Jamahan Tuhan dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Pendahuluan

“Tuhan Yesus setia.” (2 Tes 3:3) Ini adalah janji Tuhan yang selalu ditepati-Nya. Terutama dalam keadaan sakit, saat kita tidak lagi dapat mengandalkan manusia, kita dapat bersandar pada janji Tuhan ini. Memang, pada saat kita sakit dan menderita, kita justru dapat lebih memahami sengsara Yesus pada saat memanggul salibNya ke gunung Kalvari, sehingga kita sungguh dapat merasakan persatuan dengan Yesus. Janganlah kita lupa bahwa pada saat yang sulit ini, Tuhan Yesus rindu untuk mempersatukan kita dengan DiriNya, agar kita memperoleh jamahan-Nya. Syukur kepada Tuhan, Gereja memiliki Sakramen Urapan Orang Sakit, yang menjadi tanda penyertaan Kristus, sarana pengurapan dan penyembuhan orang sakit, yang dapat mendatangkan rahmat yang luar biasa, entah berupa kesembuhan rohani, jasmani, ataupun keduanya, atau jika waktunya telah tiba, merupakan persiapan bagi kita untuk bertemu muka dengan muka dengan Tuhan.

Penyakit dapat membawa kita lebih dekat kepada Tuhan

Tak dapat kita pungkiri, bahwa penyakit dan penderitaan merupakan pencobaan yang terberat dalam kehidupan manusia. Melalui penyakit, kita mengalami bahwa kita terbatas dalam banyak hal; bahwa segala kepandaian dan kekayaan bahkan tidak dapat menggantikan arti kesehatan. Dan di atas semua itu, kita diingatkan akan kematian.[1] Maka, tak jarang, penyakit dapat menimbulkan rasa takut, ingin menutup diri, bahkan putus asa dan ‘marah’ kepada Tuhan. Tetapi sebaliknya, penyakit dapat membuat kita lebih pasrah, lebih dapat melihat apa yang terpenting di dalam hidup ini, sehingga kita tidak lagi mencari segala sesuatu yang tidak penting. Seringkali, penyakit membawa kita mencari Tuhan dan kembali kepada-Nya.[2]

Jadi meskipun kelihatannya penyakit itu sesuatu yang buruk, namun sesungguhnya ia dapat memberikan kepada kita sesuatu yang positif. Yang pertama adalah pertobatan.[3] Biasanya dengan mengalami sakit, terutama jika sakit yang cukup berat, kita menjadi sadar bahwa telah sekian waktu kita mengandalkan kekuatan sendiri, dan kurang mengandalkan Tuhan. Kita disadarkan bahwa segala sesuatu yang ada pada kita adalah pemberian Tuhan dan Tuhanlah yang berkuasa atas segalanya, karena semuanya itu akhirnya akan berpulang kepada-Nya.

Kedua, penyakit kita dapat mempunyai arti penyilihan bagi orang-orang lain. Artinya, dalam keadaan sakit, kita dapat mendoakan orang lain, terutama untuk pertobatan mereka, dan Tuhan dapat berkenan mengabulkannya. Paus Yohanes Paulus II dalam surat Apostoliknya, Salvifici Doloris (On the Christian Meaning of Human Suffering), mengatakan bahwa setiap manusia yang menderita dapat mengambil bagian dalam karya Keselamatan[4] yang dipenuhi oleh Kristus. Oleh karena persatuan dengan penderitaan Kristus, penderitaan kita memperoleh arti yang baru.[5] Inilah yang disebut oleh Rasul Paulus, “Di dalam tubuhku, aku melengkapi apa yang kurang dalam penderitaan Kristus demi TubuhNya, yaitu Gereja-Nya.” (Kol 1:24). Jadi hanya dalam konteks Gereja, Tubuh mistik Kristus yang kini masih berkembang dalam ruang dan waktu, kita dapat berpikir tentang ‘apa yang kurang dalam penderitaan Kristus’. Ini berarti bahwa penderitaan Kristus yang menyelamatkan dapat selalu dilengkapi secara terus menerus oleh penderitaan manusia sepanjang zaman, sampai pada kesudahannya nanti di akhir dunia. Oleh karena inilah, penderitaan selalu menjadi perhatian Gereja, dan Gereja tunduk menghormati penderitaan di dalam iman akan Keselamatan [6] yang menjadi buahnya oleh jasa Kristus.

