Pendahuluan
Teman kuliah sekelas saya ada yang lulusan sekolah pendeta, sebelum menjadi seorang Katolik. Ketika saya bertanya apa yang membuatnya menjadi Katolik, dia menjawab, “…. many things, but I should say, first and foremost, is the Church teaching regarding Marriage” (Banyak hal, namun yang terutama, adalah ajaran Gereja tentang Perkawinan). Ia adalah satu dari banyak orang -termasuk di antaranya adalah Kimberly dan Scott Hahn- yang melihat kebenaran ajaran Gereja Katolik melalui pengajaran hal Perkawinan.
Ini adalah sesuatu yang layak kita renungkan, karena sebagai orang Katolik, kita mungkin pernah mendengar ada orang mempertanyakan, mengapa Gereja Katolik menentang perceraian, aborsi dan kontrasepsi, mengapa Gereja umumnya tidak dapat memberikan sakramen Perkawinan (lagi) kepada wanita dan pria yang sudah pernah menerima sakramen Perkawinan sebelumnya, atau singkatnya, mengapa disiplin mengenai perkawinan begitu ‘keras’ di dalam Gereja Katolik. Agar kita dapat memahaminya, mari bersama kita melihat bagaimana Tuhan menghendaki Perkawinan sebagai persatuan antara suami dan istri, dan sebagai tanda perjanjian ilahi bahwa Ia menyertai umat-Nya.
Sakramen Perkawinan menurut Kitab Suci
Dari awal penciptaan dunia, Allah menciptakan manusia pertama, laki-laki (Adam) dan perempuan (Hawa), menurut citra Allah (Kej 1:26-27). Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam agar laki-laki itu mendapatkan teman ‘penolong’ yang sepadan dengannya (Kej 2:20), sehingga mereka akhirnya dapat bersatu menjadi satu ‘daging’ (Kej 2:24). Jadi persatuan laki-laki dan perempuan telah direncanakan oleh Allah sejak awal mula, sesuai dengan perintahnya kepada mereka, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu….” (Kej 1:28).
Walaupun dalam Perjanjian Lama perkawinan monogami (satu suami dan satu istri) tidak selalu diterapkan karena kelemahan manusia, kita dapat melihat bahwa perkawinan monogami adalah yang dimaksudkan Allah bagi manusia sejak semula. Hal ini ditegaskan kembali oleh pengajaran Yesus, yaitu: “Laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga menjadi satu daging (Mat 19:5), dan bahwa laki-laki dan perempuan yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia (lih. Mat 19:5-6, Mrk 10:7-9). Yesus menegaskan surat cerai pada jaman Perjanjian Lama itu diizinkan oleh nabi Musa karena ketegaran hati umat Israel, namun tidak demikian yang menjadi rencana Allah pada awalnya (Mat 19:8). Allah menghendaki kesetiaan dalam perkawinan, sebab Ia membenci perceraian (lih. Mal 2:15,16).
Jadi, perkawinan antara pria dan wanita berkaitan dengan penciptaan manusia menurut citra Allah. Allah adalah Kasih (1 Yoh 4:8,16), dan karena kasih yang sempurna tidak pernah ditujukan pada diri sendiri melainkan pada pribadi yang lain, maka kita mengenal Allah yang tidak terisolasi sendiri, melainkan Allah Esa yang merupakan komunitas Tiga Pribadi, Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus (Trinitas). Kasih yang timbal balik, setia, dan total tanpa batas antara Allah Bapa dengan Yesus Sang Putera ‘menghasilkan’ Roh Kudus. Walaupun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa hubungan antara Allah Bapa dan Putera itu seperti hubungan suami dengan istri. Kasih di dalam diri Trinitas merupakan misteri yang dalamnya tak terselami, namun misteri ini direncanakan Allah untuk digambarkan dalam hubungan suami dan istri, agar dunia dapat sedikit menyelami misteri kasih-Nya. Maksudnya adalah, manusia diciptakan sesuai gambaran Allah sendiri untuk dapat menggambarkan kasih Allah itu.
Kasih Allah, yang terlihat jelas dalam diri Trinitas, adalah kasih yang bebas (tak ada paksaan), setia, menyeluruh/ total, dan menghasilkan buah. Lihatlah Yesus, yang mengasihi Bapa dengan kasih tak terbatas, atas kehendak bebas-Nya menjelma menjadi manusia, wafat di salib untuk melaksanakan rencana Bapa menyelamatkan manusia. Allah Bapa mengasihi Yesus dengan menyertaiNya dan memuliakan-Nya; dan setelah Yesus naik ke surga, Allah Bapa dan Yesus mengutus Roh KudusNya. Kasih inilah yang direncanakan Allah untuk digambarkan oleh kasih manusia, secara khusus di dalam perkawinan antara laki-laki dan perempuan.
Perkawinan juga direncanakan Allah sebagai gambaran akan hubungan kasih-Nya dengan umat-Nya. Pada Perjanjian Lama, kita dapat membaca bagaimana Allah menjadikan Yerusalem (bangsa Israel) sebagai istri-Nya (Yeh 16:3-14; Yes 54:6-dst; 62:4-dst; Yer 2:2; Hos 2:19; Kid 1-dst) untuk menggambarkan kesetiaanNya kepada umat manusia.
Pada Perjanjian Baru, Yesus sendiri menyempurnakan nilai perkawinan ini dengan mengangkatnya menjadi gambaran akan hubungan kasih-Nya kepada Gereja-Nya (Ef 5:32). Ia sendiri mengasihi Gereja-Nya dengan menyerahkan nyawa-Nya baginya untuk menguduskannya (Ef 5:25). Maka para suami dipanggil untuk mengasihi, berkorban dan menguduskan istrinya, sesuai dengan teladan yang diberikan oleh Yesus kepada Gereja-Nya; dan para istri dipanggil untuk menaati suaminya yang disebut sebagai ‘kepala istri’ (Ef 5:23), seperti Gereja sebagai anggota Tubuh Kristus dipanggil untuk taat kepada Kristus, Sang Kepala.
Kesatuan antara Kristus dan Gereja-Nya ini menjadi inti dari setiap sakramen karena sakramen pada dasarnya membawa manusia ke dalam persatuan yang mendalam dengan Allah. Puncak persatuan kita dengan Allah di dunia ini dicapai melalui Ekaristi, saat kita menyambut Kristus sendiri, bersatu denganNya menjadi ‘satu daging’. Pemahaman arti Perkawinan dan kesatuan antara Allah dan manusia ini menjadi sangat penting, karena dengan demikian kita dapat semakin menghayati iman kita.
Melihat keagungan makna perkawinan ini tidaklah berarti bahwa semua orang dipanggil untuk hidup menikah. Kehidupan selibat demi Kerajaan Allah bahkan merupakan kesempurnaan perwujudan gambaran kasih Allah yang bebas, setia, total dan menghasilkan banyak buah (lih Mat 19:12,29). Oleh kehendak bebasnya, mereka menunjukkan kesetiaan dan pengorbanan mereka yang total kepada Allah, sehingga dihasilkanlah banyak buah, yaitu semakin bertambahnya anak-anak angkat Allah yang tergabung di dalam Gereja melalui Pembaptisan, dan tumbuh berkembangnya mereka melalui sakramen-sakramen dan pengajaran Gereja.
Akhirnya, akhir jaman-pun digambarkan sebagai “perjamuan kawin Anak Domba” (Why 19:7-9). Artinya, tujuan akhir hidup manusia adalah persatuan dengan Tuhan. Misteri persatuan ini disingkapkan sedemikian oleh Sakramen Perkawinan, yang membawa dua akibat: pertama, agar kita semakin mengagumi kasih Allah dan memperoleh gambaran akan kasih Allah Tritunggal, dan kedua, agar kita mengambil bagian dalam perwujudan kasih Allah itu, seturut dengan panggilan hidup kita masing-masing.
Makna Sakramen Perkawinan
Melihat dasar Alkitabiah ini maka sakramen Perkawinan dapat diartikan sebagai persatuan antara pria dan wanita yang terikat hukum untuk hidup bersama seumur hidup.[1] Katekismus Gereja Katolik menegaskan persatuan seumur hidup antara pria dan wanita yang telah dibaptis ini, sifatnya terarah pada kesejahteraan suami-istri, pada kelahiran dan pendidikan anak. (KGK 1601) Hal ini berkaitan dengan gambaran kasih Allah yang bebas (tanpa paksaan), setia, menyeluruh dan ‘berbuah’.
