untuk hidup keluarga, meninggalkan orang tua dan berumahtangga sendiri. Bukan berarti tidak menghormati orang tua. Tetap menghormati orang tua namun kemandirian dalam membangun keluarga yang sehat dan tidak tergantung pada orang tua juga hal yang penting. Oleh karena itu, anda harus tinggal bersama istri dan anak anda dan mencari rumah sendiri berusaha bekerja dengan gigih dan tekun agar keluarga harmonis dan sejahtera.
salam dan doa
Rm Wanta
siang romo Wanta, nama saya Ben
saya mau tanya kasus ini terjadi di keluarga saya, saya pakai nama samaran ya
1. Ibu A menikah dengan B secara katolik, punya seorang anak, anak dibabtis katolik.
2. B menceraikan Ibu A, karena B selingkuh dengan wanita lain. secara hukum sipil, akta cerai sudah keluar tapi belum diurus secara tribunal Gereja
3. Ibu A menikah dengan C secara catatan sipil (karena perceraian ibu A sehingga tidak bisa dinikahkan secara katolik). B menikah dengan wanita lain secara protestan.
4. A dan C punya seorang anak dan anak tersebut dibabtis katolik. akhrinya setelah 23 tahun C meninggal dan ibu A kembali menjanda.
Selama 23 tahun ibu A sadar dia ada dosa dan 23 tahun ga menerima komuni.
yang saya mau tanyakan
1.dari kasus di atas apakah ibu A tetep perlu mengurus perceraian di tribunal gereja atas perkawinan dari si B?
2. Bolehkan ibu A menerima komuni setalah si C meninggal, dan ibu A sudah mengakui dosa2nya selama 23 tahun? sedangkan si B masih hidup.
3 Jika ibu A belum mengurus akta percerai tribunal Gerejanya apakah ada halangan buat anak dari Ibu A dan C yang dibabtis katolik mau terima sakaramen pernikahan?
terima kasih romo
Ben Yth.
Ikatan perkawinan A dan B mesih tetap eksis sampai ada bukti kebalikannya dan dinyatakan oleh Tribunal Gereja Katolik. Jadi untuk statusnya belum bebas, jika dia berkeinginan menikah lagi meskipun pernah menikah kedua dan pasangannya ini telah meninggal dunia. Sebaiknya diurus perkawinan dengan B di tribunal dan untuk hal komuni silahkan mengaku dosa dulu dan minta nasehat Pastor Paroki di mana dia tinggal. Anak yang dibaptis tetap sah secara sipil, tidak ada halangan untuk menikah. KHK 1983 tidak mengenal lagi “dosa orang tua menjadi halangan”.
salam
Rm Wanta
Romo Yth..,
Shalom….
Saya memohon Penjelasan untuk masalah perkawinan yang saya hadapi saat ini..
Saya telah membaca beberapa pertanyaan dan jawaban dari pertanyaan2 yang terdahulu dan mencoba mencari2 permasalahan yang sama atau barang kali mirip dengan permasalah saya tetapi tidak ada.
Perkenankan saya mengajukan beberapa pertanyaan yang sudah saya simpan selama 2 tahun ini.
Saya menikah tahun 1997, mempunyai anak satu. menikah secara katholik dan sudah dibaptis (suami juga).
2 tahun menikah saya bekerja di salah satu PJTKI di luar negeri.
Selama saya bekerja ( 3 Thn ), anak oleh suami saya ditipkan keorang tua saya, dan tidak dinafkai, dan saya tidak tahu di kemanakan uang yang saya kirimkan.
Dan menurut sumber yang bisa saya andalkan selama itu kerja suami saya adalah minum dan mabuk dan tentu ada wanita lain.
Saya menjadi marah dan geram sekali. Jauh dinegara orang say bekerja banting tulang demi keluarga tapi suami saya seperti itu; jadi ketika saatnya pulang saya memutuskan langsung kembali kerumah orang tua saya.
Satu tahun berikutnya kami pisah rumah. dan anak tetap bersama saya.
saat PJTKI tempat saya bekerja dulu meminta saya bekerja kembali, suami saya tidak mengijinkan saya kembali lagi, dengan alasan saya harus menjaga mertua saya.
Saya muak sekali, karena mertua saya saja mempunyai 5 anak perempuan yang semuanya tinggal berdekatan dengannya dan masih 3 anak laki2 kenapa harus saya yang menjaganya..
Saya marah sekali sebab selama saya pergi ibu saya pun tak ada yang menjagai, bahkan ketika ayah saya pergi dengan perempuan lainpun tidak ada yang perduli, bahkan saat pertama saya pulang dan melihatnya keadaannya sangat memprihatinkan.
Dengan kemarahan itu saya berangkat lagi bekerja, setelah menitipkan ibu dan anak saya pada adik saya.
Satu tahun saya bekerja ibu saya memberi tahu kalau ibu saya tepatnya saya di panggil oleh kantor pengadilan setempat untuk sidang perceraian dan hak asuh anak.
Saya kaget sekali.. tapi waktu itu saya masih sempat membuat surat pernyataan kalo dia (suami saya) mau menyelesauikan itu dengan pengadilan sialahkan tapi untuk hak asuh anak saya minta ditunda untuk waktu yang tidak terbatas sampai saya kembali lagi ke Indonesia.
Jadilah saya diceraikannya. dan usut punya usut ternyata, dia telah menghamili seorang gadis ( katholik)
Yang saya tahu mereka sudah menikah dan tetap kegerja.
Yang menjadi pertanyaan saya adalah;
>Setelah apa yang saya alami ini apakah saya bisa menikah lagi secara gereja?
>Lalu apa yang harus saya ( atau mungkin pasangan saya) harus lakukan? Kemana kami harus
menggurusnya? Dan bagaimana?
