Ada sejumlah orang menyangka bahwa penetapan hari Minggu sebagai hari Tuhan yang dirayakan oleh jemaat Kristiani baru dilakukan setelah zaman Kaisar Konstantin. Hal ini adalah pandangan yang keliru. Karena sejak dari abad pertama, sebagaimana telah dikatakan dalam Kitab Suci, para rasul berkumpul untuk beribadah dan memecah roti (merayakan perayaan Ekaristi) pada hari pertama minggu yaitu pada hari Minggu (lih. Kis 2:42; 20:7; 1 Kor 10:16; 11:23-). Maka tulisan yang menghubungkan Kaisar Konstantin sebagai penyebab tradisi Gereja merayakan hari Tuhan pada hari Minggu tidaklah berdasar.

Memang dalam Kitab Suci perkataan “Hari Tuhan” tertulis hanya sekali dalam Kitab Suci yaitu di Why 1:10. Jika penglihatan Yohanes terjadi pada hari Sabtu atau hari Sabat maka lebih masuk akal bahwa di sana akan tertulis ‘hari Sabat’ dan bukan istilah baru ini.

1. St. Barnabas (+61)

“Dan kira bergembira dengan merayakan hari kedelapan; sebab pada hari itu, Yesus bangkit dari mati (St. Barnabas, Epistle of Barnabas 15)

2. St. Ignatius dari Antiokhia (30-107)

“Kita telah melihat betapa penganut kebiasaan lama yang dahulu telah menerima pengharapan yang baru; … mereka telah tidak lagi menerapkan hari Sabat (they have given up keeping the Sabbath) dan sebaliknya kini mengatur kehidupan mereka dengan Hari Tuhan- [yaitu] Hari ketika kehidupan pertama mulai menyingsing seperti fajar bagi kita, syukur kepada-Nya (Yesus) dan wafat-Nya (St. Ignatius, Epistle to the Magnesians 9)

“Biarlah semua sahabat Kristus menjaga Hari Tuhan sebagai sebuah festival, hari Kebangkitan, [yaitu] hari utama/ ratunya semua hari [dalam sepekan]” (St. Ignatius, sebagaimana dikutip dalam The Ante Nicene Fathers: 1:63)

3. St. Yustinus Martir (110-165)

Minggu … hari pertama … dan Yesus Kristus Penyelamat kita di hari yang sama itu bangkit dari mati” (St. Yustinus Martir, ANF 1:168)

4. Didache (70-140)

“Tetapi berkumpullah kamu di setiap hari Tuhan, dan memecah roti, dan mempersembahkan Ekaristi; tetapi pertama-tama akuilah kesalahan-kesalahanmu, sehingga kurbanmu dapat menjadi kurban yang murni ” (Didache 14:1, ANF: 7:381).

5. St. Klemens dari Aleksandria (153-217)

yang menulis menentang paham Gnosticsm, menyamakan Hari Tuhan dengan hari kebangkitan Kristus, dengan mengatakan:

“Ia, yang demi menggenapi ketentuan, menurut Injil, memelihara hari Tuhan ….. memuliakan kebangkitan Tuhan”.

6. Tertullian (145-220)

mengidentifikasikan “Hari Tuhan” sebagai “setiap hari kedelapan” (Tertullian, ANF: 3:70). Hari kedelapan sendiri sama dengan hari pertama dalam Minggu (lih. Yoh 20:19, 26).