Mungkin saya dapat membagikan cerita mengenai hal ini, lewat kesaksian pastor pembimbing saya sewaktu saya tinggal di Filipina, yaitu Pastor Bob. Pastor Bob menceriterakan pengalamannya saat ia rutin mengunjungi rumah sakit. Suatu hari ia mengunjungi seorang ibu yang terkena multiple sclerosis yang menyebabkan ia harus diamputasi kedua lengan dan kakinya sampai ke pangkal paha. Ia menjadi sangat putus asa dan merasa tidak berguna. Pada saat itulah Pastor Bob mengunjungi dia dan memberikan sakramen Pengurapan Orang sakit. Lalu, ibu itu bertanya pada Pastor, suatu pertanyaan yang membuat Pastor Bob terhenyak, “Pastor, untuk apa saya hidup? Kenapa Tuhan tidak langsung saja mengambil nyawa saya?” Karena tidak tahu harus menjawab apa, lalu Pastor Bob berjanji akan mencari jawabnya dalam kunjungannya seminggu kemudian. Begitu ia pulang ke pastoran, Pastor Bob mendapat tugas untuk memimpin retret anak-anak muda di paroki, minggu depan, bertepatan dengan hari kunjungan Pastor ke rumah sakit. Maka sehari sebelum Pastor berangkat ke retret, ia berkunjung ke ibu yang sakit itu, sambil berkata, “Nah, sekarang aku mengetahui apa yang akan kukatakan kepadamu, mengenai arti hidupmu. Maukah engkau berdoa bagi anak-anak muda yang akan mengikuti retret besok?” Ibu itu setuju, dan Pastor Bob memberikan kepada ibu itu, daftar nama anak-anak yang mengikuti retret. Pastor itu mengatakan, “Doakanlah anak-anak ini, agar mereka dapat mengalami kasih Tuhan dan pertobatan yang sungguh.” Kemudian Pastor Bob meninggalkannya dan ibu itu mulai berdoa, mendoakan anak-anak itu satu demi satu.

Esok harinya retret anak muda itu dimulai dan ketika retret mencapai akhirnya, Pastor Bob menjadi sangat tertegun karena retret itu menjadi salah satu retret yang terbaik yang pernah dia pimpin. Semua peserta retret mengalami kasih Tuhan yang luar biasa, dan banyak dari mereka mengalami pertobatan dan pengalaman pribadi dengan Tuhan Yesus. Pastor itu segera teringat akan ibu yang terbaring di rumah sakit. Akhirnya ia mengumumkan kepada para peserta retret, “Jika kalian telah mengalami kasih Tuhan malam ini, bersyukurlah kepada Tuhan. Namun ketahuilah juga bahwa ada seorang ibu yang terbaring sakit yang mendoakan setiap dari kalian selama tiga hari ini. Saya percaya, Tuhan mendengarkan doa ibu itu, yang didoakan ditengah penderitaan dan kesakitannya. Tuhan berkenan mengabulkannya dan membuat kalian semua di sini mengalami kasih Allah yang ajaib. Ibu itu adalah ….(diberikannya nama ibu itu beserta nomor kamar rumah sakit).”

Hari berikutnya sepulang dari retret, Pastor Bob mengunjungi ibu itu di rumah sakit. Di sana ia menemukan ibu itu sedang sibuk membaca surat-surat yang ditulis oleh anak-anak muda yang baru saja selesai mengikuti retret. Mereka mengirimkan juga bunga dan kartu ucapan terima kasih. Akhirnya, ibu itu berkata, “Pastor, sekarang aku tahu untuk apa aku hidup. Aku akan terus berdoa untuk pertobatan banyak orang, termasuk mereka yang kukasihi, anak- anak dan anggota keluargaku. Kini aku tahu mengapa Yesus mengizinkan aku memikul salibku ini, yaitu agar aku dapat berjalan bersama-Nya untuk ikut mendatangkan keselamatan bagi dunia…”

Pengalaman ibu ini mengajarkan kita, agar kita tidak menyia-nyiakan pengalaman sakit yang kita alami. Sebab, justru pada saat kita sakit, kita dapat mempersatukan penderitaan yang kita alami untuk mendoakan banyak orang untuk keselamatan mereka,[7] termasuk mohon ampun untuk kesalahan kita sendiri di masa lalu. Kita dapat memohon agar melalui penyakit ini banyak orang dapat diselamatkan dan kita sendiri dimurnikan oleh Tuhan. Lihatlah akan banyak keajaiban yang mungkin terjadi melalui doa-doa yang kita naikkan ditengah-tengah penderitaan kita yang menjadikan kita semakin serupa dengan Kristus; karena dengan mempersatukan penderitaan kita dengan penderitaan-Nya, kita beroleh kuasa kebangkitan-Nya yang menyelamatkan.[8]

Dasar dari Kitab Suci

Sesungguhnya, pengurapan orang sakit diberikan atas perintah Yesus sendiri. Yesus memberikan perintah kepada para muridNya untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah dan mengurapi orang sakit dengan minyak (lih. Mrk 6:13, Luk 10:8-9). “Sembuhkanlah orang sakit,” (Mat 10:8) demikianlah seruan Yesus kepada para rasulNya. Penderitaan dan penyakit manusia selalu menarik perhatian Tuhan, sehingga semasa hidupNya, kemanapun Yesus pergi mengajar, hampir selalu disertai dengan mukjizat penyembuhan orang-orang sakit (Mat 12:5, 14:36, Mrk 1:34, 3:10).

