Memang menurut bahasa Yunani ada empat kata untuk kata “kasih/ cinta”. Agape adalah kasih yang tak bersyarat, eros adalah kasih yang menginginkan, philia adalah kasih antara sahabat/ saudara, dan storge adalah ungkapan kasih kodrati, seperti antara orang tua kepada anak (namun ungkapan yang keempat ini jarang digunakan dalam karya tulis kuno). Tentang eros, philia dan agape, kami mengacu kepada surat ensiklik pertama dari Paus Benediktus XVI, yang berjudul Deus Caritas est (DCe)- God is Love:

Jika dilihat dari pengertian dasarnya, menurut Paus Benediktus XVI, eros adalah kasih antara pria dan wanita di mana kasih tersebut tidak direncanakan ataupun diinginkan, namun sepertinya tertanam di dalam diri manusia itu. Sedangkan philia adalah kasih persahabatan yang sering dipakai untuk menggambarkan kasih antara Kristus dan para murid-Nya, dan agape adalah kasih menurut pengertian Kristiani (lih. DCe, 3), yang mengacu kepada kasih yang rela berkorban (lih. DCe, 7). Paus Benediktus mengatakan bahwa menurut Perjanjian Lama bahasa Yunani, kata ‘eros‘ hanya tertulis dua kali, sedangkan dalam Perjanjian Baru, kata eros sama sekali tidak digunakan.

Menurut pengertian Yunani, eros artinya adalah “divine madness“, namun penerjemahannya di dalam agama Yunani adalah dengan praktek prostitusi dalam kuil- kuil mereka, di mana manusia seolah- olah dijadikan alat untuk memancing kegairahan “divine madness” tersebut. Maka di sini terlihat bahwa makna eros perlu dimurnikan, jika ingin dikembalikan ke makna aslinya, yang dalam konteks rohani mengacu kepada suatu pengalaman puncak dari keberadaan kita manusia, yaitu persatuan dengan Tuhan, keinginan yang telah tertanam dalam diri manusia.

Maka konsep pengertian eros menyatakan adanya hubungan antara kasih dan Tuhan; dan karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, maka untuk mengasihi Tuhan juga dibutuhkan keterlibatan tubuh dan jiwa. Pandangan ini memurnikan kesalahan pandangan umum yang ada dewasa ini, yang mereduksi eros menjadi “seks saja” atau yang lama kelamaan menuju kepada ekstrim yang lain yaitu kebencian terhadap apa yang berkaitan dengan tubuh manusia. Iman Kristiani tidak mengajarkan demikian, sebab manusia memang terdiri dari tubuh dan jiwa yang spiritual, dan untuk dapat mengasihi Tuhan, diperlukan jalan ‘eros‘ yang menanjak menuju Tuhan, yang melibatkan penyangkalan diri/ pengorbanan, pemurnian dan pemulihan. (lih. DCe 5)

Dalam Kitab Kidung Agung, dituliskan kata kasih dengan istilah dodim -yang artinya kasih yang tak menentu, yang mencari-cari- dan ahaba (keduanya adalah kata Ibrani) yang diterjemahkan dalam versi Yunani menjadi agape. Agape ini kemudian menjadi istilah tipikal dalam Kitab Suci untuk menggambarkan kasih yang tidak lagi tidak menentu, sebab kasih ini tertuju kepada pengenalan akan diri orang yang dikasihi, melebihi perhatian ataupun kesenangan sendiri. Agape menginginkan kebaikan bagi orang yang dikasihi, dan keinginan untuk berkorban baginya (lih. DCe 6).

Jadi eros dan agape menggambarkan realitas kasih yang tidak terpisahkan.  Kasih tidak bisa selalu memberi (agape) tetapi juga menerima (eros). Mereka yang ingin memberi kasih harus juga menerima kasih (lih. DCe 7) Pada Tuhan, kasih eros-Nya kepada manusia juga adalah kasih yang total agape. Kasih Tuhan yang membara kepada manusia adalah juga kasih-Nya yang mengampuni. Kasih Allah yang sedemikian kepada manusia digambarkan sebagai kasih antara mempelai pria dan wanita, seperti tertulis dalam kitab Kidung Agung, yaitu bahwa manusia dapat masuk ke dalam kesatuan dengan Tuhan, “Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.” (1 Kor 6:17) (lih. DCe, 10)

Kasih eros ini tertanam dalam diri manusia, bahwa laki- laki terpanggil untuk meninggalkan ayah ibunya dan bersatu dengan istrinya. Dengan demikian, perkawinan yang monogam merupakan penggambaran nyata atas kasih Tuhan yang satu (monotheism) kepada manusia. Cara Tuhan mengasihi manusia, menjadi tolok ukur/ contoh bagi kasih manusia.