>Lalu apa kata gereja bagi mereka yang bercerai dan menikah secara kristen (protestan) lalu ikut pembaharuan dan kembali ke Katholik lagi..? Apakah itu tidak berdosa..?
Saya sungguh mengarapkan saran dan penjelansan dari masalah saya…
Terimakasih sekali untuk semua bantuanya.
Salam dan Berkah Dalem,
Vero.
Vero Yth
Anda bisa menikah di dalam Gereja Katolik lagi jika anda mengajukan permohonan pembatalan perkawinan anda ke Tribunal Perkawinan di mana anda diteguhkan. Perkawinan orang katolik yang dilangsungkan di Gereja Kristen tanpa mendapat izin dari Uskup/ordinaris tidak sah dan bila cacat peneguhan yang diminta UU Gereja di depan imam dan dua saksi juga tidak sah, karena itu cara-cara mengelabui dengan peneguhan di Gereja Kristen lalu kembali ke Katolik tetap menjadi halangan dan hidup perkawinan yang tidak sesuai dengan aturan Gereja Katolik tidak diperkenankan oleh Gereja. Artinya dia hidup dalam dosa. Bila orang telah berdosa dan kembali ke katolik maka dia harus ikut aturan Gereja Katolik hukum Gereja, bertobat dan menerima sakramen tobat. Tentu perkawinan yang tidak sah tadi harus dibereskan dulu. Semoga jawaban ini bisa menjawab persoalan anda.
Tuhan memberkatimu
salam
Rm Wanta
Tambahan dari Ingrid:
Shalom Vero,
Silakan membuat surat permohonan pembatalan perkawinan (libellus) ke Tribunal Perkawinan Keuskupan tempat perkawinan anda diteguhkan. Untuk ini anda dapat menghubungi pastor paroki untuk mohon bantuan. Permohonan pembatalan perkawinan ini bukan jaminan pasti akan dikabulkan, namun anda dapat mencoba jalur ini, sebab jika ditemukan bukti-bukti, maka permohonan anda dapat dikabulkan. Tribunal akan menyelidiki berdasarkan kesaksian dan bukti-bukti dari para saksi. Anda juga nanti diminta untuk menyediakan saksi-saksi yang dapat dihubungi untuk memberikan kesaksian tentang perkawinan anda. Jika nanti Tribunal menemukan adanya 1) cacat konsesus, ataupun 2) halangan perkawinan, pada saat sebelum/ pada saat menikah, maka perkawinan anda dengan suami anda, dapat dikabulkan. (Sedangkan hal ke 3) forma kanonika kelihatannya sudah terpenuhi, karena anda keduanya Katolik dan perkawinan diteguhkan secara Katolik). Jika permohonan anda dikabulkan, maka anda dapat menikah [lagi] di Gereja Katolik, karena yang terdahulu dianggap batal.
Seperti kata Romo Wanta di atas, maka Tentang perkawinan yang dilakukan di gereja Protestan, jika salah satu mempelainya Katolik, tanpa ijin dari pihak Ordinaris/ Keuskupan, artinya itu adalah cacat forma kanonika (syarat ke 3), maka jika ini yang terjadi, sesungguhnya perkawinan tersebut tidak sah secara kanonik. Maka jika ini yang terjadi dengan perkawinan suami anda dengan wanita itu, maka sesungguhnya perkawinan-nya yang sah di mata Tuhan adalah perkawinannya dengan anda. Karena surat cerai Pengadilan itu tidak menceraikan ikatan sakramental perkawinan anda dan suami. Yang berhak memutuskan/ mengatakan perkawinan anda batal adalah pihak Tribunal Gereja, karena pihak Gerejalah yang mengesahkan sakramen Perkawinan anda. [Maka kuasa untuk menyatakan batal juga ada di pihak otoritas Gereja, berdasarkan Mat 16: 19].
Maka sesungguhnya, jika nantinya permohonan Anulasi (pembatalan perkawinan) anda dikabulkan, maka anda dapat menikah di Gereja Katolik. Suami anda juga dapat mengurus mengesahkan perkawinannya dengan wanita yang sudah dinikahinya.
Namun, jika tidak, maka sebenarnya ikatan perkawinan anda dengan suami anda dinyatakan tetap ada. Dengan ini, sesungguhnya kemungkinannya adalah:
1. Suami anda kembali kepada anda, namun ia masih harus bertanggungjawab menghidupi wanita itu dan anaknya. Memang dibutuhkan kelapangan hati anda untuk menerima dia kembali.
2. Anda memutuskan untuk hidup terpisah dengan dia, namun baik anda maupun suami anda tidak dapat menikah lagi dengan orang lain.
Demikian masukan dari kami. Ini memang situasi yang cukup sulit ya Vero. Semoga Tuhan memimpin langkah hidup anda selalu. Teriring doa dari kami di Katolisitas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
syalom. syukurlah saya dapat mengetahui posting ini dari beberapa teman.
Saya punya permasalahan perkawinan. Yaitu, saya menikahi wanita muslim dengan pernikahan muslim. Saya menikah karena kesalahan saya (Yesus ampunilah saya)sehingga dikejar rasa tanggung jawab karena dia sudah mengandung.
Saya sudah hidup 15 tahun bersamanya dan mempunyai 5 anak. semua anak saya saya didik dalam agama katolik, disekolahnya tidak terdapat agama katolik, sehingga mengikuti kristen. Namun saya berkeinginan untuk mempermandikan anak-anak saya. saya sudah bertanya kepada romo paroki, namun disuruh membereskan dulu perkawinan saya. Karena saya belum tercatat nikah secara katolik.