Hubungan kasih ini menjadikan pria dan wanita menjadi ‘karunia‘ satu bagi yang lainnya, yang secara mendalam diwujudkan di dalam hubungan suami-istri. Jadi, jika dalam Pembaptisan, rahmat Tuhan dinyatakan dengan air, atau Penguatan dengan pengurapan minyak, namun di dalam Perkawinan, rahmat Tuhan dinyatakan dengan pasangan itu sendiri. Inilah artinya sakramen perkawinan: suami adalah tanda rahmat kehadiran Tuhan bagi istrinya, dan istri adalah tanda rahmat kehadiran Tuhan bagi suaminya. Tuhan menghendaki perkawinan yang sedemikian sejak masa penciptaan, dengan memberikan rasa ketertarikan antara pria dan wanita, yang harus diwujudkan di dalam kesetiaan yang tak terpisahkan seumur hidup; untuk menggambarkan kesetiaan kasih Allah yang tak terpisahkan dengan manusia, seperti ditunjukkan dengan sempurna oleh Kristus dan Gereja-Nya sebagai mempelai-Nya. Karena itu harusnya setiap hari suami selalu merenungkan: “Sudahkah hari ini aku menjadi tanda kasih Tuhan kepada istriku?” demikian juga, istri merenungkan, “Sudahkah hari ini aku menjadi tanda kasih Tuhan kepada suamiku?”
Sakramen Perkawinan juga mengangkat hubungan kasih antara suami dengan istri, untuk mengambil bagian di dalam salah satu perbuatan Tuhan yang ajaib, yaitu penciptaan manusia. Dengan demikian, persatuan suami dengan istri menjadi tanda akan kehadiran Allah sendiri, jika di dalam persatuan itu mereka bekerjasama dengan Tuhan untuk mendatangkan kehidupan bagi manusia yang baru, yang tubuh dan jiwanya diciptakan atas kehendak Allah. Dalam hal ini penciptaan manusia berbeda dengan hewan dan tumbuhan, karena hanya manusia yang diciptakan Tuhan seturut kehendakNya dengan mengaruniakan jiwa yang kekal (‘immortal’). Sedangkan hewan dan tumbuhan tidak mempunyai jiwa yang kekal seperti manusia. Jadi peran serta manusia dalam penciptaan manusia baru adalah merupakan partisipasi yang sangat luhur, karena dapat mendatangkan jiwa manusia yang baru, yang diinginkan oleh Allah.
Kemudian, setelah kelahiran anak, sang suami dan istri menjalankan peran sebagai orang tua, untuk memelihara dan mendidik anak mereka. Dengan demikian mereka menjadi gambaran terbatas dari kasih Tuhan yang tak terbatas: dalam hal pemeliharaan/ pengasuhan (God’s maternity) dan pendidikan/ pengaturan (God’s paternity) terhadap manusia. Di sini kita lihat betapa Allah menciptakan manusia sungguh-sungguh sesuai dengan citra-Nya. Selain diciptakan sebagai mahluk spiritual yang berkehendak bebas, dan karena itu merupakan mahluk tertinggi dibandingkan dengan hewan dan tumbuhan, selanjutnya, manusia dikehendaki Allah untuk ikut ambil bagian di dalam pekerjaan tangan-Nya, yaitu: penciptaan, pemeliharaan dan pengaturan manusia yang lain.
Setiap kali kita merenungkan dalamnya arti Perkawinan sebagai gambaran kasih Allah sendiri, kita perlu bersyukur dan tertunduk kagum. Begitu dalamnya kasih Allah pada kita manusia, betapa tak terukurnya rencanaNya bagi kita. Melalui Perkawinan kita dibawa untuk memahami misteri kasih-Nya, dan mengambil bagian di dalam misteri itu. Di dalam Perkawinan kita belajar dari Kristus, untuk memberikan diri kita (self-giving) kepada orang lain, yaitu kepada pasangan kita dan anak-anak yang dipercayakan kepada kita. Dengan demikian, kita menemukan arti hidup kita, dan tak dapat dipungkiri, inilah yang disebut ‘kebahagiaan’, dan dalam ikatan kasih yang tulus dan total ini, masing-masing anggota keluarga menguduskan satu sama lain.
Jadi secara garis besar, sakramen perkawinan mempunyai tujuan untuk mempersatukan suami istri, menjadikan suami istri dapat mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah, dan akhirnya dengan sakramen perkawinan ini suami dan istri dapat saling menguduskan, sampai kepada tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu kebahagiaan sejati dalam Kerajaan Surga.
Syarat Perkawinan Katolik yang sah
Sebelum mencapai kebahagiaan perkawinan, perlulah kita ketahui beberapa syarat untuk menjadikan Perkawinan sebagai perjanjian yang sah, baru kemudian kita melihat apa yang menjadi ciri-cirinya.
Syarat pertama Perkawinan Katolik yang sah adalah perjanjian Perkawinan yang diikat oleh seorang pria dan wanita yang telah dibaptis, dan kesepakatan ini dibuat dengan bebas dan sukarela, dalam arti tidak ada paksaan, dan tidak dihalangi oleh hukum kodrat atau Gereja.[2] Kesepakatan kedua mempelai ini merupakan syarat mutlak untuk perjanjian Perkawinan; sebab jika kesepakatan ini tidak ada, maka tidak ada perkawinan. (KGK 1626) Kesepakatan di sini berarti tindakan manusiawi untuk saling menyerahkan diri dan menerima pasangan, dan kesepakatan ini harus bebas dari paksaan atau rasa takut yang hebat yang datang dari luar. (KGK 1628) Jika kebebasan ini tidak ada, maka perkawinan dikatakan tidak sah.
Syarat kedua adalah kesepakatan ini diajukan dan diterima oleh imam atau diakon yang bertugas atas nama Gereja untuk memimpin upacara Perkawinan dan untuk memberi berkat Gereja. Oleh karena kesatuan mempelai dengan Gereja ini, maka sakramen Perkawinan diadakan di dalam liturgi resmi Gereja, dan setelah diresmikan pasangan tersebut masuk ke dalam status Gereja, yang terikat dengan hak dan kewajiban suami istri dan terhadap anak-anak di dalam Gereja. Juga dalam peresmian Perkawinan, kehadiran para saksi adalah mutlak perlu. (KGK 1631)
Syarat ketiga adalah, mengingat pentingnya kesepakatan yang bebas dan bertanggung jawab, maka perjanjian Perawinan ini harus didahului oleh persiapan menjelang Perkawinan. (KGK 1632) Persiapan ini mencakup pengajaran tentang martabat kasih suami-istri, tentang peran masing-masing dan pelaksanaannya.
Beberapa syarat penting di atas, terutama syarat pertama, mendasari pihak Gereja menentukan suatu sah atau tidaknya perkawinan. Lebih lanjut tentang sah atau tidaknya perkawinan, pembatalan perkawinan (‘annulment‘) dan mengenai perkawinan campur (antara pasangan yang berbeda agama) akan dibahas pada artikel yang terpisah.
Ciri-ciri Perkawinan Katolik
Sebagai penggambaran persatuan ilahi antara Kristus dengan Gereja-Nya, Perkawinan Katolik mempunyai tiga ciri yang khas, yaitu (1) ikatan yang terus berlangsung seumur hidup, (2) ikatan monogami, yaitu satu suami, dan satu istri, dan (3) ikatan yang tidak terceraikan.[3] Sifat terakhir inilah yang menjadi ciri utama perkawinan Katolik. Di dalam ikatan Perkawinan ini, suami dan istri yang telah dibaptis menyatakan kesepakatan mereka, untuk saling memberi dan saling menerima, dan Allah sendiri memeteraikan kesepakatan ini. Perjanjian suami istri ini digabungkan dengan perjanjian Allah dengan manusia, dan karena itu cinta kasih suami istri diangkat ke dalam cinta kasih Ilahi. (KGK 1639) Atas dasar inilah, maka Perkawinan Katolik yang sudah diresmikan dan dilaksanakan tidak dapat diceraikan. Ikatan perkawinan yang diperoleh dari keputusan bebas suami istri, dan telah dilaksanakan, tidak dapat ditarik kembali. Gereja tidak berkuasa untuk mengubah penetapan kebijaksanaan Allah ini. (KGK 1640)
Karena janji penyertaan Allah ini, dari ikatan perkawinan tercurahlah juga berkat-berkat Tuhan yang juga menjadi persyaratan perkawinan, yaitu berkat untuk menjadikan perkawinan tak terceraikan, berkat kesetiaan untuk saling memberikan diri seutuhnya, dan berkat keterbukaan terhadap kesuburan akan kelahiran keturunan.[4] Kristus-lah sumber rahmat dan berkat ini. Yesus sendiri, melalui sakramen Perkawinan, menyambut pasangan suami istri. Ia tinggal bersama-sama mereka untuk memberi kekuatan di saat-saat yang sulit, untuk memanggul salib, bangun setelah jatuh, saling mengasihi dan mengampuni.
Maka, apa yang dianggap mustahil oleh dunia, yaitu setia seumur hidup kepada seorang manusia, menjadi mungkin di dalam Perkawinan yang mengikutsertakan Allah sebagai pemersatu. Ini merupakan kesaksian Kabar Gembira yang terpenting akan kasih Allah yang tetap kepada manusia, dan bahwa para suami dan istri mengambil bagian di dalam kasih ini. Betapa kita sendiri menyaksikan bahwa mereka yang mengandalkan Tuhan dalam perjuangan untuk saling setia di tengah kesulitan dan cobaan, sungguh menerima penyertaan dan pertolonganNya pada waktunya. Hanya kita patut bertanya, sudahkah kita mengandalkan Dia?
