Berdoa Jalan Salib dengan merenungan sengsara Tuhan Yesus merupakan kehendak Tuhan sendiri. Tuhan menyampaikan kehendak-Nya ini kepada Santa Maria Faustina dalam penampakan-Nya kepadanya pada bulan Oktober 1937. Tuhan menghendaki kita untuk merenungkan sengsara-Nya, pada jam Kerahiman Ilahi, jam 15.00, pada saat Ia wafat di salib.
1. Berdoa Jalan Salib Kerahiman
Merenungkan sengsara Tuhan dalam doa Jalan Salib tidak berhenti pada penderitaan-Nya, tetapi harus masuk ke dalam motivasi-Nya mengapa Ia rela menanggung sengsara. Jika kita hanya berhenti terfokus pada penderitaan-Nya, kita tidak jauh berbeda dengan penonton film yang mengundang air mata karena kasihan. Kita bisa menangis luar biasa, tetapi tidak lama kemudian kita sudah kembali seperti semula. Menonton penderitaan adalah kesadisan dan menimbulkan ketakutan (seperti yang akhir-akhir ini banyak trend, yaitu tablo “Sengsara Tuhan”). Menonton penderitaan Tuhan Yesus tidak akan membawa efek banyak perubahan dalam kehidupan. Sebaliknya, ketika kita merenungkan penderitaan Tuhan Yesus dan menjiwai motivasi-Nya, penderitaan-Nya sangat bermakna. Motivasi Tuhan Yesus yang mau menderita adalah kasih-Nya yang tak terbatas untuk menyelamatkan kita, orang-orang yang dikasihiNya: “Karena begitu besar Kasih Allah akan dunia ini, sehingga IA mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya barangsiapa yang percaya pada Dia tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3: 16). Kasih menjadikan Salib Tuhan pembawa pengharapan dan jalan kemenangan. Tiada mahkota tanpa derita dan tiada kemuliaan tanpa salib.
Di atas Salib Tuhan terwujudlah puncak cinta kerahiman-Nya (belas kasihan-Nya) itu. Di atas Salib-Nya Tuhan mengampuni orang-orang yang menyalibkanNya secara keji: “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34). Di atas Salib itu juga Tuhan mengatakan “Sudah Selesai”: “Setelah prajurit memberikan bunga karang yang telah dicelupkan pada anggur asam, lalu Yesus meminumnya dan berkata “sudah selesai” (lih. Yoh 19:30). Kata “Sudah Selesai” bukan berarti Tuhan menyerah kalah, tidak bisa berkutik lagi. Kata “Sudah Selesai” berarti Tuhan Yesus sudah menyelesaikan tugas dari Bapa-Nya dengan baik di dunia, yaitu mewujudkan kasih-Nya sampai Tuhan menyerahkan nyawa-Nya bagi manusia. Kita yang percaya kepadaNya akan memperoleh kehidupan kekal seperti yang Ia janjikan. Kerahiman-Nya nyata dari Salib Tuhan bagi orang yang percaya itu diterima oleh salah satu penjahat yang disalibkan bersama dengan Dia: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk 23:43). Penjahat itu menerima kerahiman-Nya karena menaruh harapan dan iman kepada Tuhan Yesus: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” (Luk 23:42). Sangat jelaslah sekarang bahwa pengharapan baru diberikan kepada kita melalui peristiwa Salib. Orang yang berdosa seharusnya dihukum, tetapi berkat kerahiman-Nya, mereka diselamatkan asal menaruh iman dan pengharapan kepadaNya. Karena itu, di Salib ada derita, di Salib ada ketaatan, di Salib ada belaskasih dan pengampunan, di Salib ada pengorbanan total dan tanpa pamrih, di Salib ada kasih Allah yang tak terbatas. Ketika Tuhan Yesus Kristus dipaku di Kayu Salib, aliran air hidup abadi memancar dari sisi-Nya, yaitu air dan darah kehidupan yang membasahi dunia.