Saya ingin membereskan perkawinan saya dalam gereja, namun isteri saya tidak mau. Saya beritahu isteri saya bahwa perkawinan ini bisa berakhir, dia tak masalah asal gono gininya jelas. Setelah merenung dan melakukan doa beberapa lama saya melakukan intropeksi pada diri saya. Saya tahu bahwa saya telah menjadi muslim dengan menikahi dia dan mengucapkan syahadat . tapi saya dari dulu tidak mengimani itu, saya tetap katolik. Ya tuhan Yesus ampunilah kesalahan saya.
Saya mau tanya apa yang harus sebaiknya saya lakukan? Usia saya sudah 45 tahun jika saya bercerai darinya, saya pasti harus mencari pasangan hidup lagi yang seiman tentunya dan ini sudah agak susah karena usia saya sudah senja. Terus bagaimana dengan anak-anak saya yang sudah pasti tidak mengerti apa yang terjadi antara ibu dan ayahnya. ? Terima kasih
Agustinus Yth
Saya menganjurkan anda tidak mengambil keputusan cerai dengan istri anda, tindakan itu tidak dibenarkan dalam ajaran Katolik. Perkawinan anda bisa dibereskan asal anda membuka diri dan memberi pengertian pada isteri. Keinginan anda sudah baik dan saya yakin bisa dibereskan dan dia tetap muslim anak-anak di baptis. Maka coba anda ke pastor paroki dan sampaikan keinginan anda bagaimana cara membereskan. Secara teori dengan convalidatio pengesahan kanonik tidak perlu mengulangi kesepakatan, istri anda cukup hadir saja di depan rama dan saksi dalam upacara misa atau ibadat dan secarah sah anda dapat menerima komuni tentu mengakui dosa dulu siapkan hati dan iman dan anak-anak bisa dibaptis kemudian. Semoga anda dapat berani melangkah maju untuk kebaikan keluarga istri dan anak-anak. Kesaksianmu penting untuk menarik istri anda, jangan takut memberikan kesaksian katolik pada orang lain.
salam
Rm Wanta
Dengan hormat,
Status saya sudah kawin, dan belum memiliki anak. Apakah boleh jika saya dan isteri saya tidak ingin memiliki anak selamanya dengan alasan ekonomi atau mencari kebahagiaan hidup (tanpa repot2 mengasuh anak). Apakah boleh mengikuti KB dengan steril (memutus saluran telur istri saya / sperma saya), bagaimana juga dengan keluarga yg sudah punya 3 anak, apakah boleh melakukan steril ? Apakah boleh melakukan oral, anal sex dengan istri sendiri. Apakah boleh menonton film2 sex, sebelum melakukan sex dengan istri dan mengikuti gaya2nya ?
Maaf, apabila pertanyaan saya menjurus ke porno.
Terima kasih banyak, karena jawabannya sangat membantu saya yg sering bingung.
[Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
shalom…..
mat pagi…ya…sy mau btanya…..sy punya pasangan tapi dia aliran kristian protestan (SIB).,Dia aktif dlm aktiviti di greja protestan..dan sy pula seorang katolik…kmi ke gereja masing2..dia ke gereja protestan dan saya ke gereja katolik…sy gembira n sng dgn cara dia..yg aktif dalam pelayanan…cuma sygnya…dia aktif dlm greja protestan..sy teringin bw dia ke gereja katolik dan menjadi seorg katolik …tp mungkin mustahil..sebab keluarganya juga blatarbelakang kan protestan…sy syg dia..cuma dlm masa yg sama…sy binggung…kmi bbeza wpun kristian tp dia protestan…apa yg ptt sy buat? boleh tidak kami nnt (lau jodoh) kami di satukan sebagai org kristian katolik? sy slalu bdoa suatu saat dia tbuka hati utk ke katolik (wpun mungkin musthil.tp sy masih bdoa n bharap doa sy tmakbul)..adaka tindakan sy keterlaluan?? penah tpikir mau lupakan saja dia…sebab pbezaan ini..tapi sy syg dia sbb dia baik…
mohon penjelasan dan saranan….terima kasih….
Shalom Pony,
Ya, dapat dimengerti jika anda menginginkan suami anda dapat mengenal Gereja Katolik, dan jika mungkin dapat menjadi Katolik. Namun memang harus kita akui membawa seseorang untuk menjadi Katolik juga tidak mudah, dan sejujurnya, itu bukan tergantung semata-mata dari usaha kita. Di atas semuanya, adalah peran Roh Kudus sendiri untuk mengubah hati atau melembutkan hati seseorang agar dapat menerima kepenuhan kebenaran yang diberikan di dalam Gereja Katolik. Kita sebagai umat Katolik tidak dapat memaksa, namun bukan berarti kita tidak perlu menjadi saksi kebenaran itu. Suatu hal yang pasti, bahwa Kebenaran itu "menarik" dengan sendirinya, tanpa perlu paksaan. Karena jika seseorang sungguh mencari kebenaran dengan sungguh-sungguh, maka saya percaya ia akan dibawa kepada Gereja Katolik.
Maka alangkah baiknya jika Pony mempelajari iman Katolik anda, dan jangan lupa berdoa, agar jika memang menjadi kehendak Tuhan, anda dapat memperkenalkan Gereja Katolik kepada suami anda. Berikut ini adalah beberapa tips untuk mengajar seseorang menjadi Katolik, silakan klik.
"Di atas semuanya itu, kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." (Kol 3:14)
Jangan lupa panggilan anda yang terutama adalah mengasihi suami anda, entah dia menjadi Katolik atau tidak. Saya rasa kasih yang besar yang anda berikan akan menjadi kesaksian yang sangat "lantang" akan kebenaran iman Katolik yang anda anut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
pertanyaaan
salam romo
saya ingin bertanya mengenai masalah keluarga . Saya (katolik) menikah dengan istri (muslim)saya pertama kali di KUA dan setahun kemudian istri saya belajar agama katolik dan dibabtis dan menerima komuni pertama , kemudian kami mengulangi lagi perkawinan kami secara perkawinan gereja katolik.
