Apakah jiwa pelayanan gerejawi yang sejati?

Suatu saat, di suatu paroki yang cukup aktif terjadi satu keributan. Pasalnya sederhana saja, terjadi ketidaksepakatan tentang acara perayaan ulang tahun paroki. Juga keributan terjadi di kelompok koor yang sedang berlatih untuk melayani dalam perayaan Misa tersebut, sehingga akhirnya kelompok itu bubar. Alasannya, hanya karena ada sejumlah anggota yang tidak terima ditegur sebab terlambat datang latihan. Ada lagi kelompok doa yang begitu bersemangat dalam doa komunitas, namun akhirnya kelompok itu terpecah karena beberapa anggota tidak terima ditegur, sebab pujian yang dibawakan kurang baik. Demikian juga ada lingkungan di paroki yang kurang kompak, karena anggotanya kurang peduli satu sama lain. Sungguh sangatlah menyedihkan, jika terjadi banyak perpecahan di dalam komunitas gerejawi, baik di tingkat teritorial maupun kategorial. Dan yang bikin penasaran adalah, perpecahan ini seringnya terjadi karena hal-hal yang sangat sepele! Padahal, di balik hal-hal sepele ini sebenarnya terdapat kunci untuk membentuk mereka yang terlibat di dalamnya, untuk menjadi para pelayan Gereja yang sejati.

Bunda Teresa dari Kalkuta mengatakan “The fruit of silence is prayer, the fruit of prayer is faith, the fruit of faith is love, the fruit of love is service, the fruit of service is peace.” Ternyata untuk menjadi pelayan Gereja yang sejati, tidaklah cukup hanya dengan modal semangat ’45 untuk melayani, namun harus ditunjang dengan keheningan dan doa, iman dan kasih. Hal-hal ini merupakan jiwa dari pelayanan, yang merupakan inti yang terdalam dari pelayanan. Tanpa inti yang menjiwai pelayanan ini, maka seorang pelayan cenderung mementingkan ambisi pribadinya, atau melakukan pelayanan dengan ala kadarnya,  atau mudah meninggalkan pelayanan kalau menemui ketidakcocokan dengan teman satu pelayanan, atau akan mudah ngambek kalau merasa tidak dihargai oleh orang lain. Tanpa doa, iman dan kasih,  pelayanan tidak mempunyai jiwa. Sama seperti tubuh akan mati jika tidak mempunyai jiwa, maka pelayanan-pun akan berhenti jika tidak dijiwai doa, iman dan kasih. Seorang pelayan tanpa jiwa pelayanan akan menjadi loyo dan tidak mempunyai sukacita dan damai ketika melakukan pekerjaan-pekerjaan pelayanan gerejawi.

Oleh karena itu, penting bagi seorang pelayan yang sejati  untuk  melakukan saat teduh, waktu hening dan doa. Saat teduh ini dapat dilakukan dalam doa pagi, doa malam, sebelum dan sesudah perayaan Ekaristi, yang diikuti dengan perhatian dan penghayatan yang penuh. Namun juga saat teduh dapat dilakukan di tengah-tengah kegiatan kita sepanjang hari, seperti di tengah kemacetan, maupun di saat-saat yang memungkinkan kita untuk mengarahkan perhatian kepada Tuhan. Ya, saat teduh bersama Tuhan memungkinkan kita melihat secara jujur ke dalam diri sendiri, untuk merefleksikan kesalahan-kesalahan kita, dan menyadari bahwa kita hanyalah seorang hamba yang dipakai oleh Tuhan walaupun sebenarnya banyak kekurangannya. Kesadaran bahwa ada banyak ketidaksempurnaan di dalam diri kita, namun Tuhan tetap mau memakai kita, akan membuat kita bertumbuh dalam kerendahan hati. Dengan keheningan dan doa, maka kesalahpahaman yang terjadi dapat diatasi dengan mudah, karena masing-masing tidak mengedepankan egonya sendiri agar terlihat hebat di mata orang lain, namun mengedepankan relasi mereka masing-masing dengan Allah. Keheningan dan doa menjadi siraman air yang menyejukkan, yang memberikan kekuatan bagi sang pelayan. Doa akan mendorong kita untuk tetap setia melayani, walaupun ada banyak pengorbanan yang harus kita lakukan dan sekalipun tidak ada orang yang memuji kita dalam pelayanan itu.

