Bolehkah kita sebagai murid Kristus makan babi?

Ada pertanyaan: Apakah makan babi diharamkan bagi umat Kristen? Sebab beberapa ayat di Perjanjian Lama menyatakan:  “Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu” (Im 11:7; bdk Yes 66: 17);  “Juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya” (Ul 14:8). Dalam buku penjelasan Katolik tentang Kitab Suci dijelaskan sebagai berikut: (Sumber:  A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. Dom B. Orchard, M.A., (New York: Thomas Nelson and Sons Ltd, 1952) p. 236 dan 268):

1. Perihal larangan makanan tertentu adalah sehubungan dengan hukum yang menunjukkan hal haram atau tidak haram, dalam rangka hukum pentahiran/ pemurnian bangsa Israel. Dalam hukum ini dikatakan hal-hal yang haram dan bagaimana  cara menghapuskan keharaman tersebut. Dalam hukum Imamat PL, hal “haram” menggambarkan keadaan seseorang yang karena perbuatan tertentu yang belum tentu perbuatan dosa, tidak dapat datang kepada Tuhan. Baik orangnya maupun penyebab kondisi orang itu dikatakan sebagai haram. Maka “haram”/ uncleanness, pada umumnya adalah bersifat eksternal, tidak selalu berkaitan dengan pelanggaran hukum moral, dan penghapusan keharaman tersebut juga merupakan sebuah upacara eksternal yang mengembalikan keadaan orang yang “tidak murni” tersebut ke kondisi sebelumnya.

Studi anthropologi telah menunjukkan bahwa pembedaan hal haram dan tidak haram dan pengertian-pengertian religius yang mendasari perbedaan itu  telah tersebar luas dan sudah lama ada sebelum zaman bangsa Yahudi. Beberapa ide dan praktek ini diterapkan oleh bangsa Israel yang nomadis dan kemudian disyaratkan oleh Tuhan, sejauh mereka tidak bertentangan dengan kepercayaan Monotheistis dan sebagai cara untuk melatih bangsa Israel menuju standar yang lebih tinggi dalam hal kemurnian moral. Maka motif moral dan religius dari hukum kemurnian adalah seperti yang tertera dalam  Im 11:44, “… haruslah kamu kudus , sebab Aku [Tuhan] ini kudus….”

2. Maka dasar untuk mengatakan suatu makanan haram atau tidak haram adalah dari segi kebersihan/ kesehatan, rasa enggan secara natural, pada tingkat tertentu pertimbangan religius, atau karena binatang-binatang tertentu mempunyai konotasi berhala ataupun tahyul. Pengertian binatang haram yang diterima pada saat itu salah satunya adalah yang berkuku belah, bersela panjang, tidak memamah biak (lih. Im 11:7, Ul 14:8), namun juga termasuk ikan yang tidak mempunyai sirip/ sisik ay.7-9, burung pemangsa ay. 13-19, serangga yang bersayap ay. 20-23, binatang reptilia ay. 29-38.

3. Maka kita melihat di sini, larangan untuk makan makanan yang haram tersebut berkaitan dengan maksud Allah untuk menguduskan umat-Nya. Setelah Kristus datang ke dunia,  Kristuslah yang menjadi jalan yang jauh lebih mulia untuk mencapai kekudusan daripada segala hukum pemurnian tersebut.  Maka hukum pengudusan/ pemurnian ini sesungguhnya dipenuhi dengan sempurna, tidak dengan menghindari makanan yang dianggap haram namun dengan dengan kita menyambut Kristus yang adalah Putera Allah yang kudus, sang Roti Hidup (Yoh 6:25-59) yang menjadi santapan rohani, ‘jalan’ yang menghantar kita kepada Allah Bapa (lih. Yoh 14:6). Bagi umat Katolik, hal ini kita terima pada saat kita menyambut Kristus sendiri dalam yaitu dalam Sabda Allah dan terutama di dalam Ekaristi. Silakan membaca lebih lanjut tentang makna Ekaristi ini, di sini (silakan klik) dan di sini (silakan klik) agar anda mengetahui mengapa Ekaristi menjadi sumber dan puncak kehidupan Kristiani.