Sakramen Perkawinan menurut para Bapa Gereja
Ajaran para Bapa Gereja mendasari pengajaran Gereja tentang Perkawinan. Sejak jaman Kristen awal, Perkawinan merupakan gambaran dari kasih Kristus kepada GerejaNya, sehingga ia bersifat seumur hidup, monogami, dan tak terceraikan.
- The Shepherd of Hermas (80): Mengajarkan jika seorang suami mendapati istrinya berzinah, dan istrinya itu tidak bertobat, maka sang suami dapat berpisah dengan istrinya, namun suami itu tidak boleh menikah lagi. Jika ia menikah lagi, maka ia sendiri berzinah.”Lalu apakah yang dilakukan seorang suami, jika istrinya tetap dalam disposisi ini [perzinahan]? Biarlah ia [suaminya] menceraikan dia, dan biarlah suaminya tetap sendiri. Tetapi jika ia menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan yang lain, ia juga berbuat zinah.” (The Shepherd of Hermas, 4:1:6)
- St. Ignatius dari Antiokhia (35-110), dalam suratnya kepada St. Polycarpus, mengajarkan kesetiaan antara suami istri, dan bahwa suami harus mengasihi istrinya seperti Tuhan Yesus mengasihi Gereja-Nya.[5] Perkawinan sebagai lambang persatuan antara Kristus dan Gereja ditekankan kembali oleh St. Leo Agung (440-461).
- St. Yustinus Martyr (151): “Yesus berkata begini: “Barangsiapa melihat dan menginginkan seorang wanita, ia telah berbuat zinah di dalam hatinya di hadapan Tuhan.” Dan, “Barangsiapa kawin dengan seseorang yang telah dicerikan suaminya, berbuat zinah.” Menurut Guru kita, seperti mereka yang berdosa karena perkawinan kedua…, demikianlah juga mereka berdosa karena melihat dengan nafsu kepada seorang wanita. Ia menentang bukan saja mereka yang telah berbuat zinah namun mereka yang ingin berbuat zinah; sebab bukan hanya perbuatan kita yang nyata bagi Tuhan tetapi bahkan pikiran kita (St. Justin Martyr, First Apology 15)
- St. Ignatius dari Antiokhia (35-110), dalam suratnya kepada St. Polycarpus, mengajarkan kesetiaan antara suami istri, dan bahwa suami harus mengasihi istrinya seperti Tuhan Yesus mengasihi Gereja-Nya.[6] Perkawinan sebagai lambang persatuan antara Kristus dan Gereja ditekankan kembali oleh St. Leo Agung (440-461).
- Tertullianus (155-222) mengajarkan bahwa perkawinan yang diberkati Tuhan dapat menjadi perkawinan yang berhasil, meskipun menghadapi kesulitan dan tantangan, sebab perkawinan tersebut telah menerima dukungan rahmat ilahi.[7] “Bagaimana saya mau melukiskan kebahagiaan Perkawinan, yang dipersatukan oleh Gereja, dikukuhkan dengan persembahan, dimeteraikan dengan berkat, diwartakan oleh para malaikat dan disahkan oleh Bapa?….” Pasangan itu mempunyai satu harapan, satu cara hidup, satu Mereka yang adalah anak-anak dari satu Bapa, dan satu Tuhan. Mereka tak terpisahkan dalam jiwa dan raga, sebab mereka menjadi satu daging dan satu roh.[8] Karena persatuan ini, maka seseorang tidak dapat menikah lagi selagi pasangan terdahulu masih hidup, sebab jika demikian ia berzinah.
- St. Klemens dari Aleksandria (150-216):
Mengajarkan maksud ajaran Yesus pada ayat Mat 5:32, 19:9, “Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah…” Zinah di sini artinya adalah perkawinan antara mereka yang sudah pernah menikah namun bercerai, padahal pasangannya yang terdahulu itu belum meninggal.[9] (Jadi, dalam hal ini, Yesus mengakui perkawinan yang pertama sebagai yang sah, dan perkawinan kedua itulah yang harusnya diceraikan agar pihak yang pernah menikah secara sah dapat kembali kepada pasangan terdahulu).”Maka bahwa Kitab Suci menasihati perkawinan, dan tidak pernah mengizinkan lepasnya ikatan tersebut, telah nyata dalam hukum: ‘Kamu tidak dapat menceraikan istrimu, kecuali karena alasan zinah.’ Dan dianggap sebagai perzinahan, perkawinan dari sebuah pasangan, di mana pihak yang diceraikan oleh salah satu dari pasangan itu, masih hidup. ‘Barangsiapa menceraikan istrinya, berbuat zinah,’ …; sebab ‘barangsiapa menceraikan istrinya, ia… memaksa istrinya itu untuk melakukan perzinahan. Tidak saja ia [suaminya yang terdahulu] yang menceraikannya menjadi sebab dari hal ini, tetapi juga ia [pria yang kemudian mengawininya] yang mengambil wanita itu, dengan memberikan kepadanya kesempatan untuk berbuat dosa; sebab jika ia tidak mengambilnya, wanita itu akan kembali kepada suaminya.’ (St. Clement of Alexandria, The Stromata 2:23) - Athenagoras (133-190) dan Theophilus dari Antiokia(169-183), keduanya mengajarkan monogami, bahwa seseorang harus menikah hanya sekali, karena ini yang dikehendaki Allah yang pada awalnya telah menciptakan seorang pria dan seorang wanita, dan yang menciptakan persatuan daging dengan daging untuk membentuk bangsa umat manusia.[10]
- Origen (185-254) mengajarkan bahwa Tuhanlah yang mempersatukan sehingga suami dan istri bukan lagi dua melainkan ‘satu daging’. Pada mereka yang telah dipersatukan Allah terdapat ‘karunia’, sehingga Perkawinan menurut Sabda Tuhan adalah ‘karunia’, sama seperti kehidupan selibat adalah karunia.[11]“Seperti seorang wanita adalah pezinah, meskipun nampaknya ia menikah dengan seorang pria, sementara suaminya yang terdahulu masih hidup, maka pria itu yang sepertinya telah menikahi wanita yang telah bercerai itu, sesungguhnya tidak menikahinya, tetapi, menurut pernyataan Penyelamat kita, ia berbuat zinah dengan wanita itu.” (Origen, Commentaries on Matthew 14:24)
- Konsili Elvira (300):
“Demikianlah para wanita yang telah meninggalkan suami mereka tanpa sebab sebelumnya, dan telah menyatukan diri dengan orang lain, tidak dapat menerima Komuni saat wafatnya” (Kanon 8)….”Dengan demikian, seorang wanita yang beriman, yang telah meninggalkan suami yang telah berbuat zinah, dan menikah dengan orang lain, maka perkawinan wanita yang sedemikian dilarang. Jika toh ia telah menikah, ia tidak dapat menerima Komuni, kecuali jika suami yang telah ditinggalkannya telah meninggal dunia.” (Kanon 9). - St. Yohanes Krisostomus (347-407), menjelaskan bahwa di dalam ayat, “Apa yang telah dipersatukan Tuhan, janganlah diceraikan manusia” (Mat 19:6), artinya adalah bahwa seorang suami haruslah tinggal dengan istrinya selamanya, dan jangan meninggalkan atau memutuskan dia.[12]
- St. Ambrosius dari Milan (387- 389): “Tak seorangpun diizinkan untuk bersetubuh dengan seorang wanita, selain dengan istrinya sendiri. Hak perkawinan telah diberikan kepadamu untuk alasan ini; supaya kamu tidak jatuh ke dalam dosa dengan wanita asing. ‘Jika kamu terikat dengan seorang wanita, jangan bercerai; sebab kamu tidak diizinkan untuk menikah dengan orang lain, selagi istrimu masih hidup.” (St. Ambrosius, Abraham 1:7:59)”Dengarkanlah hukum Tuhan, yang bahkan mereka yang mengajarkannya harus juga mematuhinya: “Apa yang dipersatukan Allah, jangan diceraikan manusia” (Commentary on Luke 8:5)
- St. Hieronimus (396): “… Sepanjang suami masih hidup,… meskipun ia berzinah.. atau terikat kepada berbagai kejahatan, jika ia [sang istri] meninggalkannya karena perbuatan jahatnya, ia [suaminya itu] tetaplah adalah suaminya dan ia [sang istri] tidak dapat menikah dengan orang lain.” (St. Jerome, Letters 55:3).
- St. Paus Innocentius I (408): “Praktek ini dilakukan oleh semua: tentang seorang wanita, yang dianggap sebagai orang yang berbuat zinah jika ia menikah kedua kalinya sementara suaminya masih hidup, dan izin untuk melakukan penitensi tidak diberikan kepadanya sampai salah satu dari pria itu meninggal dunia.” (Pope Innocentius I, Letters 2:13:15).
