Pertanyaan:
hallo tay & Ingrid,
ada yang ingin saya ceritakan dan tanyakan,karna ini selalu menganggu pikiranku,saya lahir dari keluarga yang bukan katolik.keluarga menganut aliran kepercayaan.dikeluarga hanya nenek saya yang katolik (mama dari papa).nenek saya sudah meninggal.biasanya sehari sebelum imlek keluarga mengadakan sembahyangan di rumah.cara sembahyang yaitu dengan meletakkan sebuah meja di teras rumah,dan diatas meja tersedia bermacam macam makanan,dan sembahyang dengan menggunakan hio.cara sembahyang tersebut sama juga ketika sembahyang dimakam.karna nenek saya katolik maka dimejanya diletakkan lilin putih.setelah sembahyang selesai,makanan yang dipakai untuk sembahyang dimakan juga oleh keluarga.setelah saya dibaptis menjadi katolik,saya selalu menghindar ketika disuruh sembahyang,dan saya pun jijik dengan makanan yang dipakai untuk sembahyang.yang ingin saya tanyakan:
1.apakah benar cara sembahyang tersebut menurut katolik?
2.apakah boleh kita yang sudah menjadi katolik memakan makanan yang
dipakai untuk sembahyang?(kata teman saya yang kristen boleh2 aja)
saya tunggu penjelasannya,terima kasih..
Salam, Nie
Jawaban:
Shalom Nie dan Paulus,
Untuk menjawab pertanyaan mengenai tanggapan terhadap cara sembahyang kepada leluhur dan boleh atau tidaknya makan makanan yang telah ‘disembahyangi’ menurut adat kepercayaan Tionghoa, saya mengacu kepada pengajaran dalam Kitab Suci, yaitu:
- 1 Kor 8: 1-13
Di perikop ini Rasul Paulus mengajarkan kembali bahwa “tidak ada Allah lain daripada Allah yang esa” (ay. 4), jadi Allah kita mengatasi segalanya. Oleh karena itu, kita hanya menyembah dan berdoa kepada Allah, sebab “bagi kita hanya ada satu Allah saja…. yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup” (ay.6). Maka kita sebagai orang Katolik tidak berdoa menyembah kepada leluhur. Namun bukan berarti kita tidak mengenang dan memperingati leluhur, sebab kita boleh atau bahkan harus berdoa bagi mereka yang sudah meninggal, untuk mendoakan jiwa mereka, agar Tuhan berkenan mengampuni dan membawa mereka ke dalam kebahagiaan surgawi. Selanjutnya mengenai hal ini, klik di sini.
Jadi dalam hal ini, kita percaya bahwa Tuhan kita mengatasi segala sesuatu, dan segala yang ‘disembahyangi’ bukan kepada Tuhan kita, sesungguhnya tidak akan mendatangkan pengaruh apapun kepada kita. Rasul Paulus mengatakan, “Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan” (ay.8). Namun pengetahuan yang demikian jangan sampai membuat kita sombong, melainkan kita harus menunjukkannya dengan kasih (lihat ay.1-3). Maksudnya adalah kita harus bijaksana dalam menyikapi mengenai masalah ini.
Rasul Paulus mengingatkan, “jagalah supaya kebebasanmu ini jangan sampai menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah. Karena apabila orang melihat engkau yang mempunyai ‘pengetahuan’, sedang duduk makan di dalam kuil berhala, bukankah orang yang yang lemah hati nuraninya itu dikuatkan untuk makan daging persembahan berhala?” (ay. 9-10) Sebab jika demikian kita menjadi ‘batu sandungan’ bagi orang itu, mereka menjadi ‘binasa’ karena pengetahuan kita, dan dengan demikian kita berdosa terhadap Kristus (lihat ay. 11-12). Maka Rasul Paulus mengatakan, “Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku.” (ay. 13) - 1 Kor 10: 18-33
Rasul Paulus mengajarkan agar umat tidak mempersembahkan apapun kepada roh-roh jahat (ay. 20-22). Walaupun demikian, umat dapat makan daging yang dijual di pasar yang kemungkinan berasal dari persembahan di kuil [tentu asal tidak ikut mempersembahkan kurban di kuil] karena pada dasarnya bumi dan segala isinya adalah milik Tuhan (ay. 25-26). Jadi jika umat disuguhi makanan oleh orang yang tidak percaya, tidak perlu menyelidiki asal usul makanan tesebut, namun jika diberi tahu kalau itu makanan sembahyangan, sedapat mungkin dihindari, bukan karena ia berdosa jika memakannya [karena dikatakan, segala sesuatu diperbolehkan, tetapi bukan segala sesuatu membangun, dalam ay. 23], tetapi karena jangan sampai umat menjadi batu sandungan bagi orang lain (ay. 28-29, 32). - Rom 14:13-17
Rasul Paulus kembali mengingatkan agar jangan kita menghakimi dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Rasul Paulus berkata bahwa di dalam Yesus “tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kritus telah mati untuk dia…. Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.”