Setelah 9 tahun menjalani perkawinan ini dan mendapatkan 1 anak umur 2 tahun dan istri saya kembali menjadi muslim dan dia merasa haram dan dosa dekat saya (itu kata ustadnya) dan dia memilih berpisah dengan saya, Dia telah mengajukan cerai ke pengadilan agama dan kami telah 3 kali sidang dan pengadilan mengabulkan permohonan istri saya untuk bercerai. sekarang dia kembali ke orang tuanya sedangkan saya dengan anak saya . saya ingin bertanya apa yang harus saya lakukan dalam menghadapi semua ini walaupun dalam pengadilan agama kita sah sudah berpisah dan bagaimana menurut gereja katolik mengenai masalah saya ini mohon petunjuknya dan apakah saya boleh membatalakan perkawinan gereja juga misalkan bila saya mendapat jodoh apakah bisa kami melakukan perkawinan secara katolik?
terima kasih atas petunjuk romo
Irfan Yth
Anda memiliki hak untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinanmu. Karena itu, silahkan menulis libellus dan ditujukan kepada Tribunal perkawinan keuskupan dimana perkawinan anda diteguhkan. Cerita anda menyedihkan; namun cobalah adakan komunikasi dengan istrimu meski sudah berpisah. Tentu di kemudian hari dia tahu bahwa perkara ini akan diajukan ke tribunal/pengadilan Gereja. Namun cobalah minta bimbingan pastor parokimu; dan adakah kemungkinan untuk bertemu dengan istrimu dan usaha untuk rujuk kembali? Baru jika tidak ada jalan rujuk sama sekali, maka jalan anulasi/ pembatalan perkawinan merupakan jalan terakhir dalam mencari keadilan dan status anda.
Kasus anda adalah refleksi kita bersama. Ini adalah pengalaman berharga. Maka adalah sangat penting agar pembinaan iman Katolik serius dipersiapkan dan ada lanjutan bina iman bagi mereka yang baru dibaptis agar tidak terjadi hal yang demikian itu dalam keluarga lainnya.
salam dan berkat Tuhan
Rm Wanta
Romo. Meneruskan pertanyaan seorang teman. Saya kira menarik dicermati kebiasaan ini. Bisa minta pencerahannya Mo.
————-
Ada pertanyaan yg sdh lama menggelitik & membuat saya bertanya tanya: ada mudika yg mau menikah dgn pria muslim. Sejak awal sdh saya ingatkan sampai pd akhirnya ketika mrk menikah di KUA. Dan seminggu kemudian mrk menikah di gereja. Setau saya bila sdh menikah di KUA berarti mudika tsb telah menjd muslim krn telah mengucap syahadat muslim.
Skrg pun teman saya menikahkan anaknya katanya gampang koq setelah di KUA lalu langsung ke gereja. Bagaimana sikap gereja dlm hal ini???????? Koq sepertinya mudah org menjd mempermainkan imannya?????
Johan Yth
Sikap Gereja Katolik sangat jelas, yaitu bahwa peneguhan ganda dilarang sesuai Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1983, kanon 1127 paragraph 3 yang menyatakan: dilarang, baik sebelum maupun sesudah perayaan kanonik mengadakan perayaan keagamaan lain dengan maksud untuk memperbaharui kesepakatan nikah. Jadi sikap Gereja sudah jelas dan pasti kasus anda perlu diselidiki siapa yang meneguhkan perkawinan di Gereja. Tolong sampaikan kepada nya bahwa tindakan itu dilarang dengan menunjukkan kanon yang saya sampaikan.
salam,
Rm Wanta
Perkawinan: 1 Kor 7:13-14, dikatakan “ Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.”
Rasul Paulus menekankan , bahwa mereka yang sudah beriman kepada Tuhan Yesus untuk tetap lebih tekun lagi, tidak meninggalkan imannya (murtad) : 1 Kor 7:20 “Baiklah tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil Allah”
Dalam 1 Kor 7:28 Rasul Paulus mengingatkan pula supaya terhindar dari kesusahan jasmani / badani ‘Tetapi, kalau engkau kawin, engkau tidak berdosa. Dan kalau seorang gadis kawin, ia tidak berbuat dosa. Tetapi orang-orang yang demikian akan ditimpa kesusahan badani dan aku mau menghindarkan kamu dari kesusahan itu”.
Di Bilangan 21:8 Allah juga menyuruh Nabi Musa untuk membuat patung ular tembaga untuk menjadi alat yang mendatangkan kesembuhan jasmani bagi umat Israel.
Mohon penjelasannya :
1. Apakah maksud 1 Kor 7:28 sama dengan Bil 21:8 ?.
2. Saya punya atasan yang tadinya beragama Katolik, karena ybs diangkat sebagai pemimpin cabang iman Katolik ditinggalkan, singkatnya setelah meninggalkan iman Katolik ybs sakit-sakitan sehingga pensiun dipercepat dan 3 bulan kemudian meninggal.
3. Ada beberapa orang yang murtad / meninggalkan imannya (kebanyakan dalam hal perkawinan) dalam perjalanan hidupnya ada yang struk dan sakit-2an.
4. Apakah dalam ad.2 dan 3 tersebut diatas suatu kebetulan atau nubuat Rasul Paulus tersebut betul-betul terjadi.
5. Atau terjadi kontradiksi, karena keinginan roh lebih kuat dan keinginan daging lemah ?.
Terima kasih atas penjelasannya.