Dalam menyembuhkan, Yesus tidak hanya menyembuhkan badan namun juga jiwa para orang sakit dengan mengampuni dosa mereka (lih. Mrk 2:5-12); dan pengampunan dosa (kesembuhan rohani) dilihat oleh Yesus sebagai sesuatu yang lebih utama daripada kesembuhan badan. Yesus menginginkan agar para penderita sakit untuk percaya kepada-Nya (lih. Mrk 5: 34,36). Ia menggunakan tanda-tanda untuk menyembuhkan, seperti ludah dan perletakan tangan (lih. Mrk 7:32-36; 8:22-25), adonan dari tanah dan pembasuhan (lih. Yoh 9:6-7), ataupun penjamahan jubahNya (lih. Luk 6:19).

Perhatian Yesus inilah yang diteruskan secara turun temurun oleh para rasul dan para murid-Nya. Rasul Yakobus adalah yang secara khusus menuliskan hal ini, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia mamanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesinya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (Yak 5:14-15). Tradisi ini yang diturunkan menjadi salah satu dari ketujuh sakramen Gereja.[9]

Pengurapan Orang Sakit dalam menurut Tradisi Gereja

  1. St. Yohanes Krisostom (387), mengatakan bahwa para imam menerima kuasa dari Tuhan untuk membersihkan jiwa dari dosa. Dalam hal ini mereka lebih daripada para imam Yahudi yang diberi kuasa untuk menyatakan apakah seseorang sudah sembuh/ tahir dari penyakit lepra. Sebab para imam sekarang oleh kuasa Kristus tidak hanya ‘menyatakan’ seseorang tahir, tetapi sungguh menjadikan orang tahir dari dosa. Imam melakukan hal ini tidak saja dengan pengajaran, tetapi dengan kuasa doa. Bukan saja pada waktu Pembaptisan, tetapi sesudahnya sesuai dengan pesan Rasul Yakobus…”[10]
  2. St. Paus Innocentius I (wafat tahun 417) menyatakan bahwa Pengurapan Orang sakit dengan minyak yang telah diberkati oleh Uskup adalah sakramen yang ditujukan untuk menghapuskan dosa, dan meningkatkan kekuatan jiwa dan badan.[11]
  3. Sakramen Urapan Orang Sakit dinyatakan oleh Konsili Trente (1545-1563) sebagai salah satu dari ke-tujuh sakramen. Konsili Trente menyebutkan bahwa “Urapan ini ditetapkan oleh Kristus Tuhan kita…., yang disinggung oleh Markus, tetapi dianjurkan kepada orang beriman dan diumumkan oleh Yakobus, Rasul dan saudara Tuhan.”[12]
  4. Konsili Vatikan II (1962-1965) menganjurkan agar Sakramen Pengurapan ini tidak hanya diberikan kepada seseorang yang sedang mengalami ajal, namun juga kepada siapa saja yang mulai mengalami sakit berat dan mereka yang menderita kelemahan karena usia lanjut. Dalam hal ini Gereja meneruskan tugas yang dipercayakan oleh Yesus untuk menyembuhkan orang sakit, terutama kesembuhan rohani.

Kapan sebaiknya menerima Sakramen Urapan Orang Sakit?

Katekismus mengikuti pengajaran Vatikan II, menegaskan bahwa Urapan orang sakit tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang berada di ambang kematian saja. Maka saat yang baik adalah pada saat kita mulai menghadapi bahaya maut, misalnya ketika akan menghadapi operasi besar, ataupun ketika baru mendapat diagnosa penyakit tertentu yang cukup serius; ataupun jika kita sudah lanjut usia.[13] Jika sesudah menerima sakramen ini kita sembuh, kita dapat menerimanya kembali jika kita mengalami sakit berat lagi.[14]

Siapa yang dapat memberikan Sakramen Urapan Orang Sakit?