Jadi misalnya, kita tidak sepantasnya makan babi di depan mata saudara kita yang beragama muslim. Atau, jangan sampai kita makan makanan yang habis ‘disembahyangi’, jika di situ ada orang yang dapat berpikir, “Oo, jika demikian orang Katolik setuju dengan cara sembahyangan leluhur macam ini.” Padahal kita semua tahu bahwa kita sebagai orang Katolik tidak ber-’sembahyang’ dengan cara demikian. Jika demikian situasi yang dihadapi oleh Nie, maka sikap Nie sudah benar, bahwa supaya tidak menjadi batu sandungan, lebih baik tidak usah memakan makanan sembahyangan itu. Namun sebaliknya, jika karena tidak makan malah menyebabkan pertengkaran di dalam keluarga sehingga ini juga menjadi ‘batu sandungan’ dalam bentuk yang lain, maka tidak ada salahnya makan makanan tersebut. - Mat 15:11, 18-19
Akhirnya, kita melihat kepada apa yang diajarkan Yesus sendiri tentang hal ini. Yesus mengatakan, “…bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang…. Apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.”
Bukankah memang demikian halnya? Ada orang-orang yang ribut mengatakan jangan makan ini atau itu, sebab itu najis; namun sesungguhnya di lain hal mereka gagal berbuat kasih dengan ucapan perkataan negatif yang keluar dari mulut mereka. Hal ini dapat juga terjadi pada kita semua. Maka Alkitab mengingatkan kita, supaya jangan sampai kita menajiskan diri dengan perkataan yang keluar dari mulut kita; di samping bahwa kita perlu dengan bijaksana mengatur apa yang masuk ke dalam mulut kita (agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain dan tentu agar itu berguna bagi kesehatan kita). Selanjutnya, kita harus berhati-hati dengan ucapan kita, sebab itulah yang menjadi cerminan isi hati kita.
Namun demikian, perlu kita ingat bahwa biar bagaimanapun, kita harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, karena demikianlah yang menjadi ajaran para rasul (Kis 15: 29). Demikianlah jawaban saya, semoga dapat berguna buat kita semua.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati –https://www.katolisitas.org
syalom tim katolisitas
Saya mohon penjelasan maksud dari kitab Tobit 4: 17
Terima kasih
[Dari Katolisitas: Silakan membaca jawaban ini, silakan klik, dan silakan pula membaca penjelasan tentang topik Perihal Makanan Sembahyangan di atas ini, silakan klik]
Yth. Tim Katolisitas
Saya mau tanya bagaimana intrepretasi dari Tobit 4:17 yang berbunyi:
Sajikanlah dengan berlimpah-limpah
makanan di atas kubur orang benar, tetapi
jangan kauberikan kepada orang-orang
berdosa.
