Pertanyaan:
Dari 10 perintah Allah. Perintah ke 4 adalah Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. (Keluaran 20:12)
Jadi… kita harus taat kepada orang tua kita. Adakah saat dimana kita harus tidak taat? Mis : orang tua yang menyuruh seorang anak perempuan untuk mengaborsi janin yang dikandungnya (karena hamil diluar nikah)
Dengan apakah kita sebagai anak harus memfilter kapankah harus mentaat orang tua? dan kapankah kita harus/boleh “melawan” orang tua?
Salam – Alexander Pontoh
Jawaban:
Shalom Alexander Pontoh,
Terima kasih atas pertanyaanya tentang 10 perintah Allah yang keempat, yaitu: “Hormatilah ayahmu dan ibumu” (Kel 20:12). Pertanyaannya adalah sampai seberapa jauh kita harus taat kepada orang tua kita? Apakah kalau orang tua menganjurkan aborsi, seorang anak harus menurut? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus melihat prinsip di balik perintah ke-empat ini. Secara prinsip, orang tua berpartisipasi dalam memberikan kehidupan bagi anak-anak dan mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak agar mereka dapat bersatu dengan Tuhan di dalam Kerajaan Sorga. Dengan demikian, orang tua harus memberikan pendidikan iman yang benar, sehingga anak-anak dapat mengetahui dan mengasihi Tuhan dan sesama. Dengan dasar ini, anak-anak harus mematuhi orang tua. Namun dalam keadaan di mana orang tua memaksa anak-anak melakukan hal-hal yang berlawanan dengan perintah Allah, maka anak yang telah dewasa tersebut justru tidak boleh mengikuti perintah dari orang tua. Tentu saja, kita harus menyampaikannya dengan hormat dan penuh kasih, karena tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah berdasarkan kasih kepada kita, walaupun manifestasi dari kasih tersebut adalah salah dan melanggar perintah Allah. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 2217) mengatakan:
Selama anak tinggal bersama orang-tuanya, ia harus mematuhi tiap tuntutan orang-tua, yang melayani kesejahteraannya sendiri atau kesejahteraan keluarga. “Hai anak-anak, taatilah orang-tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan” (Kol 3:20) Bdk. Ef 6: 1.. Anak-anak juga harus mematuhi peraturan-peraturan yang bijaksana dari pendidiknya dan dari semua orang, kepada siapa mereka dipercayakan oleh orang-tua. Tetapi kalau seorang anak yakin dalam hati nuraninya bahwa adalah tidak sesuai dengan susila untuk menaati satu perintah tertentu, ia jangan mengikutinya. Juga apabila mereka sudah menjadi lebih besar, anak-anak selanjutnya harus menghormati orang tuanya, Mereka harus mendahului kerinduannya, harus meminta nasihatnya, dan menerima teguran yang masuk akal. Kewajiban untuk mematuhi orang-tua berhenti setelah anak-anak dewasa, namun mereka harus selalu menghormati orang-tua. Ini berakar dalam rasa takut akan Allah, salah satu anugerah Roh Kudus.
Dari KGK 2217 di atas, terlihat jelas bahwa kalau seorang anak yang telah dewasa tahu – pengetahuan ini adalah dari hati nurani dan juga dari pengajaran-pengajaran Gereja Katolik -, bahwa aborsi adalah berdosa, maka anak tersebut justru tidak boleh mengikuti perintah orang tuanya yang salah. Kalau anak ini mengikuti keinginan orang tuanya, maka anak dan orang tuanya sama-sama berdosa dan melawan perintah Allah. Secara prinsip, kita harus menempatkan Tuhan dan perintah-Nya lebih daripada apapun juga. Dan ini diungkapkan oleh Yesus sendiri yang mengatakan “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.” (Mt 10:37). Jadi, dengan ayat ini dan dari Katekismus Gereja Katolik di atas, maka kita tahu bahwa kita tetap harus mentaati orang tua sampai kita dewasa dan berdiri sendiri, walaupun kita juga harus tetap menghormati nasihat dan juga teguran dari mereka. Kita harus menghormati orang tua kita seumur hidup kita. Dan kita tidak perlu mengikuti perintah orang tua kalau perintah tersebut melanggar perintah Allah atau membuat hubungan kita dengan Allah terganggu. Namun, di sisi yang lain, kita harus bijaksana dalam menerapkan prinsip-prinsip ini, sehingga hubungan kita dengan orang tua kita tetap baik dan berdasarkan kasih yang murni. Semoga keterangan ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org
Pernah saya membaca sedikit kisah St. Fransiskus Asisi. Pernah pada awal kehidupan rohaninya, saat beliau memutuskan meninggalkan kehidupan duniawi untuk melayani Allah, beliau menanggalkan seluruh bajunya sebagai tanda bahwa ia ‘bukan’ anak ayahnya, tapi anak dari Allah Bapa. Sejak kejadian itu, tidak diceritakan kisah orang tua Fransiskus. Saya teringat bahwa Yesus pernah bersabda kalau Ia datang membawa perpisahan antara anak dengan ayahnya. Nah selama kisah St. Fransikus tersebut, tidak diceritakan perhatiannya terhadap orang tuanya, perbuatan pun doa (siapa yang tahu?). Bagaimana tanggapan katolisitas tentang ini?tentang pertentangan anak dan orang tua?(maaf bukan menantang, hanya terpikir saja bagaimana jika terjadi pada saya)… Read more »
Karena cara yang dipilih Fransiskus adalah kemiskinan mutlak, maka dia melepaskan segala2nya untuk Tuhan, yang tersisa hanyalah doa. Bisakah hubungan kasih yang sebatas doa untuk orang tua saja itu, bisa diterima?terutama di jaman sekarang?Hal itu dalam pandangan budaya ketimuran (yang menekankan penghormatan dan menjaga orang tua), sepertinya berkesan tidak acuh.
Shalom Dwiki, Hal bagaimana kita menanggapi panggilan Tuhan, itu memang harus diputuskan dengan kebijaksanaan (prudence). Kita menghormati keputusan St. Fransiskus, yang pasti juga telah mempertimbangkan masak-masak keputusannya untuk mengabdikan seluruh hidupnya bagi Kerajaan Allah. Perlu kita ketahui bahwa keluarga St. Fransiskus adalah keluarga yang cukup berada dan terpandang di Asisi, dan bahwa St. Fransiskus juga mempunyai beberapa saudara kandung. Sejumlah catatan biografi St. Fransiskus mencatat bahwa ia memiliki 6 orang saudara kandung, yang juga sama-sama berkewajiban mendukung masa tua kedua orang tua mereka. Maka meskipun St. Fransiskus tidak dapat mendukung orang tuanya dalam hal kebutuhan hidup jasmani, namun ia mendukung… Read more »
Salam bu Inggrid dan tim katolisitas.terima kasih atas jawabannya. Semoga karya ibu, pak Stef dan tim selalu sesuai dengan kehendak Kristus sendiri dan semakin banyak yang menyadari kalau ini adalah bentuk kasih Tuhan pada Gerejanya. .amin