Itulah sebabnya Yesus memberikan perintah ini, “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang…… Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang…” (Mat 15:11, 18-20)

Hal ini juga kembali ditegaskan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma, “…. dalam Tuhan Yesus… tidak ada sesuatu [makanan] yang najis dari dirinya sendiri….. Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rom 14:17). Juga, Rasul Petrus mengalami penglihatan bagaimana Allah tidak menyatakan makanan apapun sebagai haram, “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram (lih. Kis 10:15).

Di sini terlihat bahwa Kitab Suci sendiri menyatakan bahwa apa yang ditulis dalam Perjanjian Lama (PL) adalah gambaran yang akan digenapi dalam Perjanjian Baru (PB).  “Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakikat dari keselamatan itu sendiri…” (Ibr 10:1). Aturan-aturan PL termasuk ketentuan makanan haram ini ada, untuk mengarahkan umat kepada penggenapannya dalam PB. Yaitu bahwa di masa PL, bangsa Israel dipisahkan Allah dari bangsa bangsa lain, termasuk oleh aturan Sabat, sunat dan larangan makanan. Di PB, Aturan tersebut digenapi dan disempurnakan oleh Kristus, dengan cara yg berbeda. Kalau penggenapannya sama, maka tidak disebut Perjanjian Baru (PB). Sunat jasmani digenapi maknanya dengan sunat rohani yaitu Baptisan (lih. Kol 2:11-12). Sabat digenapi dengan hari Tuhan, yaitu Minggu yang memperingati kebangkitan Yesus lambang kehidupan baru. Soal larangan makanan justru merupakan persiapan akan makna yang lebih hakiki, yaitu hal haram dan halal bukan dari apa yang masuk ke dalam tubuh, tetapi dari apa yg keluar dari tubuh.

Pengajaran ini pula-lah yang mendasari sikap Gereja Katolik tentang makanan sembahyangan, yang diskusinya dapat dilihat di sini, silakan klik. Pada dasarnya, kesimpulannya adalah:

1. Memang bukan soal apa yang masuk yang menajiskan kita (lih. Mat 15:11), sehingga, dengan demikian makanan apapun (asalkan memang dari segi kesehatan layak dimakan) dapat kita makan, termasuk di dalamnya daging babi.

2. Namun jika dengan memakan daging babi itu seseorang menjadi batu sandungan bagi orang lain [terutama di hadapan orang-orang yang mengharamkan babi], maka sebaiknya ia tidak makan babi (lih. Rom 14:21). Hal inilah yang dianjurkan oleh Rasul Paulus (lih. 1 Kor 8:13). Dalam hal ini memang diperlukan “prudence”/ kebijaksanaan dari pihak kita untuk menyikapinya dan memutuskannya.

3. Aturan-aturan seremonial dalam Perjanjian Lama– termasuk hal larangan makanan– tidak dimaksudkan Allah sebagai hakikat keselamatan itu sendiri. Melainkan, hal-hal itu merupakan bayangan akan keselamatan sesungguhnya yang dikaruniakan Allah melalui sengsara, wafat, kebangkitan Kristus [Misteri Paska Kristus], yang menjadi dasar dan inti iman Kristiani.  Larangan makan babi yang dianggap sebagai binatang yang kotor pada zaman itu, adalah langkah persiapan bagi umat untuk pengudusan, yang kemudian diperoleh dari santapan rohani yaitu Kristus sendiri sebagai Sang Roti Hidup. Oleh PB, pengudusan sejati tidak lagi diperoleh dari menaati larangan makanan tertentu tetapi dari menyambut Kristus dalam Ekaristi. Kita tidak dapat kembali kepada gambaran atau bayang-bayang yang bukan hakikat keselamatan (lih. Ibr 10:1), setelah hakikat keselamatan itu sendiri sudah digenapi di dalam Kristus.