7. Konstitusi para Rasul yang kudus (250-325)

“Dan pada hari kebangkitan Tuhan kita, yang adalah hari Tuhan, bertemulah dengan lebih rajin.” (Konstitusi para Rasul, ANF:7:423)
“… pada hari kebangkitan Tuhan, yaitu Hari Tuhan, jangan gagal, berkumpullah kamu bersama” (Ibid., 7:471)

Jadi meskipun Kaisar Konstantin memberi mandat untuk meliburkan hari Minggu sebagai hari libur sipil (mengacu kepada Edict of Laodicea tahun 321), namun itu tidak menjadi bukti bahwa baru pada abad ke-4 itu Gereja merayakan Hari Tuhan pada hari Minggu. Edict itu memang telah menjadikan Minggu sebagai hari libur secara sekular, tetapi tidak mengubah kenyataan bahwa sudah lama sebelumnya Gereja telah merayakan Hari Tuhan pada hari Minggu, berdasarkan catatan para Bapa Gereja sejak abad pertama, seperti telah dipaparkan di atas.

Sebab bahkan sejak zaman para Rasul, Rasul Paulus telah mengatakan bahwa pelaksanaan festival bulan baru ataupun Sabat “hanyalah merupakan bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya adalah Kristus” (lih. Kol 2:16-17). Maka penggenapan pelaksanaan Sabat ada dalam puncak karya keselamatan Kristus, yaitu kebangkitan-Nya dari kematian, yang jatuh pada hari Minggu.

6 COMMENTS

  1. Salam damai & sejahtera bagi kita semua,

    Saya jadi berpikir, betapa banyak hal2 yg tidak diketahui oleh orang Kristen (baik yg Katolik apalagi yg bukan Katolik) tentang berbagai hal yg mendasar hanya karena tidak (mau) tahu perihal Tradisi (=ajaran) Gereja yg diuraikan oleh para Bapak Gereja. Sungguh sayang sekali, krn ibaratnya kita mengabaikan harta karun peninggalan mereka untuk dapat mengerti-memaknai Sabda Tuhan secara menyeluruh & jelas !!
    Semoga katolisitas.org panjang umur & makin berkembang serta dapat menambah pengetahuan umat; sebaliknya, kita2 yg sudah kenal dgn situs ini, tdk perlu ragu mereferensikan situs ini kepada teman2.

    Ada pertanyaan yg belum saya ketahui jawabnya mengenai (urutan) hari2 dalam 1 minggu. Umat Yahudi telah beribadah pada hari Sabath/Sabtu, maka tentu mereka telah “menetapkan” bahwa hari tsb adlh hari Sabtu, hari sebelumnya adlh Jumat, esok harinya adalah Minggu dst. Kita yg beragama Kristen tinggal mengikuti saja urut2an hari Minggu s/d Sabtu dan kemudian beribadah pada hari Minggu (satu hari setelah Sabat).

    Yg belum jelas bagi saya, siapakah yg mula2 menetapkan bahwa hari itu adalah hari Senin (misalnya) sehingga ribuan tahun kemudian, tgl 22Sep2013 adalah hari Minggu. Yg ke-2, apakah nabi Musa telah menetapkan suatu hari tertentu adalah hari Sabtu shg pada hari itu dilaksanakan ibadah bagi umat Ibrani?
    [Tentunya, urutan2 hari dalam 1 pekan tdk berubah meski Paus Gregorius mengkoreksi penanggalan Julian, yg diskip hanya tanggalnya, bukan harinya].

    Terima kasih & mohon pencerahan.

    [Dari Katolisitas: Tradisi penamaan hari dalam siklus 7 hari dalam seminggu yang kita kenal sekarang berasal dari zaman Romawi. Hal ini dapat dibaca di wikipedia.
    Yang ditulis dalam Kitab Suci dalam hal ini dimulai dari Kitab Kejadian dalam kitab Taurat Musa, adalah kisah Penciptaan dunia, yang menuliskan adanya tujuh hari di mana hari pertama adalah hari pertama penciptaan, yang berakhir di hari ke-enam, dan hari ketujuh adalah hari Allah beristirahat (lih. Kej 1).
    Hari ketujuh di dalam minggu menurut perhitungan Yahudi inilah yang kemudian dikenal sebagai hari Sabat, di mana umat Yahudi diperintahkan juga untuk beristirahat untuk mengenangkan karya Tuhan. Maknanya kemudian digenapi di dalam Kristus pada hari Minggu (hari pertama di dalam minggu) yang untuk mengenangkan karya Tuhan yang terbesar, yaitu karya keselamatan-Nya yang mencapai puncaknya dalam kebangkitan Kristus, yang menjadikan kita ciptaan Allah yang baru di dalam Dia.]