Menarik untuk disimak adalah contoh penggunaan kata philia dan agape, dalam perikop Yoh 21:15-19. Di sana Yesus bertanya sebanyak tiga kali kepada Rasul Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku?” Pertanyaan Yesus yang pertama dan kedua menggunakan kata agape, Apakah engkau mengasihi (agapo) Aku? Namun Petrus selalu menjawabnya dengan, “….Engkau tahu bahwa aku mengasihi (philieo) Engkau”. Yang ketiga kalinya, Yesus bertanya, “Apakah engkau mangasihi (phileo) Aku?” Dan Petrus menjawab, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi (phileo) Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” (Yoh 21:17)

Agaknya Tuhan Yesus memahami bahwa kasih Petrus kepada-Nya tidak akan sama besarnya dengan kasih-Nya (agape) kepada Petrus. Namun demikian, Kristus menerima pernyataan kasih dari Petrus yang sejujurnya ini, dan tetap mempercayakan penggembalaan kawanan domba-Nya kepada Petrus. Penerimaan Kristus akan diri Petrus apa adanya inilah yang justru mengubah Petrus, dan menumbuhkan kasih di dalam hatinya, sehingga kelak di akhir hidupnya, Petrus dapat membuktikan kasih yang besar kepada Kristus dengan kasih yang menyerupai kasih Kristus kepadanya. Rasul Petrus rela menyerahkan dirinya untuk dihukum mati oleh pihak penguasa Roma dengan disalibkan terbalik, demi membela imannya akan Kristus.

Sungguh, kesaksian hidup rasul Petrus yang semakin bertumbuh di dalam kasih kepada Tuhan ini, selayaknya menjadi teladan kita. Seperti Petrus, kitapun mungkin jatuh bangun di dalam hidup ini. Namun selayaknya kita mengingat akan kasih Allah yang total tak bersyarat/ agape kepada kita; sehingga hari demi hari kita dibentuk oleh Tuhan untuk menjadi semakin bertumbuh di dalam kasih kepada-Nya, agar semakin menyerupai kasih-Nya yang total kepada kita.

11 COMMENTS

  1. Salam Damai dalam Kristus.
    Apabila seorang pria mencintai seorang wanita dan keduanya sama-sama tidak terikat oleh Sakramen Perkawinan, jenis cinta seperti apakah yang harus diterapkan oleh sang pria terhadap wanita tersebut? Eros-kah? Agape-kah? Ataukah yang lain? Terima kasih atas bantuannya, Tuhan memberkati.

    • Shalom Bartolomeus,

      Dalam perkawinan Katolik, pasangan dapat mengasihi dengan eros, philia, dan agape. Secara kodrati kasih eros telah tertanam antara pria dan wanita. Persahabatan antara suami istri juga harus terus bertumbuh dengan philia. Namun, pada akhirnya perkawinan Katolik harus mengarah kepada kasih agape, yaitu kasih yang memberikan diri kepada pasangannya. Kalau pasangan dapat mengasihi dengan kasih agape, maka keduanya juga akan terpuaskan dengan kasih eros, sehingga keduanya saling menerima kasih dan saling memberi kasih. Dan karena kasih adalah menginginkan yang baik bagi orang yang dikasihinya, dan tidak ada yang lebih baik dari Surga, maka pasangan suami istri dapat mengudus agar keduanya dapat mencapai Surga. Semoga dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Bpk Stef Ytk, terima kasih atas tanggapan sebelumnya.

        Namun sejujurnya, saya masih belum terlalu jelas. Berikut saya berikan contoh agar saya dapat dengan lebih jelas memahaminya.