3.3 23 votes
Article Rating
75 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Stefan Purnama
9 years ago

Dear Katolisitas (Bu Ingrid & Pak Stef) Mengenai makanan haram dan halal ini, saya ada pertanyaan. Bagaimana mengartikan perikop di dalam Kisah 10:1-48 tentang Petrus dan Cornelius. Dalam ayat 11-16 berbicara mengenai Allah yang menyatakan bahwa tidak ada lagi makanan haram. Namun ada teman saya (non Katolik) berkata, perikop ini tidak mengajarkan mengenai makanan haram tapi dihubungkan dengan ayat-ayat berikutnya tentang Cornelius yang menerima Kristus, sehingga bangsa non yahudi pun memperoleh keselamatan dan dihubungkan dengan ayat 28-29. Bagaimana saya dapat memberikan jawaban bagi mereka yg menganggap ayat 11-16 dan ayat 28-29 harus dibaca sebagai satu kesatuan yaitu Kristus bagi bangsa… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Stefan Purnama
9 years ago

Shalom Stefan, Menurut saya, setidahnya ada 3 hal di sini yang membedakan cara kita sebagai umat Katolik untuk mengartikan ayat-ayat ini, dengan saudara-saudari kita yang Kristen non-Katolik: 1. Prinsip menginterpretasikan Kitab Suci yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah, pertama-tama kita menerima arti literal yang disampaikan dari ayat-ayat Kitab Suci, dan baru kemudian juga arti spiritualnya. Baru kalau tidak mungkin diartikan secara literal (misalnya ketika Yesus berkata bahwa “Akulah pintu” (Yoh 10:9)), kita melihat kepada arti spiritualnya saja. Silakan membaca lebih lanjut di artikel ini, silakan klik). Nah, dalam Kis 10:1-48, jelas disampaikan di sana arti literalnya adalah tentang bagaimana Tuhan… Read more »

John
John
10 years ago

Shalom pak Stef & bu Ingrid yg t’kasih…

Dlm Kej 7, ktika Allah mmrintah’n Nuh mmilih binatang2 yg halal- 7 psang & hram- 2 psang utk dmasuk’n dlm bahtera, sdh dtunjuk’n bhwa ad p’beda’n antra binatang2 t’sbut b’dsar’n halal haramnya.

Nmun s’ingat sya binatang2 ini djelas’n & dasing’n Allah dlm Imamat & Ulangan…

Soaln sya,bgaimna m’jelas’n prkara ini? Apakh binatang2 hlal & hram ini sdh dktahui pd zman kitab Kejadian? @ ad p’jelasan lain yg mnuntun kpd pristiwa dlm kitab Imamat & Ulangan..?

Mohon p’cerahan…
Thanx in advance…
God bless…

Ingrid Listiati
Reply to  John
10 years ago

Shalom John,

Demikian keterangan yang kami peroleh dari Haydock’s Commentary on Holy Scripture, untuk ayat Kej 7:2 tersebut:

“… Pembedaan antara hewan yang halal dan haram, nampaknya sudah dibuat sebelum hukum Musa…. Halal: tidak berdasarkan hukum Musa yang belum diberikan, tetapi tradisi yang membedakan antara halal dan haram telah ada: [yaitu]  halal adalah binatang yang layak dijadikan kurban, meskipun jenis binatang-binatang itu adalah yang juga dianggap halal oleh hukum Musa, yang dengan demikian meneguhkan penetapan kuno….”

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

 

Umat Isa Putra Maryam
Umat Isa Putra Maryam
Reply to  John
10 years ago

Alkitab cetakan baru tahun 1996-2005 Imamat 11:7-8 ”Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu.” Ulangan 14:8 ”juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya.” Alkitab cetakan lama 1991 Imamat11:7-8 ”Demikian juga babi, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak, haram itu bagimu.” Alkitab cetakan lama tahun 1941 Imamat 11:7-8 ”Dan lagi… Read more »

sakri
sakri
10 years ago

Aturan makanan dan minuman yang boleh dimakan oleh Katolik adalah semua yang dari segi kesehatan layak dimakan? kalau begitu, mengapa rokok diperbolehkan, meskipun juga tidak disarankan? Bukankah rokok dari segi kesehatan itu buruk? Kemudian, yang termasuk makanan dan minuman itu apa aja yah? Apakah memakan dan meminum kotoran dan air seni hewan diperbolehkan? karena ada peneliti yang berusaha membuat makanan dari kotoran hewan. Makasih. [dari katolisitas: Pada akhirnya, makanan adalah hanya makanan, yang masuk ke perut dan kemudian akan keluar lagi. Merokok adalah buruk kalau terlalu banyak. Namun, demi menghindari bahaya kecanduan, maka alangkah baiknya untuk tidak usah mencoba-coba. Secara… Read more »

