(Artikel ini didasarkan pada buku Peter Kreeft, Socratic Logic: A Logic Text Using Socratic Method, Platonic Questions, and Aristotelian Principles, St. Augustine’s Press: South Bend, Indiana (2010))

Logika itu membosankan. Pernyataan ini benar bagi hewan, tumbuhan, atau benda-benda mati, karena mereka tidak dikaruniai akal budi. Bagi manusia, logika tidak dapat membosankan, walaupun kesannya membosankan. Logika menjadi terkesan membosankan dewasa ini karena orang (pada umumnya pria) berpikir bahwa ia sudah pandai berlogika. Betul bahwa semua orang bisa berlogika; sayangnya, ada logika yang buruk dan yang baik, dan tidak sedikit sumber kesesatan itu berasal dari logika yang buruk (lihat beberapa “filsuf-filsuf” modern). Logika itu tidak membosankan karena manusia tidak pernah berhenti menjadi manusia, makhluk yang berakal budi. Ia tidak pernah berubah menjadi laba-laba ataupun batu.

Mulai dari menganalisa teori Descartes1 sampai berbincang dengan penjaga toko, kita memanfaatkan logika. René Descartes menyatakan bahwa, “Saya berpikir, maka saya ada” (cogito ergo sum). Apakah itu merupakan pembuktian yang benar tentang alasan keberadaan manusia? Lalu, ketika kita berjumpa dengan penjaga toko elektronik dan hendak mengembalikan barang yang kita beli, perbincangan ini sangat mungkin terjadi:

Pembeli: Saya mau kembalikan TV ini ya, bisa kan?
Penjual: Wah, tidak bisa, Pak; kita tidak bisa terima lagi.
Pembeli: Loh, di sini jelas tertulis: “kalau sudah dibuka, tidak dapat dikembalikan,” tapi kan saya belum buka. Berarti bisa dikembalikan dong.
Penjual: Argumen Bapak kok tidak logis.

Siapakah yang telah menggunakan logikanya dengan lebih baik? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita perlu memahami prinsip-prinsip berlogika yang baik. Sebelum menyelami logika lebih dalam, apa manfaat yang kita dapatkan setelah kita memahami seni berlogika yang baik? Menurut Peter Kreeft, setidaknya ada 13 manfaat:

  1. Keteraturan

Kita tidak dapat memanfaatkan logika seperti arsitek dapat memanfaatkan penggaris, tetapi logika dapat mengubah kita. Logika mengubah kita dengan “membangun kebiasaan mental dalam berpikir dengan cara yang teratur.” Dengan berpikir secara teratur, kita akan memiliki kejelasan dalam mencari kebenaran, berbicara, ataupun menulis.

  1. Kekuatan

Logika memberi bukti untuk pernyataan yang kita ungkapkan. Dengan demikian, logika memiliki kekuatan untuk memengaruhi. Pengaruh yang diberikan orang yang berlogika dengan baik tidak seperti pengaruh pengacara atau politisi yang mungkin tidak jelas kebenarannya; logika mencari kebenaran, dan pada akhirnya Sang Kebenaran.

  1. Membaca

Logika membantu Anda dalam membaca, sehingga Anda dapat membedakan kebenaran dari kesalahan atau kebohongan secara jelas dan efektif.

  1. Menulis

Logika membantu Anda dalam menulis secara logis, yaitu secara teratur dan meyakinkan. Tulisan memiliki kekuatan untuk memengaruhi bila disajikan secara logis. Tulisan yang tidak logis, tidak teratur seperti suatu mimpi, adalah membosankan.

  1. Kebahagiaan

Bagaimana logika membantu kita mencapai kebahagiaan? Jawaban logis yang diberikan Kreeft adalah sebagai berikut.

  1. Ketika kita mendapatkan apa yang inginkan, kita bahagia.
  2. Dan apapun yang kita inginkan, baik Surga ataupun hamburger, kita akan lebih mungkin mendapatkannya bila kita berpikir dengan lebih jelas.
  3. Logika membantu kita berpikir dengan lebih jelas.
  4. Maka, logika membantu kita mendapatkan kebahagiaan.
  1. Iman

Apakah logika berjalan seiring dengan iman atau menentang iman? Iman jelas melampaui logika selama iman melampaui akal budi manusia, namun logika tidak bertentangan dengan iman. Logika dapat membantu iman dalam tiga hal: (1) memperjelas dan mendefinisikan artikel iman; (2) membantu mengaplikasikan kepercayaan ke dalam situasi-situasi tertentu; (3) memberikan bukti yang jelas (lebih kuat daripada sekedar perasaan, intuisi, mood, atau “coba-coba”) mengenai iman, walaupun tidak semua artikel iman dapat dibuktikan dengan logika.

