Tema dari Yubelium 2025 adalah Peziarah Pengharapan. Apa maksudnya?
Hi, selamat datang di Katolisitas.
Dalam bulla Yubelium yang berjudul Spes non Confundit (Pengharapan tidak mengecewakan), Paus mengajak semua umat beriman untuk selalu berharap, di tengah ketidakpastian dunia dan masa depan. Kita diajak untuk memperbarui harapan
“karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus” (Rm 5:1-2,5).
Pengharapan ini lahir dari kasih Allah dan didasarkan pada kasih Allah yang memancar dari hati Tuhan Yesus yang tertikam di kayu salib. Pengharapan ini selalu hidup, karena kurban Kristus itu selalu hidup dan hadir di tengah Gereja-Nya.
Nah, sekarang pertanyaannya, pengharapan apa yang dimaksud oleh Paus?
Pertama, pengharapan akan perdamaian dunia. Kita berdoa dan berharap agar para pemimpin dunia membuat langkah-langkah konkret untuk melakukan diplomasi untuk perdamaian dunia.
Kedua, berharap untuk memiliki semangat hidup dan kemauan untuk berbagi. Keterbukaan terhadap kehidupan dari pasangan suami istri yang bertanggungjawab adalah rencana Allah, yang perlu didukung oleh negara melalui undang-undangnya, dan juga oleh komunitas umat beriman dan masyarakat. Sebab tanpa hal ini, negara pada akhirnya akan mengalami penurunan angka kelahiran yang mengkhawatirkan. Kita perlu mengusahakan masa depan yang diisi oleh tawa bayi dan anak-anak, menemukan kembali sukacita kehidupan dan tidak membatasi keinginan hanya untuk memenuhi kebutuhan material.
Ketiga, kita dipanggil untuk menjadi tanda harapan bagi saudara-saudari kita yang mengalami berbagai kesulitan, contohnya, para tahanan, orang-orang sakit, mereka yang berkebutuhan khusus.
Keempat, kita dipanggil untuk mendukung kaum muda, yang merupakan perwujudan pengharapan, tidak saja bagi Gereja, tapi juga dunia. Gereja perlu menjangkau kaum muda dan peduli kepada mereka. Kaum muda perlu didukung untuk mencapai masa depan yang baik, agar mereka tidak lekas menyerah, melarikan diri ke narkoba dan kesenangan-kesenangan sesaat yang merusak diri sendiri.
Kelima, kita dipanggil untuk menyambut dan menghormati martabat para migran, yang meninggalkan tanah air mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik ataupun menghindari perang dan kekerasan. Mereka tetap perlu diberikan akses kepada pekerjaan dan pendidikan.
Keenam, kita dipanggil untuk memberikan perhatian dan dukungan kepada para lansia, yang dari mereka diperoleh pengalaman, kebijaksanaan dan kontribusi yang masih dapat mereka berikan. Semoga komunitas Kristiani dan masyarakat dapat bekerjasama memperkuat hubungan antar generasi.
Ketujuh, kita dipanggil untuk memberikan harapan kepada kaum miskin yang jumlahnya milyaran, yang berkekurangan dalam kebutuhan pokok. Kita didorong untuk lebih aktif terlibat untuk meringankan beban mereka. Sebab orang miskin selalu ada di sekitar kita, maka kita dipanggil untuk bermurah hati kepada sesama yang membutuhkan bantuan.
Paus Fransiskus menyatakan bahwa kita sebagai umat Kristiani mempunyai dasar kuat untuk berharap, karena Kristus lah yang memberikan kehidupan kekal sebagai kebahagiaan kita. Tanpa dasar yang ilahi ini dan harapan kehidupan kekal, maka segala kesulitan hidup, penderitaan dan kematian dapat membuat orang berputus asa. Tetapi kalau kita punya pengharapan yang menyelamatkan, kita dapat memandang bahwa sejarah kehidupan kita tidak dimaksudkan untuk mencapai jalan buntu tetapi untuk mengalami perjumpaan dengan Kristus yang mulia.