Yang dapat memberikan sakramen Urapan Orang sakit hanyalah imam (Uskup dan pastor). Kita hendaknya mendorong para orang sakit untuk memanggil imam untuk menerima Sakramen ini, termasuk jika kita sendiri mengalami sakit berat. Sebelum menerima sakramen ini, hendaknya orang yang sakit mempersiapkan diri, sehingga dapat menerimanya dengan keadaan batin yang baik.[15]

Bagaimana Urapan Orang Sakit dirayakan?

Sakramen Urapan orang sakit adalah perayaan liturgi dan perayaan bersama, baik itu di rumah, rumah sakit atau di gereja. Jadi sakramen ini bukan hanya melibatkan imam dan orang yang sakit, melainkan juga komunitas; yaitu anggota keluarga ataupun yang merawat orang yang sakit. Jika memungkinkan, Urapan Orang sakit ini dapat dirayakan di dalam perayaan Ekaristi, yaitu kenangan Paska Tuhan; yang dapat didahului oleh penerimaan Sakramen Pengakuan Dosa. Sehingga urutannya adalah Sakramen Pengakuan, lalu diikuti oleh sakramen Urapan Orang Sakit dan ditutup dengan Sakramen Ekaristi. Jika tiba waktunya, memang Ekaristi sebaiknya menjadi Sakramen terakhir yang kita terima dalam perjalanan hidup kita di dunia, dan menjadi bekal untuk peralihan ke hidup abadi.[16] Sebagai sakramen kematian dan kebangkitan Yesus, Ekaristi menjadi sakramen peralihan dari kematian kita menuju kehidupan yang baru di rumah Allah Bapa.[17]

Jika dirayakan di dalam Misa Kudus di gereja, demikianlah urutannya:

  1. Misa dimulai seperti biasa, diawali dengan doa khusus untuk mereka yang akan menerima Pengurapan. Bacaan diambil dari bacaan Mingguan atau bacaan khusus yang disiapkan untuk perayaan misa tersebut.
  2. Sesudah homili, dibacakan litani doa untuk yang sakit dan mereka yang merawat yang sakit.
  3. Mereka yang sakit kemudian dibawa ke depan altar. Imam akan meletakkan tangan di atas kepala setiap yang sakit, mengikuti cara Yesus yang menumpangkan tangan atas para penderita sakit dan menyembuhkan mereka (lih. Luk 4:40).
  4. Minyak dibawa ke altar dan doa dibacakan atas minyak tersebut.
  5. Imam membuat tanda salib dan memberkati para orang sakit itu dengan minyak di dahi, sambil berdoa, “Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang Maharahim menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus.” Semua menjawab: “Amin”. Lalu imam mengurapi telapak tangan orang yang sakit dengan tanda salib sambil berkata, “Semoga Tuhan membebaskan Saudara dari dosa dan membangunkan Saudara dalam rahmat-Nya.” Semua menjawab: “Amen.”
  6. Kemudian, Misa dilanjutkan dengan Liturgi Ekaristi, seperti biasa.

Jika Pengurapan dilakukan di rumah atau di rumah sakit, demikian urutannya:

  1. Ritus dimulai dengan tanda  salib dengan air suci yang mengingatkan kita akan janji baptis, bahwa kita akan mati bersama Kristus agar dapat bangkit dengan kehidupan baru bersama Dia.
  2. Bacaan Kitab Suci sesuai dengan kondisi orang yang sakit. Imam akan berdoa dan akan menyampaikan doa-doa dari sesama anggota Gereja dan mengundang yang sakit untuk juga berdoa bagi anggota Gereja.
  3. Imam menumpangkan tangan ke atas kepala orang yang sakit, berdoa atas minyak suci dan mengurapi dahi dan tangan orang yang sakit.[18]
  4. Imam mendoakan orang yang sakit dan mengundang semua yang hadir untuk berdoa “Bapa Kami”.
  5. Selanjutnya, orang yang sakit dapat menerima Komuni kudus.
  6. Imam kemudian memberkati orang sakit dan semua yang hadir.

Apakah kita pasti mengalami kesembuhan setelah menerima Pengurapan?

Perlu kita ketahui bahwa hal karunia kesembuhan total adalah kehendak Tuhan. Adalah suatu misteri, bahwa jika setelah berdoa mohon kesembuhan, atau menerima sakramen pengurapan orang yang sakit, tidak semua orang sakit disembuhkan secara jasmani. Namun, kita dapat mengimani bahwa sakramen pengurapan membawa kesembuhan rohani yang lebih penting daripada kesembuhan jasmani, terutama jika diterima dengan disposisi hati yang baik.