Berdoa Jalan Salib dengan merenungkan penderitaan-Nya itu tidak hanya sekedar napak tilas (mengenang peristiwa Golgota), tetapi masuk dalam motivasi kerelaan-Nya untuk menanggung derita, yaitu kasih. Salib adalah puncak dari kasih Tuhan. Berdoa “Jalan Salib” berarti kita masuk ke dalam hidup Tuhan, yaitu Salib, sebagai jembatan menuju kehidupan kekal. Berdoa Jalan Salib berarti kita mau berjalan melalui Salib. Salib mempunyai empat jembatan. Jembatan pertama adalah jembatan terpanjang, yaitu pengharapan karena pengharapan senantiasa mengikuti kita dalam situasi sesulit apapun. Jembatan kedua adalah jembatan terkuat, yaitu iman. Jembatan ketiga adalah jembatan termahal, yaitu pengorbanan. Jembatan keempat adalah jembatan terindah, yaitu kasih. Ketika kita mau berjalan melalui kasih, kita pasti senantiasa berada dalam pengharapan. Pengharapan itu muncul dari iman yang kuat. Iman yang kuat terungkap dalam pengorbanan.
Supaya kita dapat masuk dalam kasih Tuhan itu, saya pribadi suka mentakhtakan Salib Tuhan sebagai jalan kemenangan dan membawa Salib ke hadapan umat. Umat diminta mencium Salib Tuhan. Banyak umat pasti akan menangis karena rasa terima kasih mereka atas kasih-Nya yang besar kepada mereka sehingga Ia mau menanggung sengsara yang pedih. Umat akan bersyukur karena telah dimenangkan dengan bilur-bilur-Nya atas maut akibat dosa: “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” (1 Petrus 2:24) dan dijadikan sebagai anak Allah: “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!” (Roma 8:15). Tetesan air mata umat pada waktu mencium Salib bukan sekedar tangisan haru, tetapi tangisan pergumulan hati bagaimana mengungkapkan rasa “terimakasih” atas kasih Tuhan itu: “Apa yang dapat aku lakukan sebagai ungkapan terima kasihku atas Salib-Nya?”
2. Wujud Nyata Doa Jalan Salib
Doa Jalan Salib dengan merenungkan Sengsara Tuhan Yesus harus menghantar kita untuk juga melakukan bentuk belas kasih kita yang nyata. Karya-karya belas kasih yang telah diajarkan Gereja:
a) Karya-karya Belas Kasih Jasmani:
1) Memberi makan kepada yang lapar
2) Memberi minum kepada yang haus
3) Memberi tumpangan kepada tunawisma
4) Mengenakan pakaian kepada yang telanjang
5) Mengunjungi orang miskin
6) Mengunjungi orang tahanan
7) Menguburkan orang mati
b) Karya-karya Belas Kasih Rohani:
1) Mengajar
2) Memberi nasehat
3) Menghibur
4) Membesarkan hati
5) Mengampuni
6) Menanggung derita dengan sabar hati
7) Mendoakan mereka yang hidup dan mati
Bentuk belas kasih tersebut dapat dirangkum dalam wujud perkataan, perbuatan, dan doa.
3. Kesimpulan
Berdoa Jalan Salib dengan merenungkan Sengsara Tuhan Yesus adalah masuk ke dalam motivasi kerelaan Tuhan dalam menanggung derita Salib. Motivasi dari kerelaan menanggung derita Salib adalah kasih-Nya yang tak terbatas kepada manusia. Kasih-Nya nyata dalam kerahiman-Nya di atas Salib. Karya kasih yang nyata merupakan ungkapan “terimakasih” atas Salib-Nya. Setetes cinta yang kita persembahkan kepada Tuhan akan mengubah yang lemah menjadi kuat, yang loyo menjadi gagah, dan yang patah semangatnya menjadi berkobar-kobar. Kemenangan cinta bersumber dari Salib Suci di Golgota.