Terima Kasih
Shalom Arief, Tob 4:17, “Sajikanlah dengan berlimpah-limpah makanan di atas kubur orang benar, tetapi jangan kauberikan kepada orang-orang berdosa.” Berikut ini penjelasan yang saya peroleh dari A Catholic Comemntary on Holy Scripture, Dom Orchard OSB, ed.: “Penguburan, lihat Barukh 6:26; Sir 7:33 dan 30:18. Orang- orang Yahudi mengikuti kebiasaan ini yang umum dilakukan oleh bangsa- bangsa non- Yahudi, namun untuk maksud yang berbeda. Bangsa- bangsa non Yahudi memandang bahwa jiwa- jiwa orang mati itu yang akan makan persembahan; namun orang- orang Yahudi dan setelah itu orang- orang Kristen, melakukannya untuk memberi makan fakir miskin, sehingga mereka dapat turut mendoakan orang… Read more »
Ibu Inggrid terima kasih atas referensi artikel ini, kebetulan saya juga berada dalam kasus ini. Saya dulunya sebelum jadi Katolik saya punya banyak cerita yang ingin saya share kepada ibu jika ibu berkenan mendengarkan. Maaf juga jika pertanyaan saya agak aneh dan melenceng. Namun sungguh saya ingin mendapat pengajaran dari ibu yang memang sudah sangat mendalami iman Katolik. Dulu nenek saya seorang yang taat sembahyang kepada Dewi Kwan Im. Waktu itu di kampung beliau ajaran agama Katolik/Kristen belum ada. Jadi di sana hampir tiap rumah memiliki semacam meja sembahyang untuk Dewi Kwan Im. Nenek saya percaya bahwa Dewi Kwan Im… Read more »
Shalom Stefanus, Terhadap agama- agama non- Kristen, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian: KGK 843 Gereja mengakui bahwa agama-agama lain pun mencari Allah, walaupun baru “dalam bayang-bayang dan gambaran”. Ia memang belum dikenal oleh mereka, namun toh sudah dekat, karena Ia memberi kepada semua orang kehidupan, napas, dan segala sesuatu, dan Ia menghendaki agar semua manusia diselamatkan. Dengan demikian Gereja memandang segala sesuatu yang baik dan benar yang terdapat pada mereka sebagai “persiapan Injil dan sebagai karunia Dia, yang menerangi setiap orang, supaya akhirnya memperoleh kehidupan.” (Lumen Gentium 16) Bdk. NA 2; EN 53. Dalam kasus yang anda sampaikan… Read more »
trims ibu ,, saya puas dengan jawaban anda.. Tuhan memberkati.. ^^ [Dari Katolisitas: Pesan ini disatukan karena masih satu topik] Shaloom,, jika saya boleh menambahkan,, memang benar yang di ajarkan gereja. pembakaran uang untuk jenazah itu memang tidak ada kaitannya dengan Arwah yang meninggal apa itu mereka mendapat uang kita atau tidak,, karena setahu saya,, itu merupakan tradisi semata,, warga tionghua pun sebenarnya tahu bahwa TIDAK mungkin uang bakaran tersebut akan di dapat oleh yang meninggal,, namun mereka hanya melaksanakan tradisi saja dari Cina saja.. Maaf jika saya salah namun keluarga saya yang tiong hua non katolik pun berkata demikian..… Read more »
hallo tay & Ingrid, ada yang ingin saya ceritakan dan tanyakan,karna ini selalu menganggu pikiranku,saya lahir dari keluarga yang bukan katolik.keluarga menganut aliran kepercayaan.dikeluarga hanya nenek saya yang katolik (mama dari papa).nenek saya sudah meninggal.biasanya sehari sebelum imlek keluarga mengadakan sembahyangan di rumah.cara sembahyang yaitu dengan meletakkan sebuah meja di teras rumah,dan diatas meja tersedia bermacam macam makanan,dan sembahyang dengan menggunakan hio.cara sembahyang tersebut sama juga ketika sembahyang dimakam.karna nenek saya katolik maka dimejanya diletakkan lilin putih.setelah sembahyang selesai,makanan yang dipakai untuk sembahyang dimakan juga oleh keluarga.setelah saya dibaptis menjadi katolik,saya selalu menghindar ketika disuruh sembahyang,dan saya pun jijik dengan… Read more »