Kenyataan ini membuat hati kita dapat menjadi lebih berpasrah kepada Tuhan. Sebab Rasul Paulus sendiri mengalami sakit badani (Gal 4:13-14), ataupun sakit yang disebutnya sebagai ‘duri dalam daging’. Rasul Paulus memohon agar Tuhan menyembuhkannya, namun Tuhan membiarkan hal itu, untuk maksud menyatakan kuasa-Nya di tengah kelemahan manusia (2 Kor 12:7-9).

Buah-buah Pengurapan Orang Sakit

Sakramen Urapan Orang Sakit ini mendatangkan buah-buah yang baik bagi yang sakit, yaitu:

  1. Suatu anugerah khusus dari Roh Kudus. Melalui kisah pengalaman Pastor Bob di atas, kita mengetahui bahwa rahmat sakramen ini adalah kekuatan, ketenangan, dan kebesaran hati untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan penyakit tersebut ataupun kelemahan karena usia lanjut. Rahmat ini memperbaharui iman dan pengharapan, sehingga orang yang sakit tidak berkecil hati dan tidak takut menghadapi kematian. Rahmat ini dapat mendatangkan pengampunan dosa, menyembuhkan jiwa, dan dapat pula menyembuhkan badan, jika hal tersebut sesuai dengan kehendak Allah.[19]
  2. Persatuan dengan sengsara Kristus. Oleh Sakramen ini orang yang sakit menerima kekuatan dan anugerah untuk mempersatukan diri lebih erat lagi dengan sengsara Tuhan Yesus. Dalam keadaan sedemikian, orang yang sakit seolah diangkat menjadi ‘sahabat sejati’ Tuhan Yesus yang tidak saja menjadi sahabat di waktu senang, tetapi juga di waktu susah. Dengan menderita bersama Yesus, sengsara kita akibat dari dosa asal mendapat suatu nilai yang baru: kita dapat turut serta dalam karya keselamatan Yesus.[20] Inilah yang disebut sebagai “redemptive suffering” atau sengsara yang menyelamatkan.
  3. Rahmat Gerejani. Orang yang sakit dapat menggabungkan penderitaannya dengan penderitaan Yesus dan memberikan sumbangan bagi kesejahteraan umat Allah.[21] Dari contoh kisah Pastor Bob di atas dapat kita lihat bagaimana doa sang ibu yang sakit dapat membawa buah pertobatan bagi banyak anak muda anggota Gereja. Jadi Pengurapan dapat menghasilkan buah yang ganda, sebab yang menerima rahmat tidak saja orang yang sakit, tetapi juga para anggota Gereja. Orang sakit yang didoakan oleh Gereja (melalui imam) dalam persekutuan orang kudus menerima rahmat Roh Kudus, dan orang yang sakit tersebut menyumbangkan rahmat yang diterimanya dari Pengurapan, yaitu doa yang menguduskan Gereja.[22]
  4. Persiapan untuk perjalanan terakhir. Urapan ini merupakan persiapan untuk perjalanan terakhir terutama bagi mereka yang tengah menghadapi ajal. Bagi mereka, Urapan ini membuat mereka semakin serupa dengan Kristus sendiri. Urapan Orang sakit ini menjadi semacam rangkuman kehidupan kita di dunia, yang telah dimulai dengan (1)Pembaptisan yang telah mempersatukan kita dengan kematian dan kebangkitan Kristus, dan yang telah memberikan kehidupan baru dalam Roh, (2)Penguatan meneguhkan kita di dalam iman, dan (3) Pengurapan Terakhir (temasuk Ekaristi) membekali kita untuk menghadapi perjuangan sebelum memasuki kehidupan kekal di rumah Bapa.[23]