        Pria A mencintai wanita B. Si B menunjukkan tanda-tanda kalau dia tidak mencintai Si A, bahkan terkesan membenci A dengan menolak setiap ajakan A untuk berteman (=”philia”) dengannya. Apakah A harus tetap mencintai B tanpa syarat seperti yang saya pahami dari penjelasan tentang jenis cinta “agape” dalam tulisan di atas? Ataukah memang “agape” itu mustahil dilakukan oleh manusia biasa dan hanya dapat dilakukan oleh Allah (yang dicontohkan dengan wafat-Nya Kristus di kayu salib untuk menebus dosa manusia)? Akankah A melakukan kebodohan dengan tetap mencintai B walaupun tahu cintanya tak berbalas?

        Demikian pertanyaan dari saya. Semoga Roh Kudus selalu menguatkan Bpk Stef dan seluruh tim Katolisitas.org dalam karya kerasulan ini. Terima kasih, Tuhan memberkati.

        • Shalom Bartolomeus,

          Kasih Agape memang secara absolut adalah merupakan kehidupan Tritunggal Maha Kudus. Namun, kita juga diminta untuk saling mengasihi. Dituliskan dalam Yoh 13:34-35 demikian:

          Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi (agape); sama seperti Aku telah mengasihi (agape) kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi (agape). Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi (agape).”

          Dari ayat ini, kita tahu bahwa Yesus memberikan perintah kepada kita agar kita dapat mengasihi dengan kasih agape. Memang hal ini sulit, namun Allah tidak akan memberikan perintah yang tidak mungkin. Hal ini menjadi mungkin karena Allah sendiri memberikan rahmat-Nya kepada kita, sehingga kita dimampukan untuk mengasihi sesama kita dengan kasih agape. Kasih seperti ini adalah kasih yang memberikan diri, mau berkurban bagi orang yang dikasihi.

          Jadi, dalam kasus yang Anda berikan, maka kalau A sungguh mau mengasihi B dengan kasih agape, maka sudah seharusnya A membiarkan B untuk menentukan pilihannya dan tidak memaksakan kehendak A kepada B. Kasih agape A kepada B dapat diteruskan namun bukan dalam hubungan pacaran, namun dalam pertemanan, yang tanpa pamrih. Tentu saja, A dapat mengasihi orang lain yang dapat dijadikan teman hidup. Dan A dapat tetap berbahagia terhadap B walaupun tidak memiliki B sebagai pacar. Semoga dapat memperjelas.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  2. kalau kasih storge apa donkk??????????

    #Respoond please

    [Dari Katolisitas: Mohon dibaca kembali artikel di atas, di alinea pertama, point.1]

  3. saya baru mengerti apa itu agape, eros, dan philia. setela teman saya menanyakan tentang ketiga kata itu, akhirnya saya mencari dan ketemu juga disini.
    meskipun saya masih agak bingung dengan pengertian dari ketiga kata di atas yang sudah di ulas, tetapi saya sudah sedikit menangkap apa yang dimaksud dengan agape, eros, dan philia.
    terima kasih buat katolisitas yang sudah mau berbagi pengetahuannya.

    ~Berkah Dalem~

  4. Dear Katolisitas;

    Ada sedikit pertanyaan:
    Bagaimana pandangan teologi Katolik terhadap “Four Loves” karya C.S. Lewis. Dimana ada 4 “love” yang dibagi menjadi “natural love” yaitu: affection/stourge, friendship/philia, romantic/eros. Dan satu “divine love” yaitu Agape. Lewis berpendapat bahwa “natural love” dari human harus bertransformasi menjadi “divine love”/agape untuk mencapai kesempurnaannya. Sebaliknya bila tidak, “natural love” cenderung ke arah negatif.
    Bagaimana perbandingan konsep LOVE dalam “Four Love” ini dengan konsep “Deus Caritas est” oleh PB XVI ? Dimana dalam “Deus Caritas est” pada Allah BUKAN HANYA ada Agape tetapi juga ada Eros (dimana Eros ini adalah “natural love” menurut Lewis) ?

    Mohon pencerahan, kedua tulisan tersebut sangat menarik menurut saya. Terima kasih. Semoga Tuhan senantiasa memberkati Katolisitas. Amen.