John
John
10 years ago

Shalom team katolisitas yg t’kasih…

Merujuk pd halal @ hram mkan dging babi ni, sya t’ingt pd Mark 7: 15-19. D stu p’ktaan Yesus lbih kurng sma dgn Mat 15: 10-20…

Yg ingn sya tnya’n, knpa dlm Mark t’sbut t’dpat tnda kurung pd ayat 19 bg sstengah versi? – …..(dgn kata2 ini Yesus mngta’n bhwa smua mkanan bleh dmkan)…

Sya risau klu2 ayat t’sbut hnya dtambah2 & bukn ayat asli alkitab @pn dtmbah utk mnarik dr prikop asal…

Mhon p’cerahan ya?
Thanx in advance
Slam kasih dlm Kristus

Ingrid Listiati
Reply to  John
10 years ago

Shalom John, Ayat Mrk 7:19 sudah terdapat dalam Kitab Suci Yunani kuno, demikian, “ὅτι οὐκ εἰσπορεύεται αὐτοῦ εἰς τὴν καρδίαν ἀλλ’ εἰς τὴν κοιλίαν, καὶ εἰς τὸν ἀφεδρῶνα ἐκπορεύεται; καθαρίζων πάντα τὰ βρώματα.” Itulah sebabnya Kitab Suci versi Douay Rheims (terjemahan Inggris dari Kitab Suci Latin Vulgata) menampilkan ayat Mrk 7:19 tanpa tanda kurung, demikian pula Kitab Suci versi King James (KJV), dan Kitab Suci LAI (terjemahan Indonesia).  Jika Kitab Suci Revised Standard Version (RSV) dan New American Bible (NAB) menuliskan ayat Mrk 7:19 dengan tanda kurung, kemungkinan karena kedua versi tersebut mendasarkan salinannya pada manuskrip kuno lainnya. Jika kita… Read more »

Nani
Nani
10 years ago

Shalom… sebagai seorang katolik,Saya ingin tahu samaada perlu atau tidak memeruskan adat yang biasa dilakukan di kampung saya iaitu apabila pasangan bercinta yang belum berkahwin tetapi sudah tidur bersama atau mengandung sebelum kahwin akan dikenakan denda yang kami panggil SOGIT KAMPUNG yang menggunakan seekor babi tua untuk di potong yang bermaksud untuk mengelakan penduduk kampung daripada penyakit seperti selsema dsb dari perbuatan pasangan tersebut.Babi yang dipotong tersebut akan dibagi-bagikan ke setiap rumah di kampung tersebut yang menandakan mereka telah mendapat SOGIT KAMPUNG tersebut.Adat ini telah dilakukan dari nenek moyang sehingga sekarang.Secara jujur saya tidak berapa mengerti dengan kaitan pendosa boleh… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Nani
10 years ago

Shalom Nani,

Saya tidak tahu secara persis tentang adat tersebut. Namun, secara prinsip, seseorang harus membayar sesuatu karena kesalahan yang telah dilakukannya. Sogit kampung  dianggap dapat membuang kesialan yang dapat diakibatkan dari kesalahan yang dilakukan. Namun, intinya adalah adat tersebut juga memandang bahwa perbuatan seks di luar pernikahan adalah sesuatu yang salah. Menurut saya, sebagai umat Katolik, sudah seharusnya kita menjaga kemurnian sebelum perkawinan. Lihat artikel tentang pacaran ini – silakan klik. Dengan menjaga kemurnian, maka tentu saja seorang Katolik tidak perlu lagi melakukan sogit kampung, karena tidak ada pelanggaran. Semoga dapat membantu.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