Kristus yang telah wafat dan bangkit inilah yang menjadi dasar pengharapan kita, sebab di dalam Dia lah kita telah dikuburkan dalam Pembaptisan, dan memperoleh anugerah kehidupan baru yang menghantarkan kita kepada hidup kekal. Dalam pengharapan ini kita akan tetap dapat menghadapi realitas kematian dari orang-orang yang kita kasihi, sebab kita percaya akan kehidupan kekal, dan berharap kelak kita akan dipertemukan kembali dengan mereka, dalam kebahagiaan kekal. Para martir adalah para saksi yang terkuat akan pengharapan kehidupan kekal. Mereka memilih melepaskan hidup mereka di dunia daripada mengkhianati Tuhan, karena hati mereka terarah pada kehidupan kekal.
Tetapi tidak terpisah dari kematian dan kehidupan kekal adalah penghakiman Allah. Dalam pengadilan ini kita akan mengenal misteri kemurahan hati Allah, di mana kita akan melihat kebenaran dan kasih Allah dinyatakan. Semua kejahatan yang telah diperbuat setiap orang tidak bisa disembunyikan, dan semua ini perlu dimurnikan sebelum ia dapat mengalami perjumpaan yang definitif dengan Allah. Di sinilah kita melihat perlunya doa-doa kita bagi semua orang yang telah beralih dari dunia ini, karena kita semua sebagai anggota Tubuh Kristus saling terhubung dalam persekutuan para kudus yang saling mendoakan satu sama lain. Indulgensi Yubelium dimaksudkan secara khusus bagi mereka yang telah mendahului kita, agar mereka dapat memperoleh belas kasihan sepenuhnya.
Indulgensi yang di zaman dulu juga sering diartikan sebagai belas kasihan merupakan ungkapan pengampunan Tuhan yang tak terbatas. Tapi tentu pengampunan diperoleh bagi orang yang bertobat, dan disinilah pentingnya Sakramen Tobat. Dalam sakramen Tobat kita memperoleh pengampunan dosa, di mana tergenapi teks Mazmur ini,
“Dialah [Tuhan] yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat … Tuhan adalah Penyayang dan Pengasih…” (Mzm 103: 3-4, 8).
Di sakramen ini kita mengizinkan Tuhan menghapus dosa-dosa kita dan memulihkan kita, memeluk kita kembali, mendamaikan kita dengan diri-Nya dan menikmati pengampunan-Nya.
Namun meski sudah diampuni, setiap dosa meninggalkan bekasnya. Karena setiap dosa mempunyai konsekuensi, bahkan dosa ringan, karena mengandung keterikatan yang tidak sehat pada makhluk ciptaan. Karena itu, kita masih perlu disucikan, entah semasa kita hidup di dunia atau kelak setelah kematian. Di sinilah, perolehan indulgensi dapat membantu kita.
Setelah kita sadari bahwa kita menerima belas kasih Tuhan melalui indulgensi ini, kita pun dipanggil untuk berbelas kasih kepada sesama kita. Kita perlu memaafkan orang lain yang bersalah kepada kita. Sebab dengan demikian kita dapat menjalani masa depan dengan kehidupan yang lebih baik, bebas dari kemarahan dan permusuhan.
Akhirnya, Paus mengajak kita semua melihat teladan Bunda Maria yang merupakan saksi yang paling mulia bagi pengharapan. Pada saat berdiri di kaki salib Yesus itu, ia mengingat kembali apa yang pernah dinubuatkan oleh Simeon, bahwa Putranya itu akan menjadi tanda perbantahan dan bahwa suatu pedang akan menembus jiwanya. Walau hatinya diliputi kesedihan yang sangat mendalam karena menyaksikan Putranya disiksa sampai wafat, Bunda Maria tetap berharap pada Allah.
Tahun Yubelium ini adalah tahun suci yang ditandai pengharapan kita di dalam Tuhan. Melalui kesaksian kita, semoga pengharapan menyebar kepada semua orang yang mencarinya. Semoga kekuatan pengharapan mengisi hari-hari kita sementara kita menantikan kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus. Bagi-Nya pujian dan kemuliaan, sekarang dan selamanya!