- St. Agustinus (354-430), berkat Perkawinan adalah: keturunan, kesetiaan, ikatan sakramen. Ikatan sakramen ini sifatnya tetap selamanya, yang tidak dapat dihilangkan oleh perceraian atau zinah, maka harus dijaga oleh suami dan istri dengan sikap bahu-membahu dan dengan kemurnian.[13]“Seorang wanita tidak menjadi istri suami berikutnya, jika masih menjadi istri dari suami yang terdahulu. Ia tidak lagi menjadi istrinya, jika suaminya itu meninggal dunia, dan bukan jika ia [suaminya] berbuat zinah. Maka, seorang pasangan secara hukum boleh dilepaskan, pada kasus perzinahan, tetapi ikatan untuk tidak menikah lagi, tetap berlaku. Itulah mengapa, seorang laki-laki berbuat zinah, jika ia menikahi seorang wanita yang telah dilepaskan [oleh suaminya], justru karena alasan perzinahan ini.” (St. Augustine, Adulterous Marriages 2:4:4)”Tak diragukan lagi hakekat perkawinan adalah ikatan ini, sehingga ketika seorang laki-laki dan perempuan telah dipersatukan dalam perkawinan, mereka harus tetap tidak terpisahkan sepanjang hidup mereka, atau tidak boleh bagi salah satu pihak dipisahkan dari yang lain, kecuali karena alasan perzinahan. Sebab ini dilestarikan dalam kasus Kristus dan Gereja…, sehingga tidak ada perceraian, tidak ada perpisahan selamanya.” (St. Augustine, (Marriage and Concupiscence 1:10:11)
Kesimpulan
Sejak awal mula Allah menghendaki persatuan antara pria dan wanita, yang diwujudkan secara mendalam di dalam Perkawinan. Perkawinan ini dimaksudkan Allah untuk menggambarkan kasih-Nya, yaitu kasih dalam kehidupan-Nya sendiri sebagai Allah Tritunggal, dan kasih-Nya kepada manusia yang tak pernah berubah. Keluhuran Perkawinan juga dinyatakan oleh Kristus, yang mengangkat nilai Perkawinan dengan menjadikannya gambaran akan kasih-Nya kepada Gereja-Nya. Karena itu Perkawinan Katolik bersifat tetap seumur hidup, setia, monogami, dan terbuka terhadap kelahiran baru. Dengan memiliki ciri-ciri yang demikian, Perkawinan merupakan ‘sakramen’, yaitu tanda kehadiran Allah di dunia, sebab sesungguhnya Allah menggabungkan kasih suami istri dengan kasihNya sendiri kepada umat manusia. Jadi tepat jika dikatakan bahwa sakramen Perkawinan melibatkan tiga pihak, yaitu, suami, istri dan di atas segalanya, Kristus sendiri. “Marriage takes three to make a go… and when Christ is at the center, it will prevail until the end, and even now on earth, receive a foretaste of the wedding feast of the Lamb!”
[1] Lihat The Roman Catechism (Catechism of Trent), Part 2, The Sacrament, Matrimony, The Definition of Matrimony.
[2] Lihat KGK 1625. Hukum kodrat atau ketetapan Gereja yang dapat menghalangi perkawinan misalnya adalah perkawinan antar saudara kandung, perkawinan anak-anak dibawah umur, ataupun perkawinan yang melibatkan satu atau keduanya masih terikat perkawinan yang sah dengan pasangan terdahulu.
[3] Lihat Catechism of Trent, Ibid., Marriage is Indissoluble by Divine Law, Unity of Marriage and Three Blessings of Marriage. Lihat juga KGK 1638, 1605, 1614, 1615, 1640, 1641, 1643, 1644, 1659
[4] Lihat Ibid., Three Blessings of Marriage. Lihat juga KGK 1641, 1642, 1644, 1646, 1648.
[5] Lihat St. Ignatius of Antioch, Letter to St. Polycarp, seperti dikutip oleh John Willis, S.J, The Teaching of the Church Fathers, (Ignatius Press, San Francisco, 2002, reprint 1966), p. 438
[6] Lihat St. Ignatius of Antioch, Letter to St. Polycarp, seperti dikutip oleh John Willis, S.J, The Teaching of the Church Fathers, (Ignatius Press, San Francisco, 2002, reprint 1966), p. 438
[7] Lihat Tertullian, To His Wife, Bk 2:7, seperti dikutip oleh John Willis, S.J., Ibid., p. 438
[8] Lihat Tertullian, ux 2,9, seperti dikutip KGK 1642.
[9] Lihat St. Clement of Alexandria, Christ the Educator, Bk. 2, Chap.23, seperti dikutip oleh John Willis, S.J, Ibid., p.442.
[10] Lihat Athenagoras, A Plea for Christian, Ch. 33, St Theohilus of Antioch, To Autolycus, Bk 3:15, seperti dikutip oleh John Willis, S.J, Ibid., p.445.
[11] Lihat Origen, Commentary on Mathew, Bk 14, Chap 16, seperti dikutip oleh John Willis, S.J., Ibid., p. 439.
[12] Lihat St. John Chrysostom, Homilies on St. Matthew, 62:1, seperti dikutip oleh John Willis, S.J., Ibid., p. 439.
[13] Lihat St. Augustine, On Marriage and Concupiscence, Bk 1, Ch. II, seperti dikutip oleh John Willis, S.J., Ibid., p. 438
Puji Tuhan ada website ini. Saya berterima kasih kepada semua pihak yang ada di dalamnya. Saat ini saya adalah pengantin baru yang baru menikah 3 bulan. Mudah-mudahn website ini dapat membantu saya apabila di dalam menjalani hidup berumah tangga nanti menemukan kendala. Terima kasih Romo, Suster, Frater. Semoga Allah memberkati. Amin. Berkah dhalem
Shalom Romo…
saya ingin menanyakan sesuatu kepada romo tentang hubungan saya dengan calon istri saya. saya beragama katholik dan calon istri saya beragama kristen, apakah secara katholik itu diperbolehkan? apakah ada syarat”nya?
Trima kasih romo…
GBU…
[Dari Katolisitas: silakan membaca di artikel ini terlebih dahulu, silakan klik]
Yudha Yth
Secara katolik anda bisa berhubungan dengan calon istri anda yang beragama Protestan. Untuk hubungan lebih jauh ke pernikahan maka anda harus memohon izin perkawinan beda Gereja melalui pastor paroki kepada Uskup setempat dimana anda tinggal. Perkawinan beda Gereja ada syarat syaratnya seperti mendidik anak secara Katolik dan memberikan kebebasan kepada pihak Katolik untuk mengungkapkan imannya berdoa dan Ekaristi setiap hari Minggu. Anda sebaiknya peneguhan di depan Imam di Paroki anda tinggal. Ikutlah Kursus Persiapan Perkawinan. Selamat menyiapkan diri.
salam
Rm Wanta
Syalom…. Romo yang baik…6 bulan yang lalu saya menikah secara khatolik..dan Puji Tuhan sekarang saya sedang mengandung 3 bulan…tapi sedikit demi sedikit masalah mulai muncul ..saya tidak ingin anak dalam kandungan saya merasakan kesedihan ini… Romo, sejak awal pernikahan kami ternyata suami saya belum melupakan mantan pacarnya dulu..saya masih sering mendapati sms-sms dg nada mesra dg mantannya…saya pernah bicarakan ini baik-baik dia bilang sudah tidak tapi sampai tadi pagi,tanpa sengaja saya masih temukan lg kata2 mesra itu di ‘inbox’ face booknya…dia masih berhubungan dg mantannya romo…pernah juga dia bilang kalau tertekan hidup dengan saya karena secara ekonomi penghasilan saya jauh… Read more »
Tina Yth Saya memahami persoalanmu, perkawinan sebenarnya merupakan komitmen seorang atas janji yang diucapkan ketika menikah. Komitmen ini harus dilandaskan pada kebebasan dari ikatan apapun dan lurus-benar serta bertanggungjawab. Mestinya masa anda dalam perkawinan masih dalam suasana romans, bukan kritis namun itulah yang terjadi karena itu mestinya sebelum menikah semua hubungan pacar yang dulu tidak ada lagi. Nah sekarang apa yang harus dilakukan? Saya usul mengadakan konseling dengan pastor paroki anda berdua, lalu cobalah untuk selalu berkomunikasi dengan baik tanpa emosi dengan pasangan anda tentang hal ini. Jika dia tidak mesra anda harus tetap mesra dan berusaha untuk tidak kehilangan… Read more »
Trimakasih banyak Romo…mohon dukungan doa..