Shalom, Dear nie dan https://www.katolisitas.org Pertanyaan nie ini sangat bagus dan saya rasa bukan hanya nie saja, saya sendiri juga demikian dan masih banyak saudara-saudara kita terutama dari suku tionghoa yang demikian juga.- Ok, ini sedikit pendapat saya (yang mungkin salah) untuk kita share bersama disitus ini, semoga mendapatkan jalan keluarnya.- 1.apakah benar cara sembahyang tersebut menurut katolik? Kalau kata sembahyang tersebut jelas secara pribadi saya tidak setuju karna yang boleh kita sembah hanya Tuhan Jesus Kristus.- Bunda Maria saja tidak kita sembah tapi devosi.- Nah…disini saya pernah bertanya kepada kawan-kawan yang akrab yang non kristen/katolik…,sebenarnya maksud mereka bukan menyembah… Read more »
Shalom Nie dan Paulus,
[Dari Admin: Pertanyaan anda sudah dijawab di atas, silakan klik]
To :Nie, Tentang makanan yang dilarang, 1 Timotius 4:1 Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan 4:2 oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka. 4:3 Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran. Apakah makanan yang sudah dilarang, boleh kita makan hanya dengan pengucapan syukur? Keluarga saya juga masih sembahyang kuburan, jelas2 diajarkan, bahwa makanan yang ditaroh di meja persembahan adalah untuk dimakan oleh yang… Read more »
Shalom Anna, Nie dan Paulus, Pertama-tama terima kasih kepada Anna yang sudah menuliskan pendapatnya tentang ‘makanan yang dilarang’ ini. Memang masalah ini sering dipertanyakan sehingga kita semua ingin tahu kebenaran tentang bagaimana menyikapinya. Maka, saya ingin memperjelas apa yang sudah saya tulis mengenai ‘makanan sembahyangan’ pada jawaban surat Nie terdahulu: 1) Kita sebagai orang Katolik percaya, Tuhan mengatasi segalanya, dan hanya Dialah yang berkuasa menjawab doa-doa kita. Maka doa/ sembahyangan yang tidak ditujukan kepada Allah, ataupun hanya dibacakan kepada makanan itu, sesungguhnya tidak membawa pengaruh apapun kepada makanan itu (Apel itu ya tetep apel, sate ya tetep sate). Kita melihat… Read more »
Shalom Ing,Nie & Paulus. Terima kasih atas penjelasan Ing perihal makan makanan persembahan. Dalam hal menghindari pertengkaran dengan orangtua saya setuju kita menghadapinya dengan kasih. tapi bukan kompromi. karena kalau menurut saya, sekali kita kompromi kita akan semakin dalam masuk ke dalam dilema antara lebih menuruti Orangtua atau Tuhan. Contoh, teman dekat saya, dari yang menuruti disuruh makan makanan persembahan, sampai akhirnya disuruh Mamanya minum air Hu ( kertas mantera cina yang dibakar, lalu diaduk ke dalam air) yang katanya untuk melindungi teman saya ini. Memang tujuan Mamanya baik, “untuk melindungi anaknya” dengan kepercayaannya sendiri. Akhirnya teman saya minum air… Read more »
Shalom Anna, Nie and Paulus, Memang untuk menerapkan segala ajaran Tuhan diperlukan kebijaksanaan (prudence). Dan kebijaksanaan tidak sama dengan kompromi. Sebab dalam soal makanan persembahan/ sembahyangan kita tetap dapat menyikapinya dengan bijak, dan sesuai dengan Alkitab, tanpa harus berkompromi. Namun mengenai minum air Hu (kertas mantera), itu sudah bertentangan dengan hukum Allah, dan karenanya kita sebagai orang Katolik menolak minum air Hu ini, dengan dua alasan: 1) tidak sesuai dengan akal sehat; 2) melanggar perintah Allah yang pertama. 1) Minum air Hu tidak sesuai dengan akal sehat (reason); karena orang normal tidak minum air abu, atau dengan kata lain, air… Read more »
Shalom Ingrid, Paulus, Anna,
Terima kasih banyak untuk jawaban,penjelasan ataupun masukan dari semuanya, atas pertanyaan saya yang kemarin.
sekarang pikiran saya lebih terbuka.memang seharusnya kita sebagai pengikut Kristus harus berpegang teguh pada ajaranNya, berdasarkan Kitab suci yang merupakan sabdaNya dan melaksanakan perintah perintahNya dengan benar didalam hidup kita sehari hari.semoga rahmat Tuhan senantiasa menyertai kita,membuka hati dan pikiran kita, sehingga kita dapat hidup sesuai dengan yang dikehendakinya.Terima kasih semuanya.Tuhan memberkati…