Kedalaman hidup doa dari seorang pelayan akan menghasilkan hubungan yang erat dengan Tuhan sendiri, sehingga imannya dapat lebih berakar dengan kuat dan bertumbuh dengan subur. Dengan iman yang semakin berakar dan bertumbuh,  seorang dapat menjadi pelayan Tuhan yang makin dewasa, yang tidak cepat ngambek, tidak cepat putus asa, tidak cepat menyerah untuk senantiasa melakukan yang terbaik. Ia akan melakukan yang terbaik bukan untuk mendapat pujian dari sesamanya, namun karena ingin memberikan terbaik bagi Kristus yang ia kasihi dan yang telah lebih dahulu mengasihi dia. Sebab kasih kepada Kristus yang berakar atas iman, dinyatakan dalam kasih kepada sesama.

Jadi, kasih kepada Allah dan  sesama, yang dipupuk dengan doa dan iman, menjadi dasar dari pelayanan, baik dalam Gereja maupun komunitas yang lain. Dasar ini akan memberikan pondasi yang sungguh kuat dan tak tergoyahkan bagi pelayanan gerejawi. Doa dan kasih memungkinkan seorang pelayan sejati untuk melihat Kristus dalam diri sesama, termasuk sesama yang kadang menjengkelkan. Kalau setiap pelayan di Gereja kita dapat melihat Kristus dalam diri sesama, maka Gereja akan dipenuhi dengan kasih Kristus dan persaudaraan sejati, sehingga pelayanan menjadi penuh dengan sukacita dan damai sejahtera. Sebaliknya, jika di dalam pelayanan tidak ada sukacita dan damai dan sering diwarnai dengan pertengkaran, maka satu hal yang dapat kita periksa bersama adalah: “Apakah saya masih mempunyai waktu hening, doa, yang memungkinkan iman dan kasih saya kepada Tuhan dapat bertumbuh?

Namun demikian, kabar baiknya adalah Tuhan berbelas kasih kepada kita semua. Ia tidak mensyaratkan bahwa seseorang harus sudah benar-benar siap dan sempurna, baru dapat melayani Dia. Nyatanya, seperti juga yang kita baca dalam Kitab Suci, justru Allah memilih orang-orang yang biasa. Orang-orang biasa dan sederhana inilah yang dipilih oleh Kristus menjadi para rasul dan pelayan-Nya. Namun, walaupun Kristus menerima pelayan tersebut apa adanya, namun Ia terus akan membentuk para pelayan-Nya, sehingga dapat menjadi pelayan-Nya yang sejati. Dari pihak kita, mari kita menyediakan diri untuk dibentuk oleh Kristus. Bagaimana caranya? Mulailah dalam keheningan dan doa. Dan lihatlah bagaimana Kristus dapat membentuk kita secara luar biasa, sehingga kita dapat menjadi  para pelayan-Nya yang sejati.

5 2 votes
Article Rating
19/12/2018
1 Comment
Inline Feedbacks
View all comments
gregorius klau
gregorius klau
10 years ago

Spirit dan kesadaran pentingnya membangun iman katolik di wilayah minoritas sungguh mengagumkan. Tantangan pd daerah mayoritas eks misi adl 1) kurangnya pendampingan pd anak dan remaja (kecuali oleh orangtua) 2) pemberdayaan ekonomi umat belum jelas. Hal diatas dpt berakibat 1) generasi katolik mada depan yg tdk berakar pd iman katolik 2) keluarga2 kurang mampu memelihara iman katoliknya dan dpt tergoyahkan

[Dari Katolisitas: Mari dalam kapasitas kita masing-masing mengusahakan agar kita dapat memelihara iman kita dan meneruskannya kepada anak-anak kita/ generasi penerus kita.]

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x