Romo, saya ingin meminta tanggapan dan petunjuk Romo. Romo, saya sdh menikah hampir 6 th. Tetapi sampai sekarang saya dan suami blm pernah berhubungan selayaknya suami istri. Saya bingung, setiap kali saya ajak bicara mengenai hal tersebut dia banyak sekali alasannya utk tdk melakukan hal tersebut. Saya juga sering ajak suami utk komunikasi dari hati ke hati dan dia selalu janji utk berubah. Tapi sampai sekarang dia tdk pernah menunjukkan perubahan tersebut. Padahal saya juga telah melakukan apapun untuk melengkapi apa yang menjadi alasannya. Terus terang lama kelamaan saya merasa capek, sampai sampai saya pernah mencoba utk mengakhiri hubungan kami… Read more »
Chaterine Yth
Apakah dia mau diajak untuk konsultasi ke dokter spesialis yang ahli bidang seks. Karena penting, mungkin ada sesuatu yang mengganjal dirinya untuk melakukan hubungan intim. Saya pribadi prihatin dengan keadaanmu ini karena salah stu hal penting dalam perkawinan dan menjadi esensi perkawinan adalah phyisical touch yg berpuncak pada hubungan intim maka jika hal ini tidak dilakukan merupakan sesuatu yang kurang lengkap. Saya bisa mengerti keadaanmu karena itu anjuran saya berdua ke dokter spesialis seks. Semoga berhasil dan anda menemukan hidup keluarga yang baik.
salam
Rm Wanta
Yth. Romo Wanta, Romo, saya seorang wanita dan ibu dari satu orang anak. 12 tahun yang lalu saya menikah dan sakramen pernikahan dilakukan di malang. Pernikahan saya dulu karena perjodohan orang tua, jadi tanpa ada proses pacaran dan nampak sekali memang tidak ada cinta diantara kami. Dan sejak menikah suami saya tidak pernah memberi nafkah ekonomi walaupun dia mempunyai pekerjaan tetap. Dan sejak saya mengandung, dia pun berhenti memberi nafkah batin. Selain itu dia lebih sering tinggal di rumah adiknya, jadi otomatis komunikasi diantara kami sangat kurang. Dan sejak 11 tahun yang lalu, kami sudah total berpisah rumah. Berbagai cara… Read more »
Agie yth Semua perkara dalam perkawinan bisa diajukan ke pengadilan Gereja asal memenuhi syarat hukum seperti membuat surat permohonan (libellus), ada bukti- bukti yang kuat dan layak untuk diajukan, nanti semoga bisa cepat pihak tribunal akan menjawab permohonan anda. Bisa ditujukan ke keuskupan tempat perkawinan anda diteguhkan, bisa juga di domisili anda (tempat anda tinggal) sekarang, bisa juga keuskupan di mana banyak saksi bertempat tinggal atau pihak tergugat. Silakan kalau dialamatkan ke pengadilan gereja KAJ. Sekali lagi yang perlu disiapkan; 1. surat permohonan (libellus) pengajuan perkara untuk proses pembatalan perkawinan 2. surat dan bukti tertulis fotoco[y dari surat baptis, perkawinan,… Read more »
salam damai Kristus Romo.. Saya sedang menghadapi masalah Romo.. Saya dan pasangan saya berencana menikah secara Katolik, Kebetulan calon saya sebelumnya pernah menikah dan dikaruniai seorang anak. Pernikahan calon istri saya dengan suaminya gagal di tengah jalan dan mereka telah bercerai menurut Negara. Sebelumnya saya lanjutkan, Calon istri saya sebelumnya menikah secara Gereja Kristen GPIB, karena Suaminya terdahulu adalah Kristen Protestan. Pernikahan mereka tidak langgeng dan banyak percekcokan dan sering terjadi KDRT dimana Suaminya memukuli terus setiap hari. Dan dengan alasan tersebut, Calon Istri saya mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Negeri dan sudah ada putusan Cerainya. Kembali ke masalah saya… Read more »
Antonius Agus Yth. Saya salut dengan kerinduanmu mau diteguhkan dalam Gereja Katolik. Masih ada kesempatan diberkati dan diteguhkan dalam Gereja Katolik jika halangan dari perkawinan calon istri anda meski sudah perceraian sipil tetap perlu kekuatan hukum dari pihak pimpinan Gereja Katolik melalui permohonan pemutusan ikatan perkawinan demi iman katolik. Hendaknya calon anda mau menjadi katolik dan memberikan alasan sebagai motivasi mengapa mau menjadi katolik dan menikah secara katolik. Semua jawaban dilampirkan dalam permohonan kemurahan pemutusan ikatan perkawinan calon istri anda dengan mantan suaminya. Semoga dipahami. Sesudah itu baru dia memiliki status bebas jika sudah mendapat dispensasi dari Uskup, baru dapat… Read more »
Berkah Dalem Romo Saya seorang Katholik yang 3 tahun lalu menikah dengan wanita muslim. Pemberkatan nikah kami dilakukan tanpa dihadiri keluarga pihak istri. Sebenarnya dalam kurun waktu sebelumnya pernikahan kami berjalan baik-baik saja adapun percekcokan hanya terjadi sesekali dan dapat dengan cepat terselesaikan namun sudah satu bulan ini kami pisah rumah, awalnya saya marah karena istri saya tidak mau mencantumkan status pernikahannya dalam facebooknya dan akhirnya saya tahu bahwa istri saya sering chating dengan mantan pacarnya yang juga sudah menikah, percekcokan pun terjadi, kemudian yang menggagetkan istri saya merasa bahwa selama ini pernikahan kami tidaklah sah menurut dia ( agama… Read more »
Felix Yth Saya ikut prihatin dengan peristiwa yang anda alami. Saya memahami keadaanmu dan memang berat sekali namun tegarlah menghadapi semua peristiwa ini dengan siap dan berani mengambil resiko atas apa yang akan terjadi dalam perkawinan campur beda agama, dan selalu membawa masalah keluarga kalau tidak didasarkan pada cinta yang kokoh kuat dan saling pengertian yang mendalam. Dari cerita anda cinta dan pengertian perkawinan campur rapuh sehingga mudah goyah sekarang kelihatan persoalan itu. Saya menganjurkan agar anda siap menghadapi apa saja yang terjadi di dalam perkawinan anda termasuk perpisahan dengan istri anda. Jalan yang perlu ditempuh adalah anda memberikan pengertian… Read more »
Shalom saudarku Felix, saya salut atas perjuangan anda di dalam pernikahan. Saya akan selalu bawa anda didalam doa. Menurut apa yang saya pernah alami, bahwa pernikahan anda memang tidak akan pernah terceraikan secara IMAN, walaupun pemerintah menceraikan, dia mungkin menikah lagi dan sebagainya. TAPI di hadapan TUHAN, istri anda tetap dia dan suami dia adalah anda sendiri. Jadi tetaplah menjadi suami yang baik, meskipun anda diperlakukan dengan kasar oleh istri anda dan oleh pihak keluarga dari istri anda. Karena anda wajib mencerminkan kerakter2 YESUS pada istri anda dan biarlah THE TRUTH SPEAK ITSELF. Mana yang baik dan mana yang tidak… Read more »
Shalom…. Maaf saya mau sharing dan minta doanya. Saya berkenalan dengan pria asing dia berasal dari negara Italia kita sering curhat dan telefon kebetulan dia duda anak satu (anaknya laki-laki) dia sering menceritakan perkembangan anaknya . sekarang hubungan kami sudah berjalan 3 bulan kami sudah saling suka dan merencanakan pernikahan di Indonesia, rencananya dia mau datang bulan Mei ini tapi kehendak kami bukan kehendak Tuhan disaat dia sibuk mengurus pasportnya dia dtlp sama orang tuanya bahwa anaknya masuk rumah sakit ternyata ada kelainan di dalam darahnya. Gagal sdh harapan kami utk menikah tapi saya iklas asal untuk kesembuhan anaknya karena… Read more »
Shalom Grace Helen, Saya tidak tahu, apakah calon suami anda itu adalah duda karena istri pertamanya sudah meninggal dunia, ataukah karena duda cerai. Sebab kalau ia adalah seorang duda karena perceraian, maka sebenarnya perkawinan anda tidak dapat disahkan di Gereja Katolik, sebab di hadapan Allah, pria tersebut masih terikat pada istrinya dengan ikatan perkawinan sebelumnya. Jika ini yang terjadi, jika saya boleh menyarankan, maka sebaiknya anda mempertimbangkan kembali untuk menikah dengannya; sebab ini tidak berkenan di hadapan Tuhan. Firman Tuhan jelas mengatakan, “Apa yang telah dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.” (Mat 19:6). Gereja Katolik tidak mengakui perceraian… Read more »
Shalom Mbak Ingrid
Sebelumnya terima kasih atas saran dan doanya buat John.
Mungkin di surat saya sebelumnya saya belum menjelaskan bahwa calon suami saya ini duda karena istrinya meninggal ketika anaknya John berumur 5 thn.
Saya juga sangat bersedih telefon terakhir yang saya dapat John coma sekarang sdh berada di USA,semoga doa kita semua menjadi kesembuhan buat John karena tidak ada yang mustahil kalau Allah bapa disurga menghendaki dan diberi kekuatan buat calon suami saya dan family.
Salam Kasih Tuhan kita Yesus Kristus
Grace H.R
Shalom Grace Helen,
Saya akan turut mendoakan John dan mungkin kita dapat pula memohon agar para pembaca mendoakan John, serta rencana anda untuk menikah dengan calon suami anda.