  1. Kebijaksanaan

Logika dapat membantu Anda menjadi bijaksana. Tanpa logika, seseorang tidak dapat menjadi bijak, walaupun logika saja tidak cukup membuat orang menjadi bijak.

  1. Demokrasi

Ya, logika juga memiliki implikasi sosial dan politik. Thomas Jefferson2 mengatakan, “dalam negara republik, yang warga negaranya dipimpin oleh akal budi dan persuasi dan bukan oleh paksaan, seni berakal budi menjadi keutamaan yang pertama.” Bangsa yang tidak menerapkan prinsip logika klasik yang benar, akan dapat mempunyai resiko bahwa rakyatnya akan mudah diombang-ambingkan oleh isu-isu yang bahkan tidak masuk akal. Ini terjadi, sebab rakyatnya tidak dilatih untuk memilah antara hal-hal yang baik dan buruk, memisahkan hal-hal yang benar dari hal-hal yang salah. Padahal rakyat yang berdaulat seharusnya memiliki kemampuan untuk memisahkan kebenaran dari kesalahan dengan jelas dan penuh keyakinan. Di sinilah peran logika bagi suatu bangsa, sebab tanpa logika yang baik, bukankah banyak keputusan hanya dibuat berdasarkan opini, atau bahkan perasaan?

  1. Memberikan keterbatasan logika

Logika diperlukan untuk menyadari keterbatasan dari logika itu sendiri. Logika dapat membedakan apa yang bisa ia mengerti dan apa yang tidak bisa ia mengerti (seperti perasaan, situasi, dan intuisi).

  1. Menguji otoritas

Otoritas dapat meliputi banyak pihak, baik itu pemerintah, buku, guru, atau orangtua. Di samping itu, kita memerlukan logika karena kita perlu alasan yang benar untuk tunduk pada otoritas tertentu.

  1. Menyadari kontradiksi

Banyak orang melihat dua hal yang berbeda itu serupa, dan dua hal yang serupa itu berbeda. Ini berbahaya. Kebingungan mengenai kontradiksi antara dua hal atau lebih menyebabkan seseorang tidak dapat membedakan arti dari hal-hal tersebut, kebenaran dan kesalahannya, dan alasannya.

  1. Kepastian

Walaupun logika punya keterbatasan luar (poin 9), yaitu banyak hal-hal yang tidak dapat dijangkaunya, logika tidak memiliki keterbatasan dalam. Seperti matematika, 2 tambah 2 adalah pasti 4. Dalam logika, jika A adalah B, dan B adalah C, maka A adalah pasti C. Logika memberikan kepastian yang tidak dapat tergoyahkan.

  1. Kebenaran

Logika saja tidak cukup untuk menemukan kebenaran, namun logika sangat membantu kita mencari kebenaran, dan tujuan dari logika adalah kebenaran, bukan yang lain. Inilah manfaat logika yang terpenting dan terutama.

Kesimpulan

Berbeda dengan malaikat yang dapat melihat seluruh kebenaran secara langsung, manusia perlu mencari kebenaran selangkah demi selangkah. Logika yang baik diperlukan dalam proses pencarian kebenaran itu. Negara ini (atau bahkan dunia ini) semakin gagal karena manusia semakin melupakan pentingnya logika seperti yang dianut oleh Sokrates, Plato, dan Aristoteles; kita tidak lagi mampu secara jelas mencari dan membedakan kenyataan dari bayangannya, kebenaran dari kesalahan. Filsuf bukanlah hanya Aristoteles atau St. Thomas. Anda adalah filsuf, selama Anda mencintai kebijaksanaan,3 dan setiap filsuf yang sejati memahami seni berlogika yang baik.

 