    • Shalom Fxe,

      Silakan anda membaca terlebih dahulu artikel di atas ini, silakan klik.

      Dalam Deus Caritas est, Paus Benediktus XVI menyampaikan bahwa kasih ‘eros‘ itu perlu dikembalikan ke makna yang sebenarnya, yang merupakan kasih kodrati yang mempersatukan, entah itu kasih antara pria dan wanita, atau juga antara manusia dengan Tuhan. Dewasa ini kata ‘eros‘ sering dikonotasikan dengan nafsu jasmani, namun menurut Paus Benediktus XVI, sesungguhnya bukan itu maksudnya. Sebab jika makna ‘eros’ ini dipahami dengan murni sesuai maksudnya, kita sesungguhnya akan dapat semakin menghayati makna Ekaristi, yang sesungguhnya selain merupakan kasih agape dari Tuhan Yesus kepada kita, juga merupakan kasih eros Tuhan kepada kita, yang menghendaki kita untuk bersatu dengan-Nya dalam kesatuan dengan Tubuh-Nya.

      Nah, jika eros ini hanya dipandang sebagai melukiskan kasih antara manusia laki- laki dan perempuan saja (dan bukan antara manusia dengan Tuhan), maka memang ada besar kemungkinan maknanya tereduksi ke arah jasmani saja. Kemungkinan inilah yang dimaksud Lewis dengan ‘natural love‘, yang dapat berkembang ke arah negatif, yang hanya menitikberatkan kepada dorongan persatuan tubuh, tanpa keterlibatan jiwa.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. dear bu Inggrid,
    Menarik sekali membaca tentang Agape, Kasih Allah yang tidak bersyarat ini…baru-baru ini saya jatuh dalam dosa…saya sangat gelisah, tapi di tempat kami tidak ada pastor, jadi tidak bisa mengaku dosa….bu Inggrid, saya bukan mencobai Tuhan, tapi saya mau mengatakan, dengan keadaan ini mungkin Tuhan mau mengajar saya untuk tetap rendah hati, bahwa saya bukan orang yang selalu baik, bukan orang yang selalu taat padaNya, rajin gereja, aktif kegiatan rohani, tapi saya juga manusia yang lemah dan bisa jatuh dalam dosa berat juga….saya disadarkan, saya menyesal dan sungguh-sungguh mau bertobat, berbalik kembali padaNya…mohon bantu doa juga ya, Tim Katolisitas…berat sekali rasanya….godaan dosa menarik-narik saya sampai lelah rasanya…tapi Puji Tuhan, begitu saya bertekad berbalik, berdoa, baca Alkitab, rasanya mulai menipis tarikan godaan dosa itu…..saya rindu sakramen pengakuan dosa…..saya merasa bersalah sekali, saya berdosa terhadap Tuhan dan terhadap*********, saya tidak layak disebut Anak Bapa…..tapi saya menguatkan diri, saya ingat cinta Tuhan tak terbatas, apalagi setelah membaca mengenai Agape tadi….saya percaya, Tuhan punya maksud yang baik untuk saya, dengan kejadian ini….Bu Inggrid, terima kasih sudah mendengarkan….mohon doanya…
    imelda.

    [dari Katolisitas: Pengalaman jatuh bangun di dalam kehidupan rohani memang mengajarkan kita untuk hidup di dalam kerendahan hati: mengakui kelemahan kita dan ke-maha kuasaan dan kebaikan Tuhan. Tiada kata terlambat untuk bertobat, dan selanjutnya mari terus bersandar kepada Tuhan, dan berjuang untuk hidup lebih baik daripada sebelumnya.]

  6. Shalom,

    Dikatakan bahwa ada 4 macam cinta dalam bahasa Yunani. Apa bisa dibuatkan sebuah artikel mengenai hal ini serta contoh-contoh penggunaannya dalam alkitab beserta maknanya? Khususnya mengenai percakapan Tuhan Yesus dengan St. Petrus yang dimana Tuhan Yesus menanyakan kepada Petrus, “apakah kau mengasihi-Ku” sebanyak 3 kali yang dimana digunakan kata “cinta” yang berbeda-beda.

    Trima kasih sebelumnya…
    GBU

    [Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

Comments are closed.