    • Salam damai & sejahtera bagi kita semua.

      Terima kasih atas penjelasannya.
      Saya konfirmasi lagi ya. Penetapan 7 hari dalam 1 minggu adlh berdasarkan Kitab Kejadian (ada budaya lain-Jawa/Bali yg menggunakan 5 hari pasaran dalam sepekan untuk memudahkan menghitungnya-sesuai jari tangan); lalu nama2 hari yg kita kenal berasal dari tradisi Romawi (dies: Solis, Lunae, Martis, Mercurii, Iovis, Veneris, Saturni) yaitu berdasarkan benda2 langit. Bangsa2 lain mengadopsinya dgn memberi nama baru atau disesuaikan dgn lidah/budaya/agama masing2 tapi tetap kompatibel dgn aslinya (Latin). (Bhs Indonesia menurunkannya dari bahasa Ibrani-Arab dan Portugis.

      1]. Mengingat Pentateukh disusun bertahap mulai th 900-800 BC dan selesai th 450BC (C. Groenen, Pengantar ke dalam PL, 1992, h.96-98) sedangkan Romulus membangun kota Roma th 753BC, maka saya jadi tergelitik untuk bertanya, apakah orang2 Romawi menetapkan 7 hari dalam sepekan itu krn mengikuti uraian dalam Kitab Kejadian ataukah terlepas/tdk ada hubungannya sama sekali antara 2 kelompok budaya tsb.

      2]. Apakah ibadah hari Sabat telah dimulai sejak jaman nabi Musa ataukah pada nabi2 setelah beliau? Siapakah nabi itu dan kapan tepatnya? (krn keterbatasan pengetahuan, saya hanya menemukan bhw nabi Musa & Harun mengadakan ibadah, tapi tdk jelas apakah itu perayaan Sabat). Jika perayaan Sabat telah diadakan oleh nabi Musa & Harun maka hari Sabat (dan tentunya hari2 lainnya) telah ditetapkan pada masa mereka.

      Terima kasih banyak.

      [Dari Katolisitas: Sejujurnya terdapat beberapa pandangan tentang jangka waktu penyusunan kitab Pentateukh. Keterangan di situs USCCB (Konferensi Uskup Amerika) menuliskan bahwa kemungkinan proses penulisan dimulai di abad ke-11 atau 10 sebelum Masehi. Nabi Musa dipercaya oleh mayoritas ahli Kitab Suci sebagai pengarang kitab-kitab ini. Tentang adanya ketujuh hari Penciptaan, mengacu kepada Kitab Kejadian (kitab pertama dalam Pentateukh) yang merekam kejadian yang terjadi berabad-abad sebelum abad 11 BC. Hal apakah Romulus mengadopsi tradisi Yahudi, tidak dapat kita ketahui dengan pasti. Hal menguduskan hari Sabat sudah ditulis dalam kitab-kitab Musa itu, yaitu Kitab Keluaran (Kel 20: 8). Maka dapat diperkirakan bahwa pengudusan hari Sabat (hari ketujuh) sudah dimulai pada zaman itu.]

      • Salam damai n sejahtera bagi kita semua, di dalam Tuhan Jesus Kristus.

        Terima kasih atas penjelasannya.

        Jadi bolehkah kita menyimpulkan bahwa perayaan hari Sabat telah diadakan (mulai) pada jaman Nabi Musa setelah exodus circa th 1250BC (Groenen, Op.Cit., h.109, 307)?