Rita
Rita
Reply to  Stefanus Tay
10 years ago

Shalom Team Katolisitas, Izinkan saya menambah sedikit pernyataan Nani. Nenek moyang kita, sebelum ada pegangan agama percaya, bencana ataupun musibah yang berlaku disesebuah tempat adalah disebabkan oleh perlanggaran penduduknya terhadap adat ataupun peraturan yang telah ditetapkan. Contohnya melakukan perlakuan sumbang dan maksiat. Oleh itu untuk memulihkan keadaan seperti sediakala, mereka harus mengorbankan binatang. Biasanya orang yang melakukan kesalahan yang “diminta” untuk menyediakan binatang korban. Sogit kampung dikenakan apabila seseorang telah melanggar peraturan atau pantang larang yang ditetapkan oleh sesebuah kampung. Sogit kampung ini berbeza mengikut tahap pelanggaran yang dilakukan. Untuk kes yang disebutkan oleh Nani sogit yang dikenakan mungkin seekor… Read more »

Nani
Nani
Reply to  Stefanus Tay
10 years ago

Shalom..
Terima kasih atas penjelasan namun saya tidak mengerti maksud ayat pak stef “Dengan menjaga kemurnian, maka tentu saja seorang Katolik tidak perlu lagi melakukan sogit kampung, karena tidak ada pelanggaran.”kerana tidak ada pelanggaran?maksudnya apa..mohon maaf.Salam dami

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Nani
10 years ago

Shalom Nani, Maksud saya, dari sisi umat Katolik, kalau umat Katolik yang hidup dalam adat tersebut dapat menjaga kemurnian, maka umat Katolik tidak perlu memberikan babi, karena tidak ada kesalahan yang dilakukan. Mungkin pertanyaannya adalah, apakah umat Katolik dapat menerima makanan babi atau apa saja dari orang-orang yang telah melakukan kesalahan. Secara prinsip, makanan sebenarnya makanan dan tidak ada apapun dalam makanan sejauh dipandang sehat. Rasul Paulus memberikan nasehat demikian ” Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau… Read more »

yoyok
yoyok
11 years ago

Dear Stefanus Tay & Ingrid Tay, Membaca artikel anda mengenai haram dan halal terutama setelah anda merefer pada Kis 10:15, saya koq kurang sependapat. Kis 10:15, jika kita baca secara menyeluruh, adalah kisah Petrus bertemu Kornelius. Memang jika kita membaca dan mengacu pada ayat yang juga anda sebut, sekilas jelas bahwa semua makanan tidak ada yang haram bagi umat katolik. Namun jika kita membaca secara lengkap dari ayat 1 sampai selesai, akan sangat jelas pula bahwa perikop itu bukan berbicara mengenai makanan, akan tetapi bahwa Kristus adalah bagi semua; kita tidak boleh menyebut orang di luar gereja sebagai kelompok yang… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  yoyok
11 years ago

Shalom Yoyok, Dalam menginterpretasikan Kitab Suci, Gereja Katolik selalu memegang prinsip bahwa ayat-ayat dalam Kitab Suci umumnya mempunyai arti literal dan arti spiritual, sebagaimana pernah dibahas di sini, silakan klik. Arti literal dan spiritual saling melengkapi, maka tidak bisa kita mengabaikan arti literal dari suatu ayat, demi menekankan arti spiritualnya. Kekecualiannya hanya jika interpretasi literal menjadi tidak masuk akal atau tidak mungkin terjadi/ tidak mungkin dilakukan, maka kita dapat melihat bahwa kemungkinan gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa kiasan yang memang tidak dimaksudkan untuk diartikan secara literal. Dalam konteks Kis 10:15, arti literalnya jelas mengajarakan bahwa semua makanan tidak… Read more »

andi
andi
11 years ago

kalau sudah haram ya haram…tak boleh makan ya tak boleh makan. Apakah susah memahami ayat diatas?

[Dari Katolisitas: Kami umat Katolik mengartikan Kitab Suci dengan mempertimbangkan keseluruhan ayat-ayat dalam Kitab Suci, sebagaimana diajarkan oleh Gereja. Tanpa prinsip ini seseorang dapat mempunyai pandangan yang berbeda, namun tidak sesuai dengan ajaran para Rasul yang telah diberi kuasa oleh Kristus untuk mengajarkan semua perintah-Nya.]