4. Ibadat Jalan Salib Kerahiman
Doa Jalan Salib Kerahiman
i. Jam Kerahiman Ilahi (Jam 15.00)
Doa Jam Kerahiman Ilahi:
Ya Yesus, Engkau telah wafat, namun sumber kehidupan telah memancar bagi jiwa-jiwa dan terbukalah lautan kerahiman bagi segenap dunia. O, Sumber Kehidupan, Kerahiman Ilahi yang tak terselami, naungilah segenap dunia dan curahkanlah diri-Mu pada kami.
DOA UTAMA KEPADA KERAHIMAN ILAHI
Darah dan air, yang telah memancar dari hati Yesus sebagai sumber kerahiman bagi kami.
Engkaulah Andalanku!
Allah yang kudus, kudus dan berkuasa, kudus dan kekal, kasihanilah kami dan seluruh dunia (3 kali)
Yesus, Raja Kerahiman Ilahi, Engkaulah andalanku.
ii. Doa Jalan Salib Kerahiman Ilahi
a. Lagu Pembukaan (memandang Salib yang telah ditakhtakan).
Mari kita merenungkan
Yesus yang menjadi kurban
karena cintakasih-Nya.
b. Merenungkan Sabda Tuhan
“Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” (1 Petrus 2:24)
c. Puisi (dibacakan berulang-ulang dengan khidmat, bisa dengan iringan musik lembut).
Surat Cinta Dari Bukit Golgota
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC
Lihatlah ….
Perjalanan Tuhan ke Bukit Golgota
adalah perjalanan kehampaan, tanpa senyuman.
Darah dan peluh mengucur dari bilur-bilurnya,
mengiringi setiap langkah perjalanan ke bukit kematian.
Tanpa ada kata-kata perpisahan yang membuat dirinya berharga.
Sorak-sorai lautan manusia bukanlah sorak-sorai pujian kepadaNya seperti yang mereka kumandangkan di Minggu Palma.
Inilah sifat manusia, kawan bisa menjadi lawan dalam sekejap mata ketika menyangkut materi dan harga diri.
Kelelahan dan kesakitan membuatNya mengerang tanpa suara.
Kelelahan bukan karena beratnya kayu salib yang Ia panggul.
Rasa sakit bukan karena bilur-bilur akibat cambukan yang tergores di dalam Tubuh-Nya.
Kelelahan dan kesakitan-Nya karena Ia tidak mengerti mengapa banyak manusia telah kehilangan hati,
mengapa manusia kehilangan rasa “terimakasih” atas cinta Allah yang mereka alami?”
Ia tertunduk sedih karena melihat orang-orang yang Ia cintai
telah bebal terhadap rasa peduli.
Rasa peduli terkubur karena lenyapnya rasa syukur dari hati nurani yang bersih.
Di atas bukit Golgota itu, Ia tergantung di atas kayu salib.
Gelapnya langit menceriterakan tentang kegelapan sejati.
Kegelapan sejati adalah dosa manusia.
Dosa serta kematian dan kutukan
membuatnya menderita amat sangat.
Ia merasakan kesendirian sampai Bapa-Nya seakan-akan telah membuang wajah-Nya.
Ia berseru: “Allah-Ku, ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Seruan-Nya itu mengandung sebuah permohonan penyertaan Bapa-Nya dalam peperangan yang sangat berat melawan kuasa kegelapan.
Dibalik kegelapan langit, tangan Allah Bapa tetap ada di sana.
Kesetiaan-Nya pada cinta sampai pada kematian: “Sudah selesai….” Dan “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahan nyawa-Ku”.
Kesetiaan dan kasih-Nya telah meluluhlantakkan dosa manusia.
Luluh lantaknya dosa itu terlukis dalam terbelahnya tirai Bait Suci dan gempa bumi.
Setelah tegoncangnya bumi, langit gelap menjadi terang dan bercahaya.
“Habis gelap terbitlah terang” menjadi sebuah pesan yang terukir kekal, yaitu
“sehabis pederitaan, datanglah kebangkitan kepadaNya”.
Kebangkitan-Nya membawa keselamatan bagi banyak jiwa.
Jiwa yang telah mati, dihidupkanNya.