        Yg belum jelas bagi saya, apakah Nabi Musa juga menetapkan bhw hari tertentu “X” itu adlh Sabat/Sabtu, ataukah hari Sabtu tsb mengikuti sistem hari yg sudah ada di kerajaan Mesir (atau Mesopotamia dsb). [Minta maaf jika pertanyaan2 yg “keluar dari topik diskusi” ini menambah kerepotan katolisitas; ini hanya ke-ingin-tahu-an saja. Bagi kita, sudah jelas sekali dasar biblis & sejarahnya mengapa kita wajib merayakan ekaristi pada hari Minggu].

        Terima kasih banyak.

        NB.
        Maksud saya, yg ditulis dlm buku Romo Groenen alm. tsb adlh thn terjadinya exodus, bukan ibadat Sabath dimulai setelah exodus pd thn tsb.
        Terima kasih.

        • Shalom Hermanwib,

          Silakan Anda membaca tentang asal usul hari Sabat, di link ini, silakan klik.

          Sabat atau hari Tuhan, adalah penyerahan/ konsekrasi satu hari dalam setiap minggu kepada Tuhan, Pencipta alam semesta dan Pencipta waktu. Pada hari itu umat Allah beristirahat dan berhenti bekerja, dan mempersembahkan kegiatan hari itu kepada Allah, sambil merenungkan besarnya kasih Tuhan. Terdapat dua alasan perayaan hari Sabat (yang diperingati pada hari ketujuh, hari Sabtu) dalam Perjanjian Lama, yaitu pertama mengenang hari Allah sendiri beristirahat pada saat penciptaan (Kel 20:11;31:17), dan kedua, mengenang pembebasan bangsa Israel dari penjajahan Mesir (Ul 5:14-15). Dalam Perjanjian Baru, perayaan hari Tuhan oleh kita yang mengimani Kristus mengacu kepada penggenapan makna Sabat ini, yaitu Allah menciptakan kita kembali di dalam Kristus dan bahwa Ia telah membebaskan kita dari penjajahan dosa, berkat jasa Kristus yang bangkit mengalahkan kuasa dosa dan maut. Karena kebangkitan Kristus ini terjadi pada hari Minggu (hari pertama dalam minggu atau juga disebut sebagai hari kedelapan), maka Gereja merayakan hari Tuhan ini, pada hari Minggu. Hari di mana Allah “menciptakan semua secara baru”, (lih. Why 21:5), sebab siapa “yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya” (2 Kor 5:17-18).

          Pelaksanaan peringatan hari Sabat pada kitab Perjanjian Lama disebutkan pada kisah jatuhnya manna dari langit (Kel 16:22- dst), dan disebutkan di sana sebagai suatu peringatan yang sudah dilakukan. Maka dapat diketahui bahwa sejak zaman Nabi Musa, peringatan hari Sabat telah dilakukan. Pemberian hukum Musa di gunung Sinai hanya meneguhkan kebiasaan yang telah dilakukan tersebut. Sedangkan asal usul pertama kalinya dilakukan peringatan Sabat itu tetap tidak dapat dipastikan kapan persisnya. Ada yang menyangka perayaan ini dipinjam dari kebiasaan orang-orang Babilonia, namun ini tak bisa dibuktikan, sebab mereka tidak mengenal hal tujuh hari dalam seminggu, yang ditutup oleh hari istirahat. Perayaan Sabat dikenal sebagai perayaan setiap minggu, tanpa hubungan dengan bulan, maka perayaan tersebut tidak berhubungan dengan perayaan bulan penuh menurut bangsa Babilonia. Umat Kristiani mengenal perayaan Sabat/ hari Tuhan dari tradisi Yahudi, yang kemudian digenapi di dalam Kristus, sehingga cara perayaan dan pemaknaannya tidak lagi mengacu kepada ajaran tradisi Yahudi, namun mengacu kepada ajaran Kristus dan para Rasul.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.