Kita percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik bagi anda; dan menjadikan segala sesuatu indah pada waktu-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Romo, Setelah lebih dari 6 tahun usia perkawinan saya, akhirnya saya berani mengambil keputusan secara bulat, bahwa saya akan menngajukan pembatalan pernikahan dengan suami saya… Tahun pertama pernikahan kami, saya telah berusaha untuk mencoba mencintai dia. Saat perasaan itu perlahan – lahan tumbuh, saya memergoki suami saya nonton blue film sambil masturbasi. Dan itu dia lakukan hampir tiap malam. Sementara saat saya terjaga, saya merasa sangat takut untuk bangun dan tidak tenang tidur, dan hanya menangis. Hal ini mengacaukan konsentrasi bekerja saya. Berkli kali kebiasaan itu dia lakukan. saya pernah membuang 30 keping CD porno dan sekarang ada lagi koleksinya… Read more »
Veni Yth Saya turut prihatin dengan keadaan itu, apakah sudah berusaha konseling dengan dokter yang ahli seks, mungkin ada kelainan dalam diri suamimu dan semoga bisa diobati. Kedua, saya mengerti permohonanmu maksudnya adalah memohon pembatalan perkawinan? Jalan ini adalah jalan terburuk karena dengan itu akan mencederai suami dan anak2 (maaf apakah sudah anak?) Tapi anda berhak untuk memohon pembatalan perkawinan jika memang ada kebohongan (niat pelampiasan) yang ada sebelum perkawinan diteguhkan dan juga karena adanya kelainan seksual (jika memang demikian). Perlu kiranya anda membuat sejarah perjumpaan dan masa perkawinan dengan dia selama 6 tahun agar ada dokumen yang bisa menjadi… Read more »
shalom katolisitas, saya mohon maaf bila pertanyaan saya ini sudah pernah ditanyakan, terus terang saya memang belum membaca semua komentar diatas. Masalah saya: kakak saya menikah dengan wanita muslim secara Islam, namun setelah itu dia kembali ke gereja katolik dan menerima komuni, saya sudah mengingatkan agar dia membereskan perkawinan secara katholik dahulu, namun dia tidak pernah menanggapi, karena dia berpendapat itu adalah urusan pribadinya, menurutnya walaupun dia mengucapkan sahadat islam namun itu hanya mulutnya, dihatinya tetap menerima kristus, sehingga menurutnya tidak salah menerima komuni, dia juga tidak berminat untuk merubah KTPnya menjadi katolik lagi karena merasa hal tersebut hanya formalitas,… Read more »
Margaretha Yth
Jelas dosa berat karena setiap orang katolik harus mengikuti norma hukum Gereja Katolik (kan 11) karena itu berlaku aturan perkawinan dalam Gereja Katolik kalau peneguhan diluar Gereja Katolik berarti telah melanggar aturan itu. Apalagi menyatakan syahadat bukan iman katolik, karena itu jika kembali ke pangakuan Gereja Katolik harus bertobat mengaku dosa, diterima kembali ke Gereja Katolik dalam upacara, kemudian pengesahan perkawinan convalidatio simplex, baru bisa menerima komuni seperti umat yang lain.
salam
Rm Wanta
salam tuk romo wanta
saya belum mnegerti tentang sakramen perkawinian sebagai sarana yang menguduskan menurut amanat apostolik familiaris consortio no.56. apakah rahmat pengudusan yang diterima pasangan yang menikah itu berupa tanggungjawab sebagai orang tua bagi anak-anak atau rahmat pengudusan itu hanya merupakan pengakuan bagi mereka secara resmi dalam gereja katolik? mohon penjelasan secara mendatail romo soalnya apa yang saya tanyakan ini berkaitan dengan proposal skripsi yang akan saya garap saat ini. terima kasih
Fr Peter Malo Yth. Rahmat pengudusan dalam konteks Familiaris Consortio 56 adalah buah dari sakramen perkawinan yang diterima berkat perjanjian antara keduanya ketika menyatakan konsensus cinta dalam membangun keluarga kristiani, tanggungjawab orang tua bagi anak-anak khususnya dalam pendidikan iman anak. Mohon dibaca teks Gaudium et Spes 47-50. Kekudusan konteksnya adalah kesetiaan dan kesempurnaan dalam panggilan entah sebagai suami isteri atau panggilan khusus sebagai rohaniwan, biarawan-wati (lihat Lumen Gentium 42, “Maka semua orang beriman kristiani diajak dan memang wajib mengejar kesucian dan kesempurnaan status hidup mereka.”) Kekudusan yang dimaksudkan bukan proses kanonisasi menjadi orang kudus. Maka kekudusan dalam hidup perkawinan konteksnya… Read more »
Salam, u/ Romo Wanta yg saya hormati Saya telah membaca ulasan2 dari Romo Wanta terhadap permasalahan perkawinan katolik diatas, pertanyaan saya bagaimana tanggung jawab Gereja terhadap kelangsungan perkawinan umatnya ? Mungkin kisah saya ini dapat lebih menjelaskan maksud saya, sekarang ini perkawinan saya sudah diambang kehancuran, pernikahan kami cuma bertahan 3 tahun, itupun kami tinggal serumah hanya 9 bulan. Yang membuat saya sangat kecewa terhadap gereja adalah tdk ada sedikit KEPEDULIAN gereja thd masalah kami, sebagai pasangan katolik kami sudah menjalani semua prosedur pernikahan gereja, perkawinan kami SAH secara gereja Katolik. Seperti pada masa2 awal pernikahan pada umumnya, keluarga kami… Read more »
Hendrik Yth
Saya ikut prihatin dengan persoalanmu, saya memahami betapa susahnya keadaanmu sekarang ini. Saya mohon maaf kalau para pastor kurang melayani anda. Saya membuka hati untuk membantu anda, apakah bisa kita bertemu? Saya berada di Pastoran Unio Jalan Kramat VII/10 Jakarta Pusat (telp 021-31924761) bisa ditelpon malam hari jam 8 malam. Bawalah dokumen anda lengkap dan surat permohonannya nanti saya akan mencoba mebantu untuk dapat bertemu dengan Rama Andang SJ di Kramat VI dekat dengan pastoran kami. Terimakasih atas kesabarannya. Semoga ada jalan keluar untuk masalahmu.
salam dan berkat Tuhan
Rm Wanta
Saya juga pernah mengalami masalah seperti ini. Sulitnya minta ampun bertemu dengan Romo. Ini pula salah satu penyebab–di Gereja Katolik–saya merasa sangat tidak diperhatikan. Sehingga saya bertanya kepada saudara Protestan yang sangat peduli dengan “concern” saya, sampai saya menemukan website ini.
Kemudian Romo yang cuek juga saya alami di keuskupan di Surabaya. Sewaktu awal Desember 2009 kemarin, saya “diserang” oleh pihak Protestan. Saya minta tolong ke Romo di keuskupan, tetapi mereka seolah malas membantu saya.