1 René Descartes adalah filsuf dan matematikawan Perancis di abad ke-17

2 Salah satu Bapa-bapa Pendiri Amerika Serikat.

3 Filosofi berasal dari bahasa Yunani philo dan sophia, yang artinya “cinta akan kebijaksanaan”.

4 COMMENTS

  1. Apa yang diimani tidak logis menurut manusia yang tidak beriman
    1. Mengimani dan menyambut tubuh dan darah Kristus sebagai sumber dan puncak keselamatan. Bagaimana mungkin masuk di pikiran orang tidak beriman bahwa makan dan minum tubuh dan darah Kristus dapat menyelamatkan manusia. Kan tidak logis?
    2. Bagaimana mungkin mengecap betapa sedapnya Tuhan? Tuhan saja tidak kelihatan. Bagaimana mungkin sesuatu yang di awan-awan dapat menjadi makanan. Makan angin ? Apalagi sedap. Kan tidak logis?
    3. Ketujuh sakramen baru ditetapkan pada konsili Lion tahun 1274. Katanya 7 sakramen berasal dari Yesus, tetapi baru ditemukan pada abad ke 13. Berarti selama 13 abad umat katolik tidak ngeh ? Atau setelah 13 abad , gereja baru mencoba merekayasa atau mengada-adakan teori 7 sakramen. Makanya gereja lain tidak otomatis menerima adanya 7 sakramen.
    4. Masak masih diajarin memohon doa kepada orang kudus. Misalnya, kalau kehilangan , kita berdoa kepada santo Antonius. Kan santonya sudah meninggal? Kan tidak logis?
    5. Masak tanda salib diangap tanda kemenangan padahal salib menjadi tanda penghinaan . Kan tidak logis?
    6.Masih banyak contoh lain mengenai apa yang kita imani tetapi tidak logis di mata umat katolik dan non katolik baik kristen mau pun non kristen.
    7. Semoga jawaban dan penjelasan dapat memberi pencerahan bagi umat katolik maupun non katolik.

    • Shalom Herman Jay,

      Pertama-tama, perlu disadari bahwa kebenaran suatu artikel iman, dibangun dari kebenaran inti ajaran Kristiani yang telah lebih dahulu diterima. Penerimaan ini memang adalah bagian dari iman, yang ditunjang oleh logika.

      Atas prinsip ini, saya menanggapi pertanyaan Anda:

      1. Makan dan minum Tubuh Kristus dapat menyelamatkan?

      Nah, untuk menerima hal ini dengan logika, perlu diterima terlebih dahulu kebenaran wahyu Allah yang menyatakan bahwa Kristus adalah Putera Allah yang diutus oleh Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia, dengan cara mengurbankan diri-Nya di kayu salib. Dan Allah menghendaki agar kurban ini selalu dihadirkan kembali di sepanjang zaman, agar seluruh umat manusia dapat memperoleh buahnya. Kristus juga adalah Sang Sabda Allah dan Sang Kebenaran, maka segala yang dikatakan-Nya adalah kebenaran. Demikian pula Roh Kudus, yang menyertai Gereja-Nya, berkuasa menghadirkan kembali Tubuh dan Darah Kristus secara sakramental, dalam perayaan Ekaristi. Maka ajaran ini mensyaratkan sebelumnya penerimaan akan kebenaran tentang Allah Trinitas. Yaitu bahwa Allah itu ada, dan Ia adalah Allah yang Satu dengan Tiga Pribadi.

      Kita perlu juga menerima dengan logika, kebenaran filosofi, yaitu bahwa dalam segala sesuatu, ada hakekat/ kodrat (essence) dan ciri-ciri (accidents). Contoh: pada manusia, ada hakekat manusia yang sama pada setiap orang (yaitu kemanusiaannya yang terdiri dari tubuh dan jiwa), walaupun ciri-cirinya antara yang satu dan lainnya berbeda (ada yang gemuk, kurus, tinggi, pendek, berambut kriting, berambut lurus, dst). Dengan dasar ini, kita dapat memahami dengan logika, konsekrasi dalam perayaan Ekaristi, yaitu bahwa atas kuasa Roh Kudus, hakekat roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, walaupun ciri-cirinya masih tetap sama.

      Jika sudah sejak awal seseorang menolak untuk menerima kedua hal ini, maka mereka akan kesulitan menerima ajaran Yesus bahwa seseorang yang makan dan minum Tubuh dan Darah-Nya akan dapat memperoleh rahmat keselamatan. Namun kalau seseorang dapat menerima kedua pokok kebenaran tersebut, maka hal makan dan minum Tubuh dan Darah Yesus dalam rupa roti dan anggur, sungguh tidak bertentangan dengan logika.

      2. Bagaimana mengecap sedapnya Tuhan?

      Kita perlu menginterpretasikan ayat, “Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu!” (Mzm 34:8) dengan sudut pandang yang lebih luas. Sebab kita perlu juga menerima, bahwa dalam penulisan Kitab Suci, para pengarang kudus menuliskan Sabda Allah dalam bahasa manusia, sehingga masuk di dalamnya peran gaya bahasa manusia yang umum dipahami manusia. Maka dimungkinkan dalam Kitab Suci ungkapan, “tangan Tuhan yang kuat” (1 Ptr 5:6, Kel 13:9, Ul 3:24, dst), padahal Tuhan adalah Roh (Yoh 4:24), dan karena itu sesungguhnya tidak bertangan/ bertubuh. Tetapi ungkapan itu disebutkan di dalam Kitab Suci, agar kita manusia dapat memahami bahwa Tuhan menjangkau manusia, melindungi manusia dari segala bahaya, seperti seolah melingkupi manusia dengan tangan-Nya.

      Tentang hal ini, harus dipahami juga dengan logika adanya cara menginterpretasikan Kitab Suci, yang tentangnya sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      3. Ketujuh sakramen baru ditetapkan di abad ke-13?