Penutup

Marilah kita bersyukur kepada Tuhan untuk karunia Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Karena melalui sakramen ini, Tuhan Yesus menjamah dan menguduskan orang sakit untuk mendatangkan kesembuhan jasmani dan rohani, namun terutama kesembuhan rohani, dengan membersihkan dari dosa, dan memberikan rahmat Roh Kudus-Nya. Jika oleh kebijaksanaan-Nya, Tuhan memandang bahwa kesembuhan jasmani itu baik bagi pertumbuhan iman dan keselamatan kita, Ia dapat memberikan kepada kita kesembuhan itu. Namun ada kalanya, Tuhan memandang sebaliknya, diizinkannya kita memikul salib kita, agar kita dapat lebih bertumbuh di dalam iman dan kasih kepada-Nya. Dalam keadaan apapun, kita diundang untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, dan mempercayakan hidup kita ke dalam tangan-Nya. Apapun rencana Tuhan bagi kita, Ia tak pernah mengizinkan pencobaan melampaui kekuatan kita (1Kor 10:13), dan jika kenyataannya Tuhan masih memberi kesempatan kita untuk hidup, artinya tugas kita di dunia belum selesai. Maka baiklah kita menjalaninya dengan semangat hidup dan kasih yang berkobar. Ya,  rahmat Allah akan memampukan kita untuk selalu mempunyai damai sejahtera dalam keadaan apapun juga. Rahmat ini khusus diberikan-Nya melalui Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Melalui Pengurapan ini, Yesus mempersatukan kita yang sakit dengan Diri-Nya sendiri, sehingga kita dapat mempersembahkan penderitaan kita yang dengan kesatuannya dengan penderitaan Kristus dapat mendatangkan keselamatan, baik bagi diri kita maupun orang lain. Jika saatnya tiba bagi kita masing-masing, mari kita menyambut sakramen ini dengan hati lapang, “Tuhan Yesus, kuterima rahmat-Mu, yang mempersatukan aku dengan sengsara-Mu yang menyelamatkan. Semoga rahmat-Mu mendatangkan pengampunan, kesembuhan dan keselamatan bagiku, juga bagi mereka yang kudoakan, dan bagi dunia. Semoga rahmat-Mu mempersiapkan aku untuk menyongsong Engkau kelak dalam kehidupan abadi di surga. Aku tak tahu kapan saatnya Engkau memanggilku pulang, namun izinkanlah aku mengandalkan kasih-Mu dan kebaikan-Mu. Bantulah aku agar sungguh bertobat, dan agar aku tidak menjadi tawar hati. Biarlah selalu bergema di hatiku, bahwa  penderitaanku, apapun bentuknya,  tidak dapat memisahkan aku daripada-Mu, yang telah lebih dahulu memilih untuk menderita bagiku demi menyelamatkan aku. Mari, peganglah tanganku ya Tuhan, dalam menjalani kehidupanku ini, sampai saatnya nanti aku memandang Engkau di dalam kehidupan yang akan datang ….”


[1] Lihat Katekismus Gereja Katolik 1500.

[2] Lihat KGK 1501

[3] Lihat KGK 1502

[4] Lihat Pope John Paul II, Salfivici Doloris (On the Christian Meaning of Human Suffering), 19

[5] Lihat Ibid., 20

[6] Ibid., 24

[7] Lihat Lumen Gentium 41

[8] KGK 1505

[9] Lihat KGK 1510, 1526

[10] Diterjemahkan dari St. Yohanes Krisostomus, On the Priesthood 3:6:190ff

[11] Lihat St. Innocent, “Letter to Decentius”, seperti dikutip oleh John Willis, The Teaching of the Church Fathers, (Ignatius Press, San Francisco, 2002), p. 430-431.

[12] Konsili Trente, DS 16, 95 seperti dikutip di KGK 1511.

[13] Lihat KGK 1514, 1515

[14] Lihat KGK 1515

[15] Lihat KGK 1516

[16] Lihat KGK 1517, 1525

[17] Lihat KGK 1524

[18] Lihat KGK 1519

[19] Lihat KGK 1520

[20] Lihat KGK 1521

[21] Lihat Lumen Gentium 11, seperti dikutip di KGK 1522

[22] Lihat KGK 1522

[23] Lihat KGK 1523

5 4 votes
Article Rating
24 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
grace gloria
10 years ago

apakah maksudnya saya diurapi oleh minyak karisma sewaktu saya tidur?

[Dari Katolisitas: Siapa yang mengurapi Anda? Apakah Anda sedang sakit? Apakah Anda menerima sakramen? Pertanyaan Anda kurang jelas sehingga kami tidak dapat menanggapinya.]

Marselinus
Marselinus
10 years ago

Bapak saya sakit stroke sudah lama dan setahun terakhir kondisinya sudah tidak dapat mengenal lingkungan dan orang-orang disekitarnya juga sudah tidak dapat berkomunikasi, beliau sudah beberapa kali bahkan pernah sebulan dua kali meneriman sakramen pengurapan orang sakit karena permintaan dari ibu saya. Dan menjelang hari orang sakit sedunia ini kembali ibu saya mendesak kami anak-anaknya untuk memangil pastor dan memberikan sakramen ini kepada Bapak. Pertanyaan saya haruskah dan perlukah seseorang yang dalam keadaan seperti Bapak ini berkali-kali diberikan sakramen orang sakit ini ? Terima kasih. [Dari Katolisitas: Jika sakitnya cenderung bertambah parah, sehingga setiap kali ada kemungkinan bapak Anda berpulang,… Read more »

Oktavianus
Oktavianus
10 years ago

Shalowm,

apa gunanya minyak urapan (oleh2) yg sdh diberkati (oleh Romo yg menemani ziarah) bagi saya/umat/awam?