Shalom Alexander Pontoh dan semuanya, Terima kasih atas semua tanggapannya tentang kesulitan dalam mencari romo. Mari kita semua menyikapinya dengan bijaksana. Kita tahu bahwa Romo memang mempunyai tugas yang begitu banyak, dan mungkin tidak mempunyai waktu terlalu banyak untuk dapat melayani semua umat, yang mempunyai kebutuhan dan permasalahan-permasalahan yang berbeda-beda. Saya tahu ada paroki yang mempunyai anggota sebanyak 9,000 orang dilayani oleh 3 orang romo. Kadang ada juga 1 romo melayani 1,000 umat, dimana termasuk misa mingguan, memberikan Sakramen Orang Sakit, Sakramen Perkawinan, Sakramen Baptis, juga Sakramen Pengakuan Dosa, memberikan pelajaran agama, dll. Dan mereka juga harus berdoa harian (brevier),… Read more »
saya sudah menikah selama 5 tahun, mempunyai seorang anak. Sebelum saya menikah saya pernah pacaran dan berencana untuk menikah namun karena saya diancam oleh mantan saya sebelumnya saya tidak berani untuk menikah dan saya membuat masalah supaya putus. Setelah putus saya belum mau pacaran apalagi yang mendekati saya mantan narkoba dan peminum. Saya diajak keluar pun tidak mau dan orang tua juga melarang saya berpacaran dengan dia. Tapi orang tuanya selalu mencari saya dan membuat skenario bahwa saya merespon dia untuk mengenal ebih dekat. Beberapa hari kemudian tiba2 saya sudah menerima dia sebagai pacar. Selama berpacaran saya selalu nurut dengan… Read more »
Yoana Yth, Perkawinan yang dilaksanakan dengan menggunakan ilmu magic ilmu hitam bertentangan dengan ajaran Gereja dan Kesadaran seseorang dengan akal budinya memutuskan untuk mengucapkan perjanjian. Oleh karena itu selain berdosa dia juga telah melakukan cacat berat dalam essensi perkawinan. Sehingga perkarwinan itu tidak sah sejak permulaan. salam Rm Wanta Tambahan dari Ingrid: Shalom Yoana/ Yoyo Yang menjadi permasalahan pada kasus anda adalah, apakah benar pada saat pernikahan itu memang melibatkan unsur penipuan, dengan adanya penggunaan magic dan obat-obatan. Sebab jika terbukti demikian, memang perkawinan itu tidak sah sejak awal mula. Namun masalahnya adalah apakah memang demikian halnya? Sebab jika saya… Read more »
terima kasih atas tanggapan dan sarannya. Saya bersyukur karena memang sejak dulu keluarga saya dekat dengan pastor maupun suster di paroki kami. Namun setelah saya kuliah dan bekerja di luar kota saya tidak begitu mengenal mereka. Sehingga pada saat saya mengalami kebimbangan saya tidak memiiki teman atau orang yang bisa saya ajak sharing. setelah saya menikah saya semakin tidak punya teman karena saya harus bekerja mengurus usaha mertua. Sebenarnya rencana awal kami akan tinggal dengan ortu saya karena usaha saya ada di rumah ortu. Tetapi kurang 2 bulan calon suami ketahuan menggunakan obat lagi padahal semua sudah dipesan untuk acara… Read more »
Shalom Yoyo, Jika saya boleh menyarankan, silakan anda menggunakan Masa Prapaska ini untuk sungguh- sungguh berdoa dan berpuasa untuk mendoakan pertobatan suami anda, dan juga mohon agar anda dapat kembali mempunyai hubungan yang erat dengan Tuhan. Periksalah batin anda, dan silakan anda mengaku dosa di dalam Sakramen Pengakuan dosa di hadapan Pastor. (Tentang cara pemeriksaan batin yang baik, silakan klik di sini). Terutama mohon ampunlah kepada Tuhan jika anda pernah lebih mengutamakan keluarga dan pekerjaan daripada hubungan anda dengan Tuhan, sehingga dengan demikian anda semakin menjauh dari-Nya. Pada saat anda mengaku dosa, katakanlah sejujurnya problem anda kepada pastor, dan mohonlah… Read more »
Romo Yth,
Berkah Dalem …
Romo, saya ingin bertanya.
Saya ingin menikah dengan pacar saya, yg berbeda keyakinan.
Saya Katholik dan dia Muslim, namun dia sudah mau untuk saya ajak menikah di Gereja.
Yang ingin saya tanyakan, syarat-syarat apa saja yg harus kami ikuti agar kami bisa menikah di Gereja.
Terima kasih atas jawabannya.
Salam,
widhia
Widia Yth
Kalau boleh saya sarankan jika anda di Jakarta ikuti program discovery besok minggu tgl 21 Febr 2010 di katedral saya memberi bersama pasutri Lies Talib untuk para pasangan yang mau menikah. Kedua jangan buru2 menikah biarkan dia ke Gereja dan mau dibaptis lebih baik dari pada sekarang mengambil keputusan menikah. Semoga berkat Tuhan menyertaimu.
salam
Rm Wanta
Shalom romo, saya mau menanyakan tentang kakak sy. Awalnya kakak sy sdh bertunangan dan mendadak btal menikah krn brtgkar hebat lalu putus. Kmdian kakak dkenallan pd bbrp perempuan, salh 1nya ternyata jg br ptus dr pacarnya. Br kenal 1bl lwt telp krn berbd kota kmdian kakak dtg menemuinya lalu dlm 3hr mrk lgsg jadian, dlm 1mgu kmdian lgsg memtuskan menikah pd tgal yg dulu memg sdh di buking u pernkahan yg btal. Kakak kmdian menikh scr sakramen katolik dg perempuan it. Ipar sy kbtulan lgsg hamil. Tp sjak mulai awal kelahran ank mrk mulai tak rukun. Ipar tak lg mau… Read more »
Indri Yth. Saya anjurkan kakak anda menulis surat dan menceritakan kisah perkawinan dia dari saat pertemuan hingga perkawinan dan akhirnya bubar kepada pengadilan Gereja dimana anda berdomisili. Alangkah baiknya jika pastor paroki diberi juga surat tsb dan meminta bantuan hukum untuk dapat meneruskan ke pengadilan Gereja mencari keadilan atas perkara ini. Karena sudah cerai sipil dan tidak mungkin disatukan kembali maka pengajuan permohonan pembatalan perkawinan ke Tribunal perkawinan keuskupan harus disertai dengan alat bukti (surat keterangan bukti surat cerai sipil dll), saksi dan nanti akan dilihat semua apakah permohonan itu dikabulkan oleh Tribunal atau tidak untuk diteruskan proses anulasi/ pembatalan… Read more »
Salam damai…saya dari Malaysia Timur. Saya ingin memohon nasihat dan petunjuk. Sy sudah bertunang dgn pacar saya, tapi seorang protestan. Awalnya, kami setuju untuk nikah d gereja katolik. Namun, sudah 1 tahun bertunang kini keluarga tunangan saya tidak mengizinkan perkahwinan d gereja katolik. Saya malah coba d pujuk mereka untuk masuk protestan. Tunangan saya juga berusaha sekerasnya membawa saya tuk mengiikuti dia & berkahwin d gereja mereka. Dengan lembut, saya sudah menegaskan pendirian saya bahawa saya tetap katolik sampai bila-bila pun. Kerana memikirkan bahawa perkahwinan dgn non-katolik sukar untuk mencapai kebahagiaan walaupun kami saling mengasihi, saya cuba untuk mohon pertunangan… Read more »
Shalom Carol, Saya turut prihatin dengan keadaan anda. Ya, memang kadang diperlukan pengorbanan untuk mempertahankan iman kita. Pada saat yang sulit ini, pandanglah salib Kristus, maka Carol akan merasa terhibur dan dikuatkan. Sebab Tuhan Yesus juga tidak menyayangkan nyawa-Nya untuk menyatakan kasih-Nya yang sempurna, maka kita semua juga dipanggil untuk menyatakan kasih kita kepada Tuhan sedapat mungkin dengan mengikuti segala kehendak-Nya, dan ya, itu termasuk juga dengan menjadi anggota dari Gereja yang didirikan-Nya. Saya tidak tahu, apakah anda pernah membicarakannya dengan mantan tunangan anda, bahwa menikah di Gereja Katolik tidak mengharuskan dia menjadi Katolik. Dia dapat tetap menjadi Protestan, namun… Read more »
Shallom….terima kasih ya dgn nasihatnya. Betapa saya sungguh terharu membacakan tiap bait kata-kata yg d bicarakan. Ada penghiburan saya rasakan….kerana saya melihat betapa besar dan dalam kasih Tuhan itu buat anak-anakNya. Terima kasih juga atas doanya….sungguh menghargainya. Semoga saya punya kekuatan tuk menghadapi semua ini. Saya percaya Tuhan punya rencana yang lebih baik buat saya, kan? Sesungguhnya, saya benar-benar mau mempertahankan iman katolik saya. Thank you so much…
Salam damai..