Manusia yang terkutuk, diangkatNya menjadi anak-anak pewaris Kerajaan, sehingga memanggil-Nya: “Ya Abba, ya Bapa”.
Derita, kematian, dan kebangkitan-Nya memberikan kepada kita jalan memperoleh kemenangan.
d. Lagu: Karena Salib-Mu
“Karena Salib-Mu”
Hanya Kau Tuhan di hidupku
Kau berikan hidup yang baru
DarahMu menyucikan pulihkan hatiku
Kunyatakan Kaulah segalanya
Engkaulah sumber pengharapan
KuasaMu sanggup menyembuhkan
Jiwaku pun berserah hanya kepadaMu,
Yesus kaulah segalanya.
Reff
Karna salib-Mu ku hidup.
Karna salib-Mu ku menang
Engkau yang berkuasa
Sanggup tuk melakukan mujizat-Mu
Karna salibMu ku hidup
Karna salibMu ku menang
Engkau yang berkuasa
Sanggup tuk melakukan mujizat-Mu di hidupku
e. Merenungkan dan Mendoakan Peristiwa Salib
01 Yesus yang dijatuhi hukuman mati,
Kasihanilah kami
02 Yesus yang memanggul salib,
Kasihanilah kami
03 Yesus yang jatuh untuk pertama kalinya,
Kasihanilah kami
04 Yesus yang berjumpa dengan ibu-Nya.
Kasihanilah kami
05 Yesus yang ditolong oleh Simon dari Kirene.
Kasihanilah kami
06 Yesus yang wajah-Nya diusap oleh Veronika,
Kasihanilah kami
07 Yesus yang jatuh untuk kedua kalinya,
Kasihanilah kami
08 Yesus yang ditangisi oleh perempuan-perempuan Yerusalem,
Kasihanilah kami
09 Yesus yang jatuh untuk ketiga kalinya,
Kasihanilah kami
10 Yesus yang pakaian-Nya ditanggalkan,
Kasihanilah kami
11 Yesus yang dipaku pada kayu salib,
Kasihanilah kami
12 Yesus yang wafat di salib,
Kasihanilah kami
13 Yesus yang diturunkan dari salib,
Kasihanilah kami
14 Yesus yang dimakamkan,
Kasihanilah kami
f. Lagu Penghantar Penciuman Salib
“Terima Kasih untuk Salib-Mu”
Jeffry S. Tjandra
Mahkota duri di kepala-Mu
Menebus pikiranku
Tangan-Mu berlubang paku
Menebus perbuatanku
Bilur di sekujur tubuhMu
Menyembuhkan sakitku
Tombak menusuk lambung-Mu
Mencairkan hatiku
Begitu besar kasih-Mu padaku
Hingga Kau pilih jalan salib-Mu
PengorbananMu slamatkan hidupku
Terima kasih untuk salib-Mu
g. Penciuman Salib (Imam atau petugas membawa salib ke umat satu persatu untuk dicium).
h. Doa Penutup
Tuhan,
Aku rela menanggung penderitaan, bahkan kalau penderitaanku, karena sebuah kasih, itu tidak akan berkurang.
Yang terutama berilah aku kekuatan untuk dapat memikulnya.
Dengan demikian, aku tetap senantiasa dapat mengasihiMu dalam setiap keadaan dan peristiwa kehidupan.
Semoga kasih membuat aku mampu meneguk piala kesengsaraanku sampai tetes yang terakhir
i. Lagu Penutup
O, Salib Tanda Agung (PS 508)
O, Salib tanda agung,
tempat Yesus bergantung,
mengabdi sampai wafat,
menjadi Penyelamat.
O, Salib kayu hina,
engkaulah tanda jaya,
yang digunakan Tuhan,
membawa keslamatan.
Yesus, Engkau guruku,
ku ikuti jejak-Mu,
menuju Kalvari,
di jalan cinta bakti.
Sumber Bacaan
Uskup Agung Fulton J. Sheen. Misteri Tujuh Sabda. Obor. Jakarta.
Catatan : Lagu-lagu itu bisa didownload di You Tube dan dipelajari.