Terimakasih.

[Dari Katolisitas: Air suci ataupun minyak suci yang sudah diberkati oleh imam tersebut, merupakan benda-benda sakramentali, yang dimaksudkan untuk menguduskan umat beriman. Atas dukungan doa syafaat Gereja, benda-benda sakramentali ini dapat mendatangkan efek-efek rohani kepada mereka yang menerima/ mengenakannya, jika dengan kesungguhan hati mereka mengimani campur tangan Tuhan yang terus menyertai Gereja-Nya dalam mendatangkan berkat/ rahmat-Nya melalui benda-benda yang telah diberkati tersebut.]

Steven Dono Nauli
Steven Dono Nauli
10 years ago

Syahlom, Maaf bila hal ini sudah pernah ditanyakan sebelumnya. Mohon penjelasannya. Bagaimana bila seorang yang telah berdosa “berat”, selama hidupnya belum pernah mengaku dosanya itu lewat sakramen pertobatan. Tetapi menjelang akhir hidupnya telah menerima sakramen pengurapan orang sakit, namun belum sempat mengaku dosa-dosanya karena keadaannya tidak memungkinkan ( tidak bisa berbicara lagi karena kondisi kesehatannya memburuk ). 1. Apakah segala dosa_dosanya dihapuskan ( termasuk dosa berat ) ? 2. Apakah nantinya dia masuk ke api penyucian atau neraka ? 3. Apakah doa-doa kita yang masih hidup di dunia ini dapat mengurangi hukuman akibat dosa-dosa yang bersangkutan. Terima kasih Damai Kristus… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Steven Dono Nauli
10 years ago

Shalom Steven, Dosa berat dapat diampuni dengan Sakramen Tobat atau sesal sempurna yang diikuti dengan niatan secepatnya mengaku dosa di dalam Sakramen Tobat jika memungkinkan. Dalam KGK dituliskan sebagai berikut: “Kalau penyesalan itu berasal dari cinta kepada Allah, yang dicintai di atas segala sesuatu, ia dinamakan “sempurna” atau “sesal karena cinta” [contritio]. Penyesalan yang demikian itu mengampuni dosa ringan; ia juga mendapat pengampunan dosa berat, apabila ia dihubungkan dengan niat yang teguh, secepat mungkin melakukan pengakuan sakramental (Bdk. Konsili Trente: DS 1677.)“ (KGK 1452) Jadi, kalau seseorang dalam kondisi sakit dan tidak dapat menerima Sakramen Tobat, namun dia mempunyai sesal… Read more »

heddina silalahi
heddina silalahi
11 years ago

saya mau bertanya;
saat seorang pastor dipanggil umat untuk mengadakan sakramen pengurapan orang sakit, apakah ia harus menyetujuinya atau bisa menolaknya??

RD. Yohanes Dwi Harsanto
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Reply to  heddina silalahi
11 years ago

Salam Heddina, Pada prinsipnya imam tidak menolak permintaan pelayanan sakramen apapun. Mengenai permintaan Sakramen Pengurapan Orang Sakit, Pastor bisa melakukan diskresi atas permintaan tersebut. Yang dijadikan bahan diskresi ialah: keadaan pasien dan jadwalnya sendiri serta jadwal pastor lain. Namun pada prinsipnya selalu segera harus dilakukan secepatnya. Hal ini ditunjang oleh ketentuan kanon 1003 paragraf 3: “Setiap imam manapun boleh membawa minyak yang diberkati agar dalam keadaan mendesak dapat melayani sakramen pengurapan orang sakit”. Diskresi imam juga mempertimbangkan kanon 1004 par. 1: “Sakramen pengurapan orang sakit diberikan kepada orang beriman yang telah dapat menggunakan akal budi yang telah berada dalam bahaya… Read more »

dea putri
dea putri
12 years ago

Dear Tim Katolisitas, Saya buka2 artikel lama di sini & saya senang sekali menemukan artikel tentang Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Bagaimana menanggapi ajaran salah satu denominasi Protestan yg membawa2 minyak urapan kemana2 & sedikit2 mengolesi apa saja yg tidak berkenan dengan minyak urapan sambil doa “dalam nama Yesus”. Mertua saya ikut gereja ini & kerap mengolesi kepala anak saya dengan minyak ini, saya sejujurnya sama sekali ga sreg, bu, tapi mau gimana, beliau tetap Ibu Mertua saya yg harus saya hormati. Bagaimana menolaknya tapi dengan sikap kasih? Setelah membaca artikel ini saya semakin tau bahwa Minyak Urapan itu ga boleh… Read more »