Lia
Lia
11 years ago

Kepada Yth. Ibu Inggrid Saya sebenarnya sudah mempunyai keraguan dan kebingungan ketika membaca kitab suci sejak masih di SMP bahkan ketika saya sudah menjadi seorang ibu. Apa yang saya dapatkan tidaklah menjawab dengan jelas apa yang menjadi pertanyaan saya tentang aturan-aturan yang berlaku didalam gereja Katolik berdasarkan kitab suci. Seperti apa yang telah disampaikan oleh beberapa penanya di atas, saya pun masih punya ganjalan. Karena ayat-ayat yang disebutkan di atas memang dapat menyebabkan timbulnya pertanyaan yang saya rasa sebenarnya tidak mudah untuk dipahami secara gamblang dan mudah. Begitu berliku-liku sehingga hanya orang yang pandailah yang dapat mengerti keterkaitan antara satu… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Lia
11 years ago

Shalom Lia, Seseorang yang membaca Kitab Suci dengan mengandalkan pengertiannya sendiri, akan mudah menjadi bingung. Karena umumnya orang membaca hanya pada ayat-ayat tertentu, tanpa melihat kaitannya dengan ayat-ayat lainnya dalam Kitab Suci dan tidak melihat bagaimana sesungguhnya Gereja mengartikannya. Kitab Suci itu diberikan kepada Gereja, sehingga Gerejalah yang paling berhak untuk mengartikannya dengan benar. Sebab pengertian kita terbatas, oleh karena itu, kita perlu mendengarkan pengajaran Gereja, karena Roh Kudus yang sama yang telah dianugerahkan kepada beberapa orang anggotanya untuk menuliskan Kitab Suci adalah Roh Kudus yang sama yang membimbing Gereja untuk mengartikannya. Gereja tidak pernah membaca kitab Perjanjian Lama terpisah… Read more »

andi
andi
11 years ago

Padahal sudah jelas, tidak boleh ya tidak boleh. Kenapa harus ada pengecualian? Kenapa harus ingkari alkitab?

[Dari Katolisitas: Jawabnya adalah karena Gereja menginterpretasikan Kitab Suci sesuai dengan pengajaran para Rasul yang telah memberikan Kitab Suci kepada Gereja. Sebab ajaran Gereja tidak hanya memperhitungkan beberapa ayat saja dalam Kitab Suci, namun melihat pesan keseluruhannya; dan bagaimana ajaran Perjanjian Baru menggenapi dan menyempurnakan ajaran Perjanjian Lama.]

Dexter
Dexter
11 years ago

saya tidak nampak babi itu boleh dimakan dalam perjanjian baru maupun dalam perjanjian lama. ayat matius 15:1-20 ,kalau dibaca dan dipahami betul2,konteks ayatnya lebih mengarah kepada konteks yesus menyindir/menasihati sekaligus membela muridnya yang pada ketika itu makan dengan tidak membasuh tangan..sampai saat ini saya mengambil keputusan tidak memakan babi,kerna hati kecil saya memberitahu bahwa ayat itu bukan menghalalkan apa yang haram..kerna TUHAN itu KUDUS,manusi harus menjaga dirinya daripada benda2 yang menajiskan Matius 15:1-20 Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata: “Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Dexter
11 years ago

Shalom Dexter, Konteks yang dibicarakan dalam Mat 15:1-20, secara khusus ayat 10-20, adalah tentang “true cleanness” (kebersihan/kemurnian yang sejati). Tuhan Yesus mengajarkan bukan hanya yang nampak dari luar secara jasmani, yang terpenting, tetapi apa yang ada di dalam hati. Demikianlah yang sering diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam Injil, yang juga menjadi konteks dari perikop tersebut. Tuhan Yesus mengajarkan tentang arti sejati dari peraturan moral dan bahwa manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan. Orang-orang Farisi dan ahli Taurat membuat kesalahan ketika mereka menekankan kepada hal-hal eksternal/ jasmani yang terlihat dari luar, tanpa menilik kepada kemurnian hati. Sebagai contohnya, mereka menekankan… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
75
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x