Shalom Julius,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang hubungan antara meninggalkan iman dan sakit jasmani. Berikut ini adalah jawaban saya atas pertanyaan Julius:
1) Maksud 1 Kor 7:28 dan Bil 21:8 adalah tidak sama dan tidak berhubungan satu sama lain. Rasul Paulus mengatakan “Tetapi, kalau engkau kawin, engkau tidak berdosa. Dan kalau seorang gadis kawin, ia tidak berbuat dosa. Tetapi orang-orang yang demikian akan ditimpa kesusahan badani dan aku mau menghindarkan kamu dari kesusahan itu.” (1 Kor 7:28). Konteks dari ayat ini adalah suatu nasehat yang datang dari Paulus sendiri, seperti yang dikatakannya di ayat 25. Dalam hal ini Paulus ingin memberikan gambaran bahwa orang yang menikah mempunyai resiko untuk mengalami penderitaan badani, dalam artian mengalami kesulitan ekonomi, kuatir akan masa depan anak-anak, dll.
Di dalam kitab Bilangan dikatakan “Maka berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya, akan tetap hidup.” (Bil 21:8). Dalam hal ini, Tuhan mengatakan kepada Musa untuk membuat ular tedung dari tembaga, sehingga orang Israel yang berdosa – karena melawan perintah Allah – dapat memperoleh kesembuhan. Ayat ini sebenarnya berhubungan dengan Kristus yang ditinggikan di kayu salib, sehingga orang yang memandang-Nya dan beriman dapat memperoleh keselamatan (Yoh 3:14)
1 Kor 7:28 tidak berhubungan dengan dosa namun nasihat praktis, sedangkan Bil 21:8 adalah suatu perintah untuk menghilangkan dosa yang berakibat maut.
2,3,4) Kita tidak dapat langsung menghubungkan antara orang yang berdosa dengan sakit badani, terutama sebaliknya, bahwa orang yang sakit badani atau ditimpa musibah disebabkan karena berdosa. Namun pada dasarnya dosa – termasuk dosa kemurtadan – senantiasa membawa akibat. Namun kita juga percaya bahwa Tuhan penuh belas kasih, yang dapat mendatangkan keadaan yang buruk menjadi baik. Dan salah satunya adalah Tuhan mengijinkan sesuatu terjadi pada orang tersebut, misalkan sakit, masalah finansial, dll, sehingga orang tersebut dapat tersadar bahwa semua yang ada di dunia ini bersifat sementara dan yang terpenting dalam kehidupan ini adalah untuk mengejar tujuan akhir, yaitu persatuan dengan Allah di Sorga.
5) Singkatnya, orang yang meninggalkan Gereja Katolik karena alasan yang sebenarnya bukan karena mencari dengan sungguh-sungguh akan imannya, maka dia mengambil resiko untuk kehilangan keselamatan kekal. Lumen Gentium 14 menegaskan bahwa “… andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.”
Menjadi tugas dari kitalah yang tahu orang-orang tersebut untuk mencoba memberitakan kebenaran dengan dasar kasih. Dan kita bawa mereka di dalam doa, sehingga Roh Kudus sendiri yang akan menyentuh hati mereka. Pada saat yang bersamaan, kita juga harus mengingat untuk dapat menjadi saksi Kristus yang baik, yaitu hidup dalam kekudusan.
Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Julius.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Romo Yth.
Saya menikah 2 th, anak 19 bulan, kami berdua bekerja, kami pacaran 8 th, awal menikah saya hamil duluan, dan awalnya Suami saya ( alias MD ) ingin anak ini digugurkan saja dengan alasan dia mau masuk SAR ( krn masuk SAR syaratnya belum nikah ), saya tidak mau, setelah komunikasi dengan orang tua, kami akhirnya menikah. Sebelum anak saya lahir saya ingin ngontrak rumah, saya ingin mandiri, namun MD ada saja alasan untuk tidak mau ngontrak, MD menyarankan saya tinggal dengan dia dan mertua saja. Setelah anak saya umur 2 bulan, MD tetap tdk mau kontrak rumah, karna alasan itu juga terjadilah KDRT, dia banting tubuh saya ke lantai, mencekik lalu menendang jahitan Caesar saya, saat itu Ibu Mertua menikmati pemandangan itu tanpa melerai, saat kejadian saya dirumah mertua saya, setelah saya kesakitan dia melepas saya.
Akhirnya kami berpisah 3 bulan tanpa nafkah lahir batin, namun karna saya ingin anak saya punya org tua lengkap saya beranikan diri datang ke rumah itu lagi, rujuk. Kami menjalin komunikasi namun sampe 6 bulan setelah rujuk, kami masih pisah rumah. Saya nekat untuk kontrak, setelah bulan ke 9 kami bisa kontrak dan tinggal bersama, namun hanya 8 bulan hidup bersama, kami pisah lagi, selama 8 bulan itu dia slalu minta pisah dan hidup sendiri2 seperti dulu, MD semakin gencar ingin pisah setelah saya mendapatkan bukti dia berselingkuh dengan S, sejak anak saya umur 2 minggu hingga anak saya usia 16 bulan. Masalah keuangan yg juga selalu jadi momok pertengkaran kami, dia merasa berat gaji dia untuk keluarga, dengan alasan ” gaji hanya numpang lewat”, 2 bulan saya berusaha bertahan dengan kondisi itu, berharap komunikasi dapat jalan,, namun hari ke hari kata kasar dan sikap kasarnya ga berkurang, saya ga tahan.
Lalu kami berpisah dan dia membawa anak saya, sekarang sudah 3 bulan berpisah, saya berusaha ke koalisi, ke Pastor Paroki, ke Psikolog untuk membantu saya mendapatkan anak saya lagi. karna selama 3 bulan berpisah ini, anak saya yg awalnya bisa bicara jadi tidak bisa mengucapkan satu kata sekalipun, anak saya laki2 diajarkan ibu mertua menggunakan pelentik bulu mata, pupur, parfum, kuping, gigi dan kulit kepala tidak terawat dengan baik, anak saya diajarkan melempar batu ke ayam. Banyak sekali penurunan dari anak saya sejak di didik mertua perempuan, saya klo mo ngajak jalan anak saya harus ijin suami dulu, hingga kini sudah 20 hari saya tidak boleh ngajak jalan anak saya dengan alasan yg ga masuk akal, sekalipun ke gereja bersama anak saya tetap tidak diijinkan, MD juga tdk pernah ke gereja. Saya sudah menempuh pendekatan hati ke mertua perempuan namun hasilnya nihil, bahkan mertua jarang sekali membukakan pintu jika saya datang untuk bertemu anak saya. Ibu mertua memaksa saya membelikan susu pampers anak saya sebulan penuh, agar gaji suami saya utuh dan dapat membantu ibu mertua dan adik2 MD yg sekolah.
Saya saat ini sedang berjuang bukan lagi tentang ego saya dan suami saya, tapi saya berjuang demi anak saya yg usianya masih dibawah 3 tahun, dimana usia itu adalah masa ke emas an nya otak. masa anak nya dengan ingatan yg sangat kuat sekali, yg menentukan anak saya ke depannya nanti.
Rasanya ingin menculik dan membawa lari anak saya, tapi mengingat sewaktu KDRT dan rebutan anak dulu, kini kaki kiri anak saya sedikit bermasalah jika dia jalan, tapi tidak juga saya lakukan, karna saya tidak mau terulang lagi, kasihan anak saya jika saya dan suami tarik tarikan anak.
Pastor Paroki membimbing dan membantu saya, serta sedang mengusahakan pendekatan damai dengan keluarga suami saya.
Romo, anak saya semakin bertambah usianya, dan saya khawatir anak saya mendapatkan pembelajaran yg tidak baik lebih banyak lagi, jika anak saya lebih lama tinggal disana.
Apakah ada hukum gereja yg dapat membantu saya?
Apakah masalah saya sudah bisa diijinkan untuk Pisah Ranjang?
Syarat apa saja kah yang bisa ditetapkan Keuskupan untuk Pisah Ranjang?
Berapa lamakah proses keluarnya surat Pisah Ranjang dari Keuskupan, sehingga hak asuh anak bisa ditetapkan Uskup?
Ibu Ayu Yth
Pisah ranjang diperkenankan oleh Gereja Katolik. Maka silakan datang ke Keuskupan dimana ibu tinggal dengan membawa data, surat permohonan dan membawa saksi agar nanti jika diinterogasi sudah tinggal memanggil saja. Ini salah satu jalan keluarnya sedangkan untuk hak anak itu urusan hukum sipil maka bisa diproses di pengadilan. Mohon mencari umat katolik yang bisa membantu anda sebagai pengacara untuk hal ini.
Saya berdoa untuk anda semoga penderitaan ini cepat berlalu dan anda diberi ketabahan dalam menghadapinya.
salam dan berkat Tuhan
Rm Wanta/Pr
Romo, saya sedang dalam keadaan bingung. dulu saya pernah punya calon yang kristen tapi sudah berakhir dengan perkataan dari dia “buat apa aku menjual imanku untuk mengikutimu menjadi Katolik. itu semua sudah menjadi masa lalu saya. Saat ini saya sedang menjalani hubungan dengan duda muslim, tapi sudah ada niat untuk mengimani Katolik dan kami ada rencana untuk menikah tahun depan. Tapi keluarga saya pasti sangat tidak setuju terutama dari ibu dengan alasan pekerjaannya yang lebih “rendah” dari saya mencakup juga salary lebih kecil dari saya. Tapi Romo, saya merasa damai dengan dia, saya merasa sanggup hidup dengan dia walaupun dalam hal salary pasti tidak akan cukup tetapi saya yakin Yesus akan selalu menyertai dalam setiap pekerjaan saya. dan saya tidak pernah merasa gaji saya lebih tinggi, karena saya yakin semua yang kita peroleh ini hanyalah sementara dan saat ini mungkin Yesus masih memakai saya sebagai perantara untuk rejeki kami berdua. dan dengan keyakinan saya terhadap kuasa Yesus, saya merasa sanggup untuk menyayangi anak2nya ( 2 org ). Sedikit banyaknya penolakan dari keluarga saya membuat dia minder.
Apakah yang harus saya lakukan untuk melanjutkan hubungan ini ke Perkawinan Katolik.
Tia Yth
Perkawinan katolik terjadi sah dan kanonik kalau memenuhi beberapa syarat yang sudah pernah saya tuliskan dalam artikel di katolisitas. Yang paling penting dalam keabsahan perkawinan katolik adalah 3 hal tidak ada halangan, tidak ada cacat konsensus dan sesuai dengan forma canonica. Dalam kasus anda, anda terhalang oleh calon suami yang duda dan muslim. Duda berarti dia pernah menikah, jadi masih ada ikatan suami isteri meski sudah cerai sipil (kecuali istrinya meninggal). Gereja meminta hubungan natural perkawinan di luar Gereja Katolik harus diputuskan dulu dengan memohon kemurahan hati (dispensasi) dari Ordinaris (Uskup). Setelah itu baru anda memiliki calon yang berstatus bebas tidak ada ikatan jika telah menerima dispensasi dari Ordinaris. Kemudian calon anda yang akan dibaptis sebaiknya dibereskan dulu ikatan perkawinan sebelumnya, dengan demikian akan lebih baik dan mudah melangsungkan perkawinan dengan anda yang sudah Katolik. Jadi ada dua hal: 1) pertama dispensasi dari ikatan perkawinan sebelumnya, dan 2) dari calon suami yang beda agama. Jika nanti telah menjadi Katolik menjadi lebih baik lagi. Mohon dengan kesabaran mengikuti proses ini sampai semua beres dan secara hukum memenuhi ketiga hal penting diatas.