dea putri
dea putri
Reply to  Ingrid Listiati
12 years ago

Dear Ibu Inggrid,

Terimakasih untuk penjelasan yg indah. Mengenai minyak urapan yg sering diolesi ke kepala anak saya, seringkali saya biarkan saja walo saya tidak mengimani sama sekali tata cara gereja mertua saya. Saya anggap saja sebagi tindakan mengasihi & mendoakan. Mungkin sikap saya ini akan dipandang salah dalam ajaran Katolik, tapi ini semua saya lakukan supaya mertua saya tidak tersinggung & salah2 saya akan dianggap fanatik kalo tidak mengijinkannya. Saya bawa dalam doa tiap hari supaya kelak anak saya bisa mengerti saat saya beri pengertian mengenai perbedaannya.

Fenly J. Tiwow
Fenly J. Tiwow
12 years ago

Bagaimana susunan liturgi Sakramen Pengurapan Orang Sakit?

[dari Katolisitas: susunan liturgi Sakramen Pengurapan Orang Sakit telah dijabarkan secara urut di dalam artikel di atas, silakan klik, tepatnya di bawah judul, “Jika dirayakan di dalam Misa Kudus di gereja, demikianlah urutannya”]

Inus
Inus
14 years ago

Shallom katolisitas..mo tanya nih,ttng viaticum apa itu apakah sama dg sakramen minyak suci? mhn pencerahannya trimakasih..

Benedicta Maria
Benedicta Maria
14 years ago

mw tny..
aq pernah dengar kalo menerima Sakramen Minyak Suci tidak boleh dilakukan bila wktnya masih seminggu…
kalo ada org yg sakit parah andaikata tgl 1 menerima Sakramen Minyak suci..
trs tgl 7nya dia sakitnya lebih parah lg.. apakah dia tidak boleh menerima Sakramen Minyak Suci lagi?
dan setahu saya menerima Sakramen Minyak Suci itu boleh dilakukan kpn aja..wlopun jarak wktnya cuman sehari..

Mohon tanggapan dan bimbingannya..

agustinus prasetyo
agustinus prasetyo
14 years ago

Selamat malam,

Mau tanya nih. Apakah boleh seseorang yang sudah menerima sakramen Perminyakan sebelum operasi, menerima sakramen Perminyakan lagi dua hari sesudahnya manakala kondisinya memburuk ?

Terima kasih

andryhart
andryhart
14 years ago

Syalom,
Bu Ingrid, saya ingin bertanya apakah seorang prodiakon bisa diberikan pengecualian oleh pastor untuk memberikan sakramen pengurapan dalam keadaan sangat darurat seperti misalnya pasien mendadak berada dalam bahaya kematian sementara tempat tinggalnya sangat jauh dari Gereja Katolik atau dari tempat tinggal Pastor. Jika tidak diperbolehkan, mengapa sakramen pembaptisan yang juga tidak kalah pentingnya diperbolehkan dilakukan oleh awam Katolik jika keadaannya darurat. Atas jawaban pertanyaan ini, saya ucapkan terima kasih.

Isa Inigo
Isa Inigo
Reply to  andryhart
14 years ago

Bu Ingrid, dan Andryhart, dasar alasan ada pada surat st Yakobus bab 5 ayat 14-15. Kalau di antara kamu ada yang sakit, baiklah ia memanggil memanggil para imam Gereja (terjemahan LAI/Protestan: penatua jemaat), supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Doa yg lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu, dan Tuhan akan membangunkan dia, dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni. Terjemahan bhs Inggris: Is anyone among you sick? Let him call in the presbyters of the Church and let them pray over him and anoint him with oil in the… Read more »

Julius Santoso
Julius Santoso
15 years ago

Sakramen orang sakit. Kalau mendengar orang sakit dan oleh romo telah diberi Sakramen ini, saya mempunyai kesan bahwa orang tersebut mendekati ajal dan banyak orang mengatakan Sakramen ini disebut Sakramen terakhir. Sewaktu anak saya duduk di SMP pernah mengatakan, bahwa orang tua temannya sakit keras dan oleh romo sudah diberikan sakramen pencabut nyawa. Saya jawab : ” Huss… bukan itu maksudnya.. itu pengertian yang tidak benar…dst.nya”, dan selanjutnya saya berikan penjelasan secukupnya. Sdr. Ingrid Listiati yang dikasihi Tuhan. Menurut pendapat saya Sakramen Orang Sakit tidak hanya diberikan kepada orang yang sakit keras, jompo dan diambang kematian saja, tetapi diberikan kepada… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
24
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x