Shallom Romo Wanta… Romo, saya akan mendatangi Katedral Surabaya untuk konsultasi perkawinan dan pengajuan pembatalan perkawinan, saya sudah bertemu Romo Paroki tapi sampai saat ini Romo belum memberi keputusan kapan saya akan dipertemukan dengan suami saya dan keluarganya. saya sudah menunggu 1 tahun keputusan apa dari suami saya tapi sepertinya suami saya tidak ada niatan untuk memperbaiki kelakuannya dan tidak ada niatan untuk pisah dengan saya ( dengan kata lain saya digantung ). saya juga butuh keputusan yang benar – benar jelas supaya status perkawinan saya jelas. karena seperti yang telah saya keluhkan ke Romo Wanta bulan lalu saya sudah… Read more »
Florencia Yth
Menjawab pertanyaan yang anda tanyakan: kalau di paroki tidak ada ruang konsultasi masalah perkawinan dan anda langsung ke katedral juga tidak apa. Mungkin yang anda maksudkan keuskupan. Proses ini memang biasanya 1-2 tahun tergantung pada pengumpulan bukti-bukti, tidak apa prosesnya harus dijalani demikian tapi akan menjadi jelas statusnya. Siapkan saja dokumen surat baptis, perkawinan gereja dan sipil, jika sudah ada surat perceraian sipil, kisah perkawinan anda, saksi-saksi yang bisa dihubungi, nanti disertakan dalam surat permohonan pembatalan anda ke tribunal keuskupan Surabaya. Jika ada yang kurang akan disampaikan oleh petugas tribunal. Tuhan memberkatimu
salam
Rm Wanta
Shalom bu, Saya mengangkat topik ini sehubungan banyaknya umat Katolik melakukan (menjalankan) pernikahan dengan seberang menyeberang tanpa ada beban dan rasa bersalah, mohon penjelasan dan komentarnya. Sebuah kenyataan bahwa seorang perempuan 20thn lalu pernah menikah (th 1989) dengan seorang pria beragama Katolik, saat itu perempuan tsb belum menerima Yesus, menikah dengan pria (beragama Katolik) dengan pemberkatan nikah secara Katolik (tanpa Catatan Sipil), memiliki Surat Nikah yang di keluarkan oleh Gereja Katolik. mereka berpisah setelah 3 tahun menjalani pernikahan. (dan saat ini suaminya telah meninggal) Pemberkatan Nikah ini dilakukan di salah satu Gereja Katolik (di Jakarta) itu menurut saya agak berbeda,… Read more »
Felix yth Ketentuan peneguhan perkawinan adalah di gedung gereja, kapel atau di tempat lain merujuk pada kanon 1118 yang berbunyi: Perkawinan antara orang- orang Katolik atau antara pihak Katolik dan pihak yang dibaptis bukan Katolik hendaknya dirayakan di gereja paroki, dapat dilangsungkan di gereja atau ruang doa lain dengan izin ordinaris wilayah atau pastor paroki. Tempat itu haruslah layak. Kalau di tempat kerja apakah layak? Bisa anda menilainya sendiri. Tidak ada aturan umum apalagi universal tentang peneguhan perkawinan tidak boleh di depan altar lantaran salah satu pihak sudah hamil. Kalau toh terjadi hal itu karena aturan pastoral partikular setempat. Surat… Read more »
shallom,,,, Romo,nama sy FLOW…sy sudah menikah taon 2006 dengan seorang yang sama sama katolik.sekarang saya sudah pisah ranjang selama 10 bulan tepatnya mulai bulan maret awal sampai sekarang.ada banyak masalah yang kami berdua tidak bisa menemui titik temu yang baik sampai akhirnya ada kejadian seperti ini. awal pernikahan kami semua baik baik saja, baru menginjak 6 bulan pernikahan kami baru timbul masalah masalah.pada waktu itu juga merupakan awal kehamilan anak pertama kami.pada waktu saya hamil 2 sampai 9 bulan dan detik detik sy mau melahirkan ada saja acara di keluarga mertua mulai dari acara syukuran pindah kerja adik ipar sy,wisuda… Read more »
Florencia Yth Saya prihatin dengan keadaan anda, masalah yang anda hadapi intinya pada komunikasi dan ketidaktahuan tanggungjawab sebagai suami/istri. Cobalah anda membuat kisah perkawinan anda dan sampaikan kepada pastor paroki anda untuk memperoleh keadilan dalam perkawinanmu. Perkawinan katolik berdasarkan cinta personal membentuk persekutuan yang tetap dan tidak terputuskan serta bersifat unitas. Tujuannya kebahagiaan dalam hal ini kesejahteraan suami/isteri (bdk kan 1055). Memang menjadi suami dan isteri perlu persiapan perkawinan yang sungguh mendalam, tanggungjawab dan tugas sebagai suami isteri perlu dipahami secara utuh dan mendalam. Karena itu hal yang penting bagi mereka yang mau menikah secara katolik. Menelantarkan anak isteri tentu… Read more »
Shalom…..
Terima kasih Romo Wanta atas balasannya, semoga dengan petunjuk yang telah diberikan kepada sy semua masalah sy segera dapat terselesaikan.
sy mohon bantuan doa agar sy kuat menghadapi masalah ini dengan penuh kepasrahan diri secara utuh kepada Tuhan Jesus yang telah memberi sy, anak sy dan keluarga sy kesabaran sampai detik hari ini….
Tuhan Jesus memberkati….
Shallom Rm. Wanta…. Romo, saya mau tanya apakah suami saya yang telah berbuat kesalahan seperti itu dan sejak tidak tinggal dengan saya jarang ke Gereja masih diperbolehkan menerima Tubuh Kristus (hosti)??? terus terang Romo,,setiap perkataan siapa saja sampai detik asisten Imam sekalipun(yang juga manager di tempat kerjanya) tidak pernah dia dengarkan malah disangganya. padahal maksud asisten Imam(yang juga managernya di kantor) memberi solusi kalo perbuatan dia ke anak-istrinya salah, itupun tetap disangga. sampai-sampai dia pernah bilang kalo dia tidak memberi nafkah mau kasih saya pelajaran biar “kapok”. saya cuma bisa ngelus dada. perbuatan seperti ini orangtuanya juga tau tapi malah… Read more »
Florencia Yth Allah itu maharahim demikian ditunjukkan oleh Yesus Kristus ketika di salib Dia memberi pengampunan bagi orang yang berdosa di sebelah-Nya di Golgota. Tidakkah Dia juga mengampuni dosa orang yang bertobat dan mohon pengampunanNya. Perlu doa dan orang yang memiliki kewibawaan seperti Pastor memberikan nasehat kepada dia. Semoga Tuhan memberikan jalan terbaik di tahun baru 2010. salam Rm Wanta Tambahan dari Ingrid, Shalom Florencia, Sepertinya ada baiknya, dan jika masih memungkinkan, anda mengajak suami anda menemui pastor paroki ataupun mengikuti konseling keluarga. Pertama-tama dalam perkawinan Katolik memang yang harus diusahakan adalah mempertahankan ikatan perkawinan. Jalan mengurus pembatalan perkawinan adalah… Read more »
Romo, saya ingin meminta tanggapan dan petunjuk Romo. Begini Romo, saya sedang menjalin hubungan dengan seorang mualaf. Dilihat dari background pacar saya (maaf apabila pendapat saya salah), saya kira dia menjadi mualaf hanya karena masalah cinta dengan pacarnya terdahulu. Perlu diketahui, dia dulunya adalah seorang penganut kristen sebelum menjadi mualaf, dan saya adalah seorang katholik (Tapi maaf, jujur saya masih sering malas ke gereja). Seiring hubungan kami, orangtua pacar saya merestui hubungan kami (Puji Tuhan) dan mereka mendorong / cenderung memaksa saya untuk segera membentuk ikatan serius dengan putrinya. Tetapi ternyata, orang tua pacar saya juga memaksa saya untuk merubah… Read more »
Anto Yth Kalau ingin merubah dia kembali menjadi Kristen tentunya dengan prinsip umum tidak memaksakan dan menghormati kebebasan dia bergama. Namun keinginan anda juga menjadi pegangan, agar kelak dia menjadi Kristen/Katolik kembali; karena itu kesaksian hidupmu sangat penting. Jika sebelum perkawinan dia mau menjadi Katolik syukur kepada Allah tapi jika belum dia sudah mau ikut anda itu juga syukur kepada Allah. Selanjutnya ajaklah ke Gereja Katolik, beri pelajaran tentang agama Katolik nanti saatnya Roh Kudus bekerja menghasilkan buah yakni Pembaptisan. Karena itu jangan terburu-buru tapi biarlah Tuhan juga bekerja dalam diri pacarmu, semoga akhirnya ia dapat menjadi Katolik, mengikuti panggilan… Read more »
Salam damai, mohon pencerahannya…
“St. Yohanes Krisostomus (347-407), menjelaskan bahwa di dalam ayat, “Apa yang telah dipersatukan Tuhan, janganlah diceraikan manusia” (Mat 19:6), artinya adalah bahwa seorang suami haruslah tinggal dengan istrinya selamanya, dan jangan meninggalkan atau memutuskan dia.[18]”
Apakah maksud ayat tersebut diatas? apakah ini berarti suami hrs tinggal dimana istri tinggal? bagaimana jika istri menolak tinggal serumah dengan suami kecuali dirumah orang tuanya (istri)?
Terima Kasih.
Shalom Robertus, Pada prinsipnya ayat Mat 19:6 itu adalah Gereja Katolik (sesuai dengan pengajaran para Bapa Gereja, seperti Yohanes Krisostomus) tidak memperbolehkan perceraian, di mana suami meninggalkan istri atau memutuskan dia. Maka jika terjadi masalah apapun yang terjadi di antara suami dengan istri, perceraian sesungguhnya bukan merupakan pilihan, melainkan harus pertama-tama diusahakan jalan keluarnya yang dapat diterima kedua belah pihak. Maka dalam hal istri menolak tinggal serumah dengan suami, maka harus dicari jalan keluarnya. Misalnya, ditanyakan terlebih dahulu alasannya, dan dari situ dicari jalan keluarnya. Apakah karena orang tua istri sakit sehingga membutuhkan pengawasan istri anda, atau apakah rumah suami… Read more »
Anto yang baik, Saya hanya ingin menyatakan solidaritas saya kepada Anda untuk terus berjuang. Saya juga sependapat dengan Romo Wanta bahwa Anda harus memberikan kesaksian hidup. Bagus sekali bahwa pacar Anda kurang sependapat dengan konsep trinitas dan salib. Karena itu ada baiknya Anda juga mengambil sikap kritis mengenai kedua hal di atas dan banyak belajar lagi dari sumber – sumber Katolik yang bisa dipercaya seperti website katolisitas.org ini. Dengan demikian iman Anda pun diteguhkan mengenai kedua konsep di atas dan Anda juga dapat memberikan jawaban yang lebih baik kepada pacar Anda daripada hanya menelan mentah – mentah ajaran Gereja. “…..Dan… Read more »