Semoga anda paham dan dapat menjalankan aturan ini dengan baik.
salam
Rm Wanta, Pr
Romo Yth,
saya menikah di gereja katolik tahun 2006, dan sudah punya 1 anak (3thn). saya(24thn) dan suami(25thn) sewaktu menikah adalah katolik. saya sudah baptis katolik tapi suami blum baptis.
akan tetapi tahun lalu suami saya pindah menjadi muslim dan sejak tahun lalu sampai saat ini, suami banyak sekali berubah.
sayangnya dia berubah menjadi orang yang tidak bertanggung jawab terhadap keluarga.
sering pulang malam padahal dia sdh gk kerja lagi, kasar sama anak, tdk memberikan nafkah.
suatu saat (tahun lalu jg) suami tiba-tiba minta cerai dengan alasan orangtua saya tidak sayang sama dia, saya tidak mau ikut menganut islam spt dia. saat itu saya curiga kalau ada wanita lain yang mengganggu hubungan kami ini, karena alasan yang dia sebutkan itu seperti dibuat-buat.
kecurigaan saya saat itu belum terbukti dan akhirnya pun kami bersatu kembali.
saya kira semua akan menjadi lebih baik setelah saya beri kesempatan lagi kepadanya.
ternyata tdk.
saya semakin merasa tidak dihargai layaknya seorang istri.
dia juga semakin kasar sama anak.
contohnya waktu anak sedang sakit dan muntah di tempat tidur kami. anak saya dijedotin ke tembok!
anak nangis terus2an, dia lempar kunci motor ke muka anak saya!
pernah anak saya mau dibanting ke lantai cuma karena anak saya nangis cari kakeknya.
dan sebenarnya masih banyak kejadian yang membahayakan jiwa anak saya.
kemarin kenyataan yang paling menyakitkan, saya menemukan bukti perselingkuhan suami (yang ternyata berselingkuh dengan temannya).
saya sudah cukup bersabar dengan perlakuannya sampai kemarin.
saya takut sekali kalau anak saya terus menjadi korban kekerasan ayahnya. ayah yang seharusnya melindungi, malah menyakiti.
saya merasa jiwa anak saya semakin terancam setiap hari saat bersama dengan ayahnya..
saya ingin mengajukan cerai, tapi apakah gereja akan mengabulkan permohonan cerai saya ini??
Lia Yth
Jika persoalanmu sudah sampai pada tahap mengkhawatirkan dan bahkan membahayakan keselamatan dirimu sendiri dan anak-anakmu, maka Gereja akan merestui perpisahanmu. Sementara proses perceraian sipil dapat dilaksanakan, maka untuk proses pembatalan perkawinan, Lia harus mengajukan surat permohonan ke Tribunal Perkawinan dimana perkawinan anda diteguhkan. Tuhan memberkatimu
salam
Rm Wanta
Saya mau berntanya mengenai perkawinan beda agama, yang saya ketahui bahawa ,Khatolik bisa memberkati perkawinan antara pasangan yang beda agama, apakah itu benar???
karena kasus saya adalah saya khatolik dan pasangan saya muslim, dan seandainya saya menikah secara khatolik apakah itu mungkin?
dan seandainya dalam pernikahan saya itu ,orang tua saya tidak menghadirinya (dengan alasan tidak merestui dan tidak menyetujui) apakah saya berdosa?????
Ria Yth.
Gereja Katolik sangat memahami keadaan penduduk (umat) yang berada di teritori yang plural (majemuk) beda suku, agama dan ras. Seperti di Indonesia yang masyarakatnya majemuk dan aneka ragam agama dan kepercayaan. Maka Gereja memberi kelonggaran hukum dengan memberikan dispensasi bagi mereka yang menikah beda agama atau beda Gereja. Jadi perkawinannya dengan orang muslim sah jika memohon dispensasi atas halangan penikahanmu yang beda agama. Idealnya seagama namun kenyataan tidak bisa seagama bahkan antar agama bisa juga antar negara. Untuk itu anda harus mengikuti aturan Gereja dengan beberapa syarat agar dipenuhi untuk perkawinan beda agama. Anda akan dijelaskan oleh Pastor Paroki tentang perkawinan beda agama. Orang tua perlu diberi masukkan tentang calonmu sehingga bisa diterima. Anda dapat menikah secara katolik asalkan syarat-syarat dalam perkawinan sudah diterima. Jika orang tuamu tidak setuju dan anda melakukannya akan membuat dia sakit (anda juga berdosa). Oleh karena itu, berusahalah selalu memberikan peneguhan dan kesungguhan pacarmu diajak bertemu dengan orang tuamu dengan sopan dan penuh tanggujawab. Semoga dengan cara itu komunikasi dapat terjalin dengan baik dan harmonis baru anda tentukan untuk menikah. Semoga Tuhan memberkatimu
salam
Rm Wanta
[Dari Admin: Tambahan dari Ingrid]
Shalom Ria,
Berikut ini adalah yang harus anda lakukan, jika anda ingin menikah dengan pasangan anda yang beda agama, namun agar sah menurut hukum Gereja:
Pertama-tama konsultasikan dengan pastor paroki, agar dapat diperoleh dispensasi, namun perkawinan harus diberkati menurut ketentuan hukum kanonik Gereja Katolik. Pihak yang Katolik harus berjanji untuk secara sekuat tenaga agar semua anaknya dapat dibaptis dan dididik secara Katolik, dan pihak yang non-Katolik diberitahukan akan janji dan kewajiban pasangannya yang Katolik. Lalu keduanya harus mengetahui ciri-ciri hakiki Perkawinan, yaitu monogami, tak terceraikan dan terbuka bagi kelahiran anak-anak. Berikut ini adalah dasarnya menurut Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik:
Kan. 1127 – § 1. Mengenai tata peneguhan yang harus digunakan dalam perkawinan campur hendaknya ditepati ketentuan-ketentuan kan. 1108;
§ 2. Jika terdapat kesulitan-kesulitan besar untuk menaati tata peneguhan kanonik, Ordinaris wilayah dari pihak katolik berhak untuk memberikan dispensasi dari tata peneguhan kanonik itu dalam tiap-tiap kasus, tetapi setelah minta pendapat Ordinaris wilayah tempat perkawinan dirayakan, dan demi sahnya harus ada suatu bentuk publik perayaan; Konferensi para Uskup berhak menetapkan norma-norma, agar dispensasi tersebut diberikan dengan alasan yang disepakati bersama.