      Ini adalah anggapan yang keliru, yang umumnya diajukan oleh mereka yang bukan dari Gereja Katolik. Sebab fakta yang terjadi di sepanjang sejarah Gereja menunjukkan bahwa apa yang diputuskan di Konsili itu bukanlah ajaran baru, tetapi hanya menegaskan ajaran yang telah lama diimani Gereja. Pernyataan tersebut hanya ditegaskan kembali, umumnya untuk meluruskan ajaran sesat yang sedang berkembang pada saat itu. Contoh: ketika dalam Konsili Nicea 325, Konsili menyatakan bahwa Kristus adalah Putera Allah dan karena itu sungguh Allah, dan sehakekat dengan Allah; itu bukan menyatakan bahwa baru pada saat itu Gereja percaya bahwa Kristus adalah Tuhan. Gereja sudah percaya akan keTuhanan Yesus, hanya saja, karena saat itu berkembang heresi Arianism, yang mengajarkan bahwa Yesus bukan Allah namun hanya ‘super angel’, maka Gereja meluruskannya dengan pernyataan Konsili Nicea. Tentang Konsili Nicea, klik di sini. Dan tentang ajaran tentang Ke-Tuhanan Yesus sebelum Konsili Nicea (sebelum abad ke-4), klik di sini.

      Demikianlah ajaran tentang kehadiran Yesus yang nyata dalam rupa roti dan anggur yang ditegaskan dalam Konsili Lyons (1274), juga dirumuskan untuk meluruskan akibat heresi Berengarius yang menyimpang dengan mengatakan bahwa roti dan anggur itu tetap saja roti dan anggur, hanya Kristus hadir secara spiritual. Oleh karena itu Gereja kembali merumuskan secara tegas iman Gereja sejaka awal mula, akan kehadiran Kristus yang nyata (bukan hanya spiritual) dalam rupa roti dan anggur.

      4. Mengapa memohon dukungan doa kepada orang kudus?

      Untuk menerima hal ini dengan logika, maka seseorang perlu melihat fakta bahwa sejak awal Gereja telah melakukannya, silakan klik, atas dasar iman Gereja akan persekutuan orang kudus yang tak terceraikan oleh maut. Sebab orang yang mengimani Kristus itu tetap hidup meskipun tubuhnya mati (lih. Yoh 11:25). Jika kita boleh meminta dukungan doa dari sesama yang hidup di dunia, maka tidak ada salahnya meminta dukungan doa dari sesama kita yang kini sudah hidup bersama Yesus dalam kerajaan Surga.

      5. Tanda Salib mengapa jadi tanda kemenangan?

      Sebab Sabda Allah mengatakan demikian, yaitu bahwa Salib adalah tanda kekuatan Allah. Jika seseorang dapat menerima dengan logika bahwa apa yang dikatakan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci adalah kebenaran, maka ia akan dapat menerima ajaran ini. Silakan membaca di sini tentang dalamnya makna Tanda Salib, silakan klik.

      Akhirnya, perlu kita sadari juga bahwa seringkali anggapan yang menganggap bahwa ajaran Gereja Katolik tidak masuk akal, itu dilatar belakangi akan penolakan terhadap kepemimpinan Paus/ Magisterium, dan terhadap Tradisi Suci para Rasul. Umumnya pandangan ini hanya mau mengacu kepada Kitab Suci saja, dan inipun maksudnya adalah menginterpretasikan sendiri apa yang disebut dalam Kitab Suci, menurut pengertiannya sendiri. Padahal paham Sola Scriptura sendiri malah tidak masuk akal, dan juga tidak sesuai dengan ajaran Kitab Suci itu sendiri. Tentang Sola Scriptura ini, silakan klik di sini.

      Semoga kita memiliki kerendahan hati dan kebijaksanaan untuk dapat menerima ajaran Gereja dalam kepenuhannya, sebab hal itu selain dapat diterima dengan iman, juga sesuai dengan logika manusia.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Dear Bro Kevin Ang,

    Wow. Keren bingits.
    Sependapat dengan yang tertuang di situ.
    Bukti nyata manfaat logika antara lain bagaimana Nusantara ini sedang diuji dengan Pilpres 9/7/2014 yang lalu. Sampai hari ini masih terjadi penyanderaan anti logika.
    Semoga dengan Revolusi Mental a la Jokowi, kita bisa ambil bagian nyata sebagai sahabat-sahabat Yesus yang sungguh mau berjuang di jalur yang benar. Di sinilah logika bermanfaat sekali.
    Terima kasih, Bro Kevin.

    Marilah senantiasa berjuang menjadi sempurna… (bdk Mat 5,48)

    salam positif,
    als
    .vince in bono malum. (Rom 12, 21b)

Comments are closed.