§ 3. Dilarang, baik sebelum maupun sesudah perayaan kanonik menurut norma § 1, mengadakan perayaan keagamaan lain bagi perkawinan itu dengan maksud untuk menyatakan atau memperbarui kesepakatan nikah; demikian pula jangan mengadakan perayaan keagamaan, dimana peneguh katolik dan pelayan tidak katolik menanyakan kesepakatan mempelai secara bersama-sama, dengan melakukan ritusnya sendiri-sendiri.
Kan. 1108 – § 1. Perkawinan hanyalah sah bila dilangsungkan di hadapan Ordinaris wilayah atau pastor paroki atau imam atau diakon, yang diberi delegasi oleh salah satu dari mereka itu, yang meneguhkannya, serta di hadapan dua orang saksi.
Kan. 1125 – Izin semacam itu dapat diberikan oleh Ordinaris wilayah, jika terdapat alasan yang wajar dan masuk akal; izin itu jangan diberikan jika belum terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) pihak katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberikan janji yang jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga, agar semua anaknya dibaptis dan dididik dalam Gereja katolik;
2) mengenai janji-janji yang harus dibuat oleh pihak katolik itu pihak yang lain hendaknya diberitahu pada waktunya, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak katolik;
3) kedua pihak hendaknya diajar mengenai tujuan-tujuan dan ciri-ciri hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorang pun dari keduanya.
Salam dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Romo Yth…
Saya mohon penjelasan apakah ada keterkaitan dari hukum gereja yang mengatur permasalahan yang sedang saya hadapi..
Jadi begini romo, saya berada didalam sebuah keluarga besar..
Ibu kandung saya adalah puteri pertama Kakek dan Nenek saya, saya juga memiliki Tante yang merupakan puteri ke empat dari Kakek dan Nenek saya…Jadi Tante saya itu adalah adik kadung dari Ibu saya. Tante saya sudah menikah dengan seorang pria asal NTT (anak kedua dari 7 bersaudara) yang selanjutnya saya sebut Paman. Permasalahannya adalah salah seorang adik kandung dari Paman saya ( yang menikah dengan tante saya tersebut ) jatuh cinta pada saya (yang selajutnya saya sebut dengan inisial X )…Kami berdua katolik. Keluarga saya sebetulnya tidak keberatan dengan hubungan saya dengan X karena keluarga saya tidak melihat adanya halangan dari hubungan saya dengan X (tidak ada darah yang sama yang mengalir antara saya dengan X ), namun Paman saya (kakak kandung X, suami dari Tante kandung saya) tidak menyetujui hubungan ini karena menurutnya keponakan itu harus dilindungi..
Sebelum terlalu jauh menjalin kedekatan, saya mohon romo dapat menjelaskan apakah ada hukum gereja yang mengatur tentang hubungan saya dengan X? apakah apabila nanti saya menikah dengan X perlu mendapat dispensasi dari gereja layaknya menikah beda agama?Apakah cinta diantara kami adalah cinta terlarang, mesipun tidak ada darah yang sama yang mengalir ditubuh kami?
Saya mohon saran atas apa yang harus saya lakukan terhadap hubungan ini…
Saran dan penjelasan dari romo sangat saya nantikan.
Terima kasih banyak atas semua saran dan penjelasan romo..
Salam damai Kristus…
Dessy Yth.
Setelah saya membaca keteranganmu, hubunganmu dengan X adik kandung Paman menjadi halangan hubungan darah karena perkawinan. Hukum Gereja melarang perkawinan hubungan darah garis keturunan menyamping tingkat empat (bdk kan 1091 §2). Secara biologis memang tidak ada hubungan darah namun karena perkawinan hubungan kekeluargaan itu terjadi. Karena hubungan anda ada pihak yang tidak setuju maka sebaiknya dipikirkan ulang kembali hubungan anda. Apakah tidak ada laki-laki
lain yang bisa menjadi teman hidup anda? Karena Gereja melarang dan juga pihak keluarga X paman anda tidak setuju. Semoga anda bisa memahami hal ini
salam
Rm wanta
Kan. 1091 § 2. Dalam garis keturunan menyamping, perkawinan tidak sah sampai dengan tingkat keempat.
Shalom katolisitas
Saya mau bertanya, apa yang dimaksud/arti dari ayat 1 Korintus 7:13-14 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia,janganlah ia menceraikan laki-laki itu. 14 Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.-
Dan satu masalah lagi dimana saya memang merokok dan sekali-kali kalau pergi ke acara pesta dimana pada acara pesta tersebut biasanya menyediakan bir(maklum tradisi etnis tionghoa)dan saya meminumnya tapi tidak sampai mabuk(kemabukan seseorang relatip).-
Mengenai hal diatas saya pernah dinasehati oleh teman dan dia menunjukkan ayat 1 Korintus 3 : 16-17 Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu ?
17 Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.-
Mohon penjelasan dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih.-
Salam,
Andre
[Dari Admin: telah dijawab dalam artikel di